Selamat membaca 😁
Selesai makan siang, mereka langsung kembali ke rumah. Dan setibanya di rumah, Nada langsung masuk ke kamarnya. Sedangkan Prada justru masuk ke kamar Titi untuk melihat kondisi neneknya yang sedang sakit.
Prada berjalan menghampiri Titi yang terbaring di tempat tidur. Titi langsung memberikan senyuman terbaiknya saat melihat Prada datang.
"Bagaimana wisudanya? Lancar?" tanya Titi lembut.
Prada duduk di tepi ranjang. "Lancar, Nek," jawabnya tersenyum simpul.
"Alhamdulillah, Nenek senang dengarnya," tutur Titi.
"Sayangnya Nenek nggak bisa ikut dan lihat kamu wisuda," imbuhnya dengan raut wajah menyesal.
Prada menyentuh dan menggenggam lembut tangan Titi yang kian kurus. "Nggak pa-pa, Nek. Nanti Nenek bisa lihat Prada di album foto kalau udah dicetak," tuturnya lembut.
"Andaikan saja Nenek nggak sakit, pasti Nenek bisa ikut foto dan berdiri di sebelah kamu," ujar Titi sendu.
Prada menatap Titi dengan tatapan lemah. "Nanti kalau Nenek udah sembuh, kita foto bareng, ya?" ucapnya mencoba menghibur Titi.
Sudut bibir Titi mengembang ke atas membentuk senyuman. Dia lalu mengangguk menyetujui ajakan Prada.
Prada ikut tersenyum ketika melihat senyuman di bibir Titi. Mereka berdua kemudian mulai mengobrol tentang banyak hal.
Setelah cukup lama berada di kamar Titi, Prada pamit pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian, serta menghapus riasan di wajahnya yang mulai terasa tidak nyaman.
Dan selepas membersihkan diri, Prada memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Tetapi karena terlalu lelah, dia begitu pulas dalam tidurnya hingga tidak sadar jika hari sudah berganti sore.
Prada tiba-tiba terbangun saat merasakan tenggorokannya terasa kering. Dia kemudian merenggangkan tangan serta tubuhnya di atas tempat tidur. Lalu dia mengucek mata dan berbaring sejenak sebelum akhirnya turun dari ranjang untuk mengambil air minum di dapur.
Ketika Prada tengah berjalan menuju dapur, dia tidak sengaja berpapasan dengan Nada yang sudah rapi dengan gaun putih yang melekat di tubuhnya.
"Loh, kamu kok belum siap-siap?" tanya Nada heran saat mendapati Prada masih memakai baju rumahan.
Dahi Prada berkerut bingung. "Siap-siap ke mana?"
"Kan kita disuruh mama ikut ke acara nikahan anaknya teman papa," ungkap Nada.
Prada terdiam. Pandangannya kemudian tertuju ke arah Endang dan Aji yang baru saja keluar dari kamar.
"Mama kenapa nggak bilang kalau hari ini kita mau kondangan," tukas Prada.
"Oh iya, kamu kan nggak suka keramaian, makanya Mama nggak ajak kamu. Karena kamu pasti merasa nggak nyaman di sana. Dan Mama pikir kamu juga pasti nggak mau ikut," ungkap Endang.
"Lagi-lagi Mama selalu menyimpulkan semuanya sendiri. Mama padahal belum nanya aku mau apa enggak," pungkas Prada.
Endang terdiam saat melihat ekspresi wajah Prada yang tampak marah. "Ya sudah. Prada kalau mau ikut, ayo. Mama tungguin kamu."
"Udah telat. Kalian kalau mau pergi, pergi aja. Toh, aku juga udah biasa ditinggal," ketus Prada sebelum berlalu pergi menuju kamar.
"Prada." Endang berniat menyusul Prada, namun tangannya ditahan oleh Aji.
"Sudah, Ma. Biarkan Prada tenang dulu. Nanti kalau dia sudah mulai reda, kamu bisa bicara lagi sama Prada," ujar Aji.
Endang menatap punggung Prada dari belakang dengan tatapan khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Terakhir ✓
عاطفيةMeskipun orang tua Prada berusaha untuk bersikap dan berlaku adil kepada kedua putrinya. Namun, sejak kecil Prada sudah menyadari jika orang tuanya lebih menyayangi saudara kembarnya dibandingkan dirinya. Itulah kenapa setelah wisuda dia memilih unt...