Chapter 3

64.7K 9.3K 386
                                    

Selamat membaca 😁

"See? Papa nggak bisa jawab." Prada tersenyum tipis saat mendapati Aji tak kunjung menjawab pertanyaan.

"Papa nggak pernah membedakan kalian berdua. Papa selalu berusaha bersikap adil dengan kamu dan juga Nada," ujar Aji setelah cukup lama bungkam.

"Dan Papa juga sama-sama menyayangi kalian berdua," sambungnya.

"Aku percaya Papa menyayangi aku dan Nada," ucap Prada.

"Tapi porsi kasih sayang yang Papa berikan ke Nada jauh lebih besar dibandingkan yang Papa berikan ke aku," pungkasnya tanpa ekspresi.

"Papa nggak-"

"Aku udah tau, Pa," potong Prada.

"Sejak kecil aku udah menyadari kalau Papa dan Mama lebih menyayangi Nada. Entah karena Nada yang lebih unggul, atau karena memang aku yang nggak pantas mendapatkan kasih sayang dari kalian. Yang jelas aku udah tau kalau aku dibedakan."

Endang menatap Prada sendu. "Bagaimana bisa kamu merasa dibedakan? Sedangkan Mama dan Papa selalu memberikan kasih sayang yang sama."

"Bagian mana yang mau Mama dengar lebih dulu?" tukas Prada.

"Semuanya masih tersimpan rapi di ingatan aku."

"Aku masih ingat dengan sangat jelas. Dulu setiap kali aku bertengkar dengan Nada, nggak ada satu pun dari kalian yang memihak aku. Kalian selalu membela Nada dan menyalahkan aku. Bahkan, selalu aku yang disuruh untuk mengalah dan meminta maaf atas kesalahan yang nggak pernah aku buat," ungkap Prada dengan tatapan menerawang jauh ke depan.

"Dan bukan hanya itu aja. Setiap barang punyaku yang Nada suka, aku harus kasih ke dia. Kalau aku nggak mau, kalian pasti akan mendesak."

"Ah, bukan mendesak. Mungkin lebih tepatnya memaksa," sindir Prada sinis.

"Prada-"

"Aku belum selesai!" pekik Prada dingin saat Endang berniat memotong ucapannya.

"Dan yang paling parah, kalian memberi kami kado yang berbeda saat hari ulang tahun kami. Aku sama sekali nggak mempermasalahkan harga, dan aku juga nggak peduli kalau kado Nada lebih mahal dibandingkan kado yang aku punya."

"Tapi kenapa kalian harus memberi kami kado yang berbeda? Dan kenapa selalu Nada yang mendapatkan kado paling bagus? Apa alasannya?" tukas Prada dengan tatapan yang terlihat seperti menyimpan amarah.

"Apa menurut kalian itu adil, hah?"

Aji dan Endang menutup mulutnya dan tak ada satu pun yang bersuara.

"Oh, dan satu lagi," ujar Prada.

"Apa Mama masih ingat saat guci kesayangan Mama jatuh? Itu bukan aku yang jatuhin, tapi Nada!" pungkas Prada membuat Endang tertegun.

Tatapan Endang kemudian beralih ke arah Nada yang juga tampak terkejut saat mendengar ucapan Prada.

"Nada, apa itu benar?" tanya Endang.

Nada hanya menunduk dan tak berani menatap Endang.

"Kenapa kamu diam? Jawab jujur," pungkas Endang lugas.

Nada tampak gugup. Dia mengigit bibir bawahnya keras, lalu mengangguk kecil tanpa mengatakan apa pun.

"Kenapa dulu kamu nggak bilang kalau kamu yang jatuhin?" Endang benar-benar tidak menyangka jika ternyata Nada adalah pelakunya.

"Nada takut dimarahin Mama," ungkap Nada tertunduk lesu.

Endang menatap Nada sejenak sebelum akhirnya kembali beralih ke arah Prada. "Kamu tau Nada yang jatuhin, tapi kenapa kamu nggak kasih tau Mama yang sebenarnya?"

Hujan Terakhir ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang