• | chap 2 : poor theo

2 0 0
                                    

- happy reading -
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

"Shit!"

Theo bangkit dari aspal yang terpapar terik sinar mentari. Ia menepuk-nepuk belakang celananya yang terkena debu.

"Dasar sopir kampret! Bawa truk segede gaban gitu nggak becus!" umpat Theo, yang belum menyadari apa yang menimpanya.

Theo melangkah santai menyusuri jalan raya yang padat arus lalu lintasnya tersebut. Tapi mendadak tatapannya menangkap kerumunan di tempat yang barusan ia tinggalkan.

"Ngapain orang-orang itu?" gumam Theo.

Ia menoleh kanan-kiri, saat mendapati seorang lelaki tua hendak menyeberang menuju orang-orang yang berkerumun, Theo mencoba bertanya.

"Pak, maaf. Itu ada apa ya, ramai-ramai gitu?"

Bukannya menjawab, si bapak malah terus saja menyeberang mengabaikan Theo.

"Sial! Gue dikacangin! Harga kacang mahal, Pak!" Theo meluapkan kekesalannya.

"Sial bener gue hari ini!"

Baru hendak membalikkan badan, terdengar bunyi sirine mobil ambulans meraung dan berhenti tepat di dekat kerumunan tersebut.

Atensi Theo teralih ke sana. Bola matanya memicing menangkap sesosok tubuh bersimbah darah yang diangkat ke atas ambulans.

"Wait! Kayaknya gue kenal sama pakaian yang dikenakan orang yang diangkut itu," gumam Theo.

Seketika netranya membola, "Holy shit! Itu, itu kan baju gue?" Theo menarik tatapannya, turun pada baju yang membalut tubuhnya.

"Itu kan si Theo yang lagi ramai beritanya di medsos. Yang gosipnya nyiksa mantannya itu, loh."

Sekilas Theo menangkap pembicaraan dua orang gadis yang barusan berdiri tak jauh darinya.

Tubuhnya seakan kehilangan tenaga, tulang-tulangnya rasanya rontok dan tak sanggup lebih lama lagi menahan berat tubuhnya. Pikiran yang baru saja melintas dalam benaknya ternyata tak meleset.

"Gue, gue udah mati?"

Dunianya seketika menggelap. Tubuhnya seringan kapas, melayang.

***

Josh masih terus berusaha menghubungi Theo. Sudah satu jam sejak temannya itu mengatakan sedang dalam perjalanan, seharusnya saat ini sudah sampai. Tapi batang hidungnya tak juga kelihatan, sementara ponselnya hanya terdengar nada sambung tanpa ada respon dari si empunya.

Tubuh Josh tiba-tiba menegang, saat televisi yang ada di tempat itu menayangkan sekilas info dari lokasi kecelakaan, di mana seorang laki-laki yang diduga musisi yang tengah naik daun tewas tertabrak truk.

Ponsel dalam genggaman Josh sukses meluncur dan mencium lantai. Bola matanya melebar menatap tayangan pada layar televisi.

"Oh My God! Itu beneran Theo?" gumamnya.

Orang-orang yang ada di sana dan menyaksikan berita itu sontak riuh. Mereka tak percaya, hidup Theo berakhir tragis.

"I don't believe it!" Seorang fans fanatik Theo berteriak histeris.

"No, no, no. Somebody tell me thats is not him!" Gadis lain yang bersurai kemerahan ikut berteriak.

Meski gosip miring sedang santer beredar, tak melunturkan kecintaan fans setia Theo. Mereka begitu terpukul dengan berita yang sedang ditayangkan di televisi saat ini.

Josh bergerak, ia tak bisa berdiam diri saja. Laki-laki itu harus memastikan sendiri kebenaran berita tersebut.

Tujuannya satu, menelusuri rumah sakit di dekat lokasi kecelakaan.

Usaha Josh membuahkan hasil, dari pihak rumah sakit ia mendapat informasi mengenai identitas korban kecelakaan tersebut.

Benar, memang Theo yang disebut di televisi tadi adalah Theo, temannya.

Tubuh Josh lemas seketika, ia luruh pada lantai dingin rumah sakit. Tangisnya pecah, pilu meratapi nasib malang temannya.

"Josh! Josh, ini gue. Elo bisa lihat gue kan, Josh? Elo dengar gue ngomong kan, Josh? Josh! Tatap gue, gue lagi ngomong sama elo!"

Theo berusaha memegang bahu temannya itu, tapi sayangnya gagal. Tangannya menembus tubuh Josh yang terduduk di lantai dengan muka bersimbah air mata.

Laki-laki itu begitu gusar. Saat cahaya kembali menerangi, tubuhnya sudah berpindah ke rumah sakit tersebut.

Dengan sangat jelas ia melihat sendiri dirinya terbaring dengan bentuk mengenaskan pada brankar. Bau anyir cairan berwarna merah pekat yang membasahi hampir seluruh tubuhnya, menusuk penciuman. Membuat Theo ingin muntah.

Lalu sekarang, ia bertemu dengan Josh. Tapi temannya itu sama sekali tak menggubrisnya.

"Josh, tolongin gue. Gue belum mau mati!" teriak Theo frustasi.

***

Suasana duka menyelimuti pemakaman tempat tubuh kaku Theo akan dimakamkan. Tangis tak hanya membanjiri pipi kedua orang tua, keluarga, serta teman-temannya. Para fans juga ikut larut dalam pilu.

Pemuka agama memimpin jalannya upacara pemakaman, sampai peti berwarna putih tulang itu diturunkan dan perlahan ditimbun dengan tanah merah. Isak tangis tak juga mereda. Beberapa fans bahkan tampak histeris dan jatuh pingsan.

Sedangkan kedua orang tua Theo tampak memeluk saling menguatkan.

Di antara mereka yang tengah berduka, tampak seorang gadis menatap gundukan tanah yang perlahan tertutup kelopak rose warna merah.

Ada lubang menganga dalam hati gadis itu, yang entah karena alasan apa? Mengingat laki-laki yang tubuhnya telah berkalang tanah tersebut kerap kali mengatainya dengan sebutan 'gadis aneh'. Tak seharusnya ia ikut merasakan kesedihan seperti mereka, bukan?

Sedih?

Benarkah ia tengah bersedih karena laki-laki yang senang mem-bully-nya itu tewas?

Entahlah! Ia tak memahami apa yang tengah bergelut dalam relung hatinya saat ini.

Semilir angin yang datang tiba-tiba seolah menggelitik tengkuk gadis tersebut. Seiring dengan munculnya Theo tepat di sisi kiri gadis bernama Chloe tersebut.

Menyadari kehadiran Theo, sontak Chloe menoleh. Tatapannya dalam, tertumbuk pada wajah pucat Theo.

"Elo?" seru Theo seraya telunjuknya mengarah pada muka Chloe.

- to be continued -
• written by : LovelyVie <3
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Piece Of SongWhere stories live. Discover now