3. Hastening Death, right?

0 0 0
                                    

Tandai jika menemukan typo.

Jangan lupa votenya guys!

Selamat membaca:')

~~~🌸~~~

.

..

...

"Ahh! Ada yang ketabrak!"

"Siapa? Siapa yang ketabrak?"

"Cepetan panggil polisi!"

"Ambulans, panggil ambulans!"

"Kak Bayu! Kak Bayu yang ketabrak!"

Suara riuh mulai terdengar beberapa detik setelah kecelakaan. Chiara masih terpana dan menatap kosong pada tubuh berdarah Bayu yang tanpa kepala itu.

Seolah sadar, dia mundur menjauh terus menerus. Batu membuatnya tersandung dan jatuh terduduk. Seketika itu, Chiara yang biasanya angkuh menangis histeris. Teriakan melengkingnya membuatku mengerutkan kening tanpa sadar.

Aku menonton dalam diam. Untungnya Ratna masih dikelas karena hari ini dia masih memiliki kelas mata kuliah. Karena itu aku berani membuat adegan yang begitu gore secara live.

"Brengsek, ternyata kamu!"

Suara kaget itu terdengar di telingaku. Walaupun suaranya begitu dekat, aku tidak menoleh. Maklum, makhluk yang berbicara denganku itu tidak bisa dilihat orang lain. Jangan sampai orang mengira aku gila karena berbicara pada udara.

"Kenapa kamu selalu usil, sih Ra? Kurang kerjaan banget tau, nggak?"

Aku menggosok telingaku karena ocehannya yang menyebalkan, tanpa menatapnya. "Maksudnya?"

"Bego apa tolol?"

Sudut mataku melirik laki-laki remaja dengan jubah hitam besar dan melayang di sampingku dengan jarak lima puluh sentimeter. "Sorry, nggak dua-duanya"

"Senior kamu, si Bayu itu harusnya nggak langsung mati disini. Dia seharusnya mati di rumah sakit. Terus, bapak itu juga. Harusnya dia mati karena masuk jurang."

Aku menatap datar pada ambulans yang sudah datang dan mulai mengevakuasi korban. Tidak peduli dengan makhluk yang sibuk mencak-mencak di sampingku.

"Aku cuma mempercepat. Walaupun aslinya mereka beda waktu kematian dan tempatnya, toh, ujungnya mereka berdua bakal mati hari ini, kan? Kalau bisa bareng, ngapain harus pisah-pisah?"

Dengan enteng ku balas ucapannya. Kalian merasa aku kejam? Ayolah, buatku yang sudah hidup ratusan tahun, hal semacam ini bukan apa-apa. Aku sudah pernah melihat hal yang lebih sadis dari ini.

"Kamu pasti dihukum Oui-Sama karena terlalu usil, Ra."

Makhluk berambut hijau itu berpindah dan melayang di depanku, menghalangi. Ditangannya ada tongkat sepanjang tiga puluh sentimeter yang bertahtakan batu emerald hijau yang cantik.

"Menyingkir dari depanku, Jilk"

Jilk terus menatapku kesal yang ditandai dengan getaran telinga lancipnya yang sangat mirip elf. Tatapannya membuatku risih, jadi aku memilih untuk berbalik dan berjalan kembali ke gedung. Aku pulang bersama Ratna saja nanti.

Sebelum pergi, aku merasakannya terus menatap punggungku. "Kamu tidak perlu khawatir. Oui-Sama tidak akan menghukumku dengan berat"

"Kamu terlalu percaya diri" teriak Jilk kesal dari arah belakangku.

.

..

...

"Tadaima..."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dying Café Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang