Hujan

7 3 4
                                    

Assalamu'alaikum readers, akun baru lagi😁 maaf ya, karena aku satunya tiba-tiba eror, niatnya mau hiatus dulu ternyata nggak bisa. Dari sekian banyak cerita nggak ada yang tamat😢😢
Semoga aja cerita ini bisa tamat walaupun menceng dari prediksi.

......

Rinai hujan mulai membasahi bumi, mega hitam pun turut mendampingi. Langit biru tak lagi secerah tadi, mentari pun telah tertutupi.

Jika sebagian orang berlarian menghindari hujan. Maka berbeda dengan gadis satu ini, ia menyukai hujan, ia pun menyukai senja. Baginya, hujan adalah penolong. Hujan mampu menutupi rasa sakit dan air mata ketika ia tak lagi mampu menahannya. Hujan adalah rahmat, hujan adalah salah satu waktu mustajab do'a. Di bawah hujan, ia tak perlu lagi pura-pura tersenyum, di bawah hujan ia bebas mengekspresikan rasa.

Bagaimana dengan senja?

Tentu ia juga sangat menyukainya. Senja, hanya dengan memandangnya saja mampu membuat gundahnya memudar. Hanya dengan kedatangannya mampu membuat bibirnya tersenyum riang. Mungkin bagi sebagian orang senja melalaikan, tetapi baginya senja adalah kekuatan.

"SENJA! NGAPAIN HUJAN-HUJANAN? NEDUH BURUAN!"

Teriakan sarat akan kekhawatiran itu teredam oleh suara derasnya air hujan. Ya, gadis yang sedang berdiri di bawah hujan itu adalah Senja Assyabiya. Gadis cantik berusia 20 tahun, ceria, pintar, tapi ceroboh.

"NGGAK AH. SERU TAU, FA. SINI DEH MUMPUNG DERAS HUJANNYA!"

Gadis yang berteriak meminta Senja berteduh tadi mulai kesal dengan sahabatnya. Dia adalah Zulfa Nur Lailiyah, sahabat Senja sedari kecil. Memiliki sifat cerewet, dewasa dan penyayang.

Zulfa yang khawatir sahabatnya sakit pun nekat menerobos hujan menuju tempat Senja berdiri. Ditariknya sang sahabat ke depan kantor pengurus tempatnya tadi berteduh.

"Ih, kok di tarik sih, Fa."

Senja kesal pada sahabatnya itu, ia mengerucutkan bibit sembari protes pada Zulfa.

"Mau sakit? Nggak ingat kalau besok kita diajak Umi?"

Zulfa berkacak pinggang dengan mata melotot mengomeli sahabatnya yang keras kepala itu. Bukannya takut, Senja malah tertawa dan mencubit pipi tembem Zulfa.

"Haha ... jangan marah dong, Mbak cantik. Nanti keriputnya bertambah loh."

Usai menggoda Zulfa, Senja lari secepat mungkin menuju ke asramanya sambil tertawa. Zulfa pun tak tinggal diam, ia mengejar Senja dengan wajah garang yang dibuat-buat. Wajah Zulfa yang imut membuat gadis itu tampak semakin lucu saat marah.

"HEH, SENJA! JANGAN LARI KAMU!"

Air hujan menyelamatkan mereka dari teguran penghuni pesantren lainnya. Sebab suara teriakan mereka teredam oleh suara derasnya air hujan. Beberapa orang yang melihat tingkah keduanya hanya bisa geleng-geleng kepala. Sudah tidak asing dan aneh lagi di mata mereka, akan kelakuan kedua santri itu. Sudah makanan sehari-hari kedua sahabat itu selalu cekcok, akan tetapi mereka semua salut dengan kekompakan Senja dan Zulfa.

Ya, Zulfa dan Senja adalah santriwati pondok pesantren Darussalam. Yang diasuh oleh Kyai Shidiq dan Bu Nyai Maimunah. Terhitung 7 tahun sudah Senja dan Zulfa menuntut ilmu di pesantren itu. Suka duka mereka jalani dengan sepenuh hati, bertahan hingga detik ini. Melewati banyaknya ujian dan rintangan yang menghampiri.

***

Petrikor semerbak pada indra penciuman para santri setelah hujan berhenti, aktivitas yang tadinya sempat terhenti terkendala hujan, kini dimulai kembali.

Berbeda dengan para santri lain yang berlalu lalang di area pesantren. Dua gadis yang tadi bermain hujan itu, kini tengah berdiri menunduk sambil sesekali saling sikut menyikut.

"Berapa kali saya harus bilang! Jangan mencontohkan hal tidak baik pada adik-adik kalian! Sadar tidak kalian? Tingkah kalian yang hujan-hujanan sampai tidak ikut pelajaran Ustadz Yusuf tadi bisa saja di contoh oleh mereka!"

Senja dan Zulfa hanya bisa menundukkan kepala di hadapan gadis yang usianya lebih tua setahun dari mereka. Sang lurah pondok dengan sifat tegas dan judesnya. Ah, iya dan suka cari-cari kesalahan mereka berdua, terutama Senja.

"Senja! Bapak memasukkan kamu ke sini bukan untuk bermain-main! Bapak dan Ibu susah payah cari uang untuk membiayai kamu, jadi cukup tau dirilah! Jangan se enakmu sendiri!"

Lagi, kalimat tajam itu kembali menusuk bagian terdalam hatinya. Entah sudah berapa ribu bahkan juta kali kalimat-kalimat tajam itu di lontarkan gadis di depannya itu pada dirinya.

Gadis itu adalah Lintang Nayanika, kakak dari Senja. Dulu hubungan keduannya begitu dekat layaknya saudara kembar, tetapi setelah setahun Senja berada di pesantren ini, sikap Lintang mulai berubah. Tak ada lagi Lintang yang berkata lembut, murah senyum dan penyayang. Yang ada hanya Lintang yang judes dan terkesan galak juga semena-mena, terkhusus kepada Senja. Ingat! Hanya Senja.

Entahlah, Senja pun tak tahu menahu apa sebabnya. Hingga saat ini terhitung 6 tahun hubungan keduanya merenggang, bahkan ketika orang tuanya menanyakan apa masalahnya pun Lintang tak pernah menjawab dan malah mengalihkan pembicaraan.

Senja memutar bola matanya malas, lama-lama ia sedikit muak dengan tingkah kakaknya itu. Dirinya tidak tahu salah apa, bahkan saat ia mencoba meminta maaf pun Lintang seolah tak melihat keberadaannya.

"Pelajaran Ustadz Yusuf sudah selesai, Kak. Makanya kita bebas di luar kelas, lagi pula kita juga tau di sini tidak untuk bermain-main apalagi caper ke para Ustadz atau santri putra," ujar Senja dengan santai.

Melawan kakaknya itu harus dengan kesabaran ekstra, agar tak terpancing emosi dan lelah sendiri.

Raut wajah Lintang mulai berubah, yang tadinya melotot kini ditambah merah padam menahan emosi. Tanpa kata, Lintang pun pergi dari hadapan kedua gadis itu dengan bersungut-sungut.

"Aku salah ngomong ya, Fa?" tanya Senja dengan wajah polosnya.

Zulfa menatap sahabatnya itu dengan pandangan berbinar sambil menggeleng.

"Daebak! Dibalik keterdiaman seorang Senja, mampu membuat Lurah Pondok yang paling di takuti setelah keamanan langsung bungkam dengan sekali bicara!"

Senja mengernyit bingung, apa yang membuat sahabatnya ini begitu riang. Bukankah tadi ia menggerutu kesal sebab karenanya mereka berdua disidang di kamar ini.

Senja berlalu meninggalkan sahabatnya yang tidak jelas itu menuju ke ndalem. Zulfa yang ditinggal pun berlari mengejar Senja, menggandeng lengan sahabatnya itu ketika sudah berada di samping Senja dan berjalan beriringan dengannya. Mereka berdua pun menuju ndalem untuk melakukan tugas mereka berdua.

•••

To be continue,
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan tonjok bintang di bawah ya bestieee...

Terima kasih 🤗🤗

Swastamita ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang