Suara petir menggelegar, menerangi kota Seoul dengan kepadatan orang-orang yang berlalu lalang dan kendaraan yang melintasi jalanan malam ini. Angin berhembus begitu kencang, terasa amat dingin, menyapu dedaunan kering yang berserakan di jalan.
Dalam sebuah ruangan yang dipenuhi peralatan medis, ruangan dengan aroma khas obat-obatan, nampak seorang pria tua tengah terbaring lemah diatas brankar, tubuhnya dikelilingi alat ventilator, seorang dokter tengah berusaha melakukan pertolongan dengan defribrilator yang dilakukannya berkali-kali hingga suara beadside monitor itu terhenti, pertanda jika pasien tersebut telah menghembuskan napas terakhirnya, lelaki tua itu tidak tertolong. Membuat seorang suster dengan terpaksa melepaskan alat ventilator yang menempel pada tubuh lelaki itu.
Dokter itu memilih untuk keluar, membuka pintu ruangan hingga tampak seorang wanita paruh baya dengan seorang gadis berumur tujuh belas tahun berdiri dengan tatapan sendu nya.
"Kami sudah melakukan pertolongan dengan baik, tapi--kami minta maaf, pasien tidak bisa kami selamatkan"
Gadis berumur tujuh belas tahun itu meneteskan air matanya, menatap pria yang di juluki dokter itu dengan tatapan tak percaya, ia yakin semua ini pasti tidak benar.
"Ajumma, kami minta maaf"
Dokter itu berucap satu kali lagi kepada wanita paruh baya di hadapannya setelah ia melihat ekspresi kedua wanita itu tanpa reaksi, kedua wanita itu nampak tak percaya.
"Apa maksudmu? Kau pasti sedang berbohong, tolong katakan yang sebenarnya!"
Gadis itu berkata dengan suara yang gemetar, matanya terasa begitu panas, hingga air matanya dibiarkan mengalir begitu saja.
"Dongsaeng, kami tidak berbohong"
Dokter itu kembali menjawab dengan terpaksa setelah melihat reaksi gadis berumur tujuh belas tahun tersebut.
"Apa yang kau katakan, seharusnya kau menyelamatkan Ayahku"
Isak tangis itu pecah, hatinya bergemuruh terasa begitu sakit membuatnya berlari ke dalam ruangan dimana ayahnya menghembuskan napas terakhirnya. Di dalam ruangan itu ia langsung meraih tubuh lelaki yang sudah tidak bernyawa ke dalam pelukannya, meneteskan air matanya di dada lelaki tersebut.
"Ayah--kau mendengarku? Kau--harus menepati janjimu, kau harus bangun!"
Suara gadis itu terdengar begitu serak, suaranya gemetar seolah akan hilang, dadanya bergemuruh, menahan sakit yang luar biasa, kedua tangannya masih tetap memeluk erat tubuh yang sudah tidak bernyawa itu.
"Ayah--tolong bangunlah, buka matamu!"
Gadis itu kembali berkata dengan suara yang gemetar, diiringi tangisannya yang tersedu. Ia masih tak percaya, lelaki yang menjadi penyemangatnya selama ini, lelaki yang selalu mengantarkannya ke sekolah setiap hari, kini telah meninggalkannya, cinta pertamanya telah pergi karena penyakit yang di derita Ayahnya selama ini.
Gadis itu melepaskan pelukannya, mendongak menatap lelaki yang terbaring tanpa nyawa, wajah itu begitu pucat namun terlihat damai baginya, ia merasa ini mimpi, hingga tangisnya semakin menjadi setelah ia mengingat pesan terakhir ayahnya.
"Ayahmu ini kuat. Jadi, putriku juga harus kuat jangan sampai lemah apalagi menyerah, kau dengar itu!?"
Ucapan itu seketika muncul di ingatannya, kata-kata itu ia baru saja mendengarnya siang tadi, Ayah yang begitu terlihat kuat di hadapan putrinya, Ayah yang begitu semangat menghibur putrinya karena melihat kondisinya saat itu.
Sungguh ia tidak bisa menahan tangisnya malam ini, hatinya begitu rapuh melihat lelaki dihadapannya pergi untuk selamanya. Hingga seorang wanita paruh baya datang meraih tubuh mungil itu dan mendekapnya dengan erat. Meskipun ia tahu, hatinya juga sangat terluka melihat suaminya terbaring tanpa nyawa.
Suara petir kembali terdengar menggelegar membuat hujan turun dengan deras diikuti oleh angin yang berhembus kencang seakan menjadi saksi kepergian dari sang Ayah.
Gadis itu terlihat begitu hancur. Rasanya ia ingin teriak namun tenaganya tidak mampu ia gunakan, energinya seperti terkuras habis. Ia merasakan tubuhnya begitu lemah, kepalanya terasa sangat pening, hingga pandangannya mengabur sebelum ia memejamkan matanya dan jatuh pingsan.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Storm At Night
FanficMalam itu bak petaka yang menimpa gadis sang pemilik iris hitam. Ia mengepalkan kedua tangannya kuat. Menahan amarah yang kembali memuncak. Ia Mencoba memejamkan matanya. Jantungnya berdetak tak karuan. Rupanya badai malam ini kembali datang. Cover...