Suara kayu yang kedengarannya sedang diinjak oleh pelari yang ditimbulkan oleh Jievan, nampaknya ia sedang mancari Cakra kemana-mana. Dari sudut rumah ke sudut rumah yang lainnya, sampai pantai pun ia datangi. Namun ia tak dapat menemukan sepucuk hidung pun abangnya.
Lelah dengan kegiatannya, Jievan memutuskan untuk hanya duduk disofa ruang tengah sambil melihat album foto keluarga mereka hingga sang abang muncul.
Lembaran pertama tampak Ayah dan Bunda semasa SMA, masih dengan wajah muda cerianya dan juga seragam sekolahnya yang kini sudah pudar warnanya. Bapak waktu muda juga mirip dengan Reygan sekarang. Jievan pernah bilang bahwa Reygan adalah duplikat bapak semasa sekolah.
Di lembaran kedua, tampak foto bayi si tertua. Ezra Pradipta. Difoto itu terlihat Ezra tengah tersenyum kecil ketika dipagku oleh sang Bapak setelah lahir. Mungkin sehabis mendengar adzan dari mulut sang bapak. Senyum yang manis. Disamping Bapak pun ada bunda yang sedang—
"CAKRA PULANG!!"
Jievan mengalihkan pandangannya pada Cakra yangs sedang menaruh Al-Quran pada lemari samping televisi. "Abang darimana? Daritadi Jie nyariin." Tanya Jievan setelah menaruh kembali album foto pada tempat semula.
"Abang dari masjid. Kenapa?"
"Jievan mau ke pantai."
***
Kini keduanya sudah sampai dipantai mengikuti jalur sepeda yang ada. Tadi dirumah sempat ada perdebatan antara mau jalan kaki atau sepeda. Jievan mau berjalan kaki sepeda, dan Cakra yang ingin menaiki sepeda karena lelah berjalan kaki sepulang dari masjid tadi. Dan perdebatan dimenangkan oleh Cakra.
"Mau ngapain si?" Tanya Cakra sambil men-staterkan sepedanya.
"Mau main aja." Jawab Jievan sambil berjalan menuju kearah pinggir pantai.
"Yaudah abang tunggu di gubug sana."
Disamping pohon kelapa, terdapat satu gubug yang lumayan untu sepuluh orang, yang dulu dibangun oleh bapak, Ezra, Reygan, dan Ayah Ale—tetangga depan.
Gubug tersebut diperbolehkan untuk siapa saja yang ingin menikmati suara ombak dan angin pantai atau untuk melihat matahari terbit dan terbenam.
Cakra melihat sekaligus mengawas adiknya dari gubug yang kini tengah berjongkok menulis sesuatu dengan ranting kayu yang ia temukan. Lantas kemudian sang adik melambai kearahnya dengan wajah gembira. Disambut balik oleh Cakra dengan lambaian juga.
Senang Cakra bila melihat anggota keluarganya memasang wajah ceria ketika menampakkan kaki mereka pada pasir pantai. Ia mengsiratkan bahwa almarhumah Bunda tengah disana juga bermain bersama mereka.
Jika Jievan sedang berlari-larian ditengah angin pantai, Cakra mengartikan ia sedang bermain kejar-kejaran dengan sang bunda. Kalao Rendi tengah duduk dipinggi pantai melihat matahari terbenam, Cakra mengartikan bahwa Rendi sedang bercerita dengan bunda. Satu lagi, ketika bapak ketengah lautan membawa sesuatu yang berasal dari pantai seperti kerang, artinya ia sungguh merindukan bunda.
"Bang Cakra!! Liat deh!!"
Suara nyaring Jievan membuyarkan Cakra dari lamunannya. Segera ia menghampiri Jievan yang menunggu kedatangan Cakra sembari membawa sesuatu ditangannya.
"Kenapa?"
"Liat deh! Jievan nemu kerang cantik banget, Jievan bawa pulang boleh ya? Please..." Ujarnya dengan nada memohon.
"Boleh. Boleh banget, ini bakal jadi kerang pertama yang ada dikamar Jievan."
"Serius?!! Makasih abang!" Riangnya ketika Cakra memperbolehkan membawa kerang tersebut.