11 - Bahasa Cinta

30 5 0
                                    

"Sheila, udah, enggak usah menyapu dulu."

"Taruh piring itu. Nanti saja cuci piringnya."

"Sini, Sheila, ngobrol sama aku aja."

"Jangan main hp dulu, dong."

Kalimat-kalimat serupa itu seringkali kutemui, sejak awal menikah sampai sekarang tak berubah.

Suami sering menyuruhku meletakkan pekerjaan rumah dan memilih menghabiskan waktu bersama.

Tidak jarang, karena rumah masih berantakan, suami juga membantuku merapikan ini dan itu.

Dulu, pertama kali menikah, suami justru lebih suka membuat kopi sendiri.

Hingga akhirnya, aku yang memintanya untuk berhenti melakukan itu, karena merasa aku yang lebih baik melakukannya.

Saat hendak pergi ke luar kota, suami juga menyiapkan hampir semuanya sendiri.

Mulai teoiletris sampai baju-bajunya.

Keheranan dan kebingungan bergelayutan di pikiranku kal itu.

Tidak cuma itu, bahkan rasa bersalah dan inferior ikut serta meramaikan.

Sebab, itu bukanlah keadaan ideal di rumah sebelum aku menikah.

Bunda adalah seorang ibu rumah tangga yang banyak menghabiskan waktu di rumah.

Otomatis aku melihat Bunda yang melakukan semua perkerjaan rumah, termasuk melayani Ayah dengan maksimal.

Mulai memasak, menyambut Ayah datang, memijat, membuatkan teh, menyiapkan baju kerja, membelanjakan semua kebutuhannya, sampai packing saat Ayah ada tugas di luar kota.

Ternyata, setelah aku mempraktikkan itu dalam rumah tanggaku, hal-hal tersebut malah tidak berhasil.

Suami kadang-kadang tidak nyaman dengan pelayanan semacam itu.

Jadi, kadang-kadang hati kecilku bertanya-tanya,

"Yang benar yang mana, sih?"

"Yang benar yang mana, sih?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sumber:

Aji Nur Afifah - Melangkah Searah

(hal. 38-39)

~

~

~

To Be Continue

Menikah Dulu, Baru Jatuh Cinta (Bohyun♡Sohee)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang