Di Senja Itu || Makna

24 5 0
                                    

Tangan gadis itu hendak menepuk pelan punggung Naren yang nampak rapuh, namun ia urungkan ketika lelaki di sampingnya itu langsung menegakkan punggungnya kembali, dan menatap Faya dengan senyum yang kontras dengan raut wajahnya yang sendu.

“Makanya, setelah bel pulang, aku akan menunggu sampai waktu sore tiba sambil latihan soal, dan akan pulang ke rumah kalau ibu sudah berangkat kerja," jelas Naren. "Lagipula, tak lama lagi aku juga akan menghadapi ujian sekolah, Fay. Maka belajar dengan lebih giat lagi merupakan keharusan agar nilaiku tidak turun nantinya," lanjutnya dengan santai.

Karena tak mendapat tanggapan dari teman berbincang di sebelahnya, Naren pun mengalihkan pandangannya dari langit jingga di depannya itu, demi menoleh pada Faya yang terdiam menatap dirinya penuh arti. Naren mengangkat kedua alisnya bertanya mengapa gadis itu menatapnya demikian. Namun Faya hanya tersenyum, kemudian kembali menyaksikan momen pergantian siang menjadi malam di depan sana.

"Naren," panggil Faya yang dibalas gumaman oleh sang pemilik nama. "Kamu tau, tidak, apa arti dari senja yang kita pandangi sekarang ini?" tanya Faya.

"Tidak, memangnya ada?" Naren kembali melemparkan tanya.

"Ada. Banyak, malah." Faya tersenyum sembari menjelaskan. "Istirahat itu perlu. Itu salah satu hal yang diajarkan senja. Setelah belajar seharian di sekolah, tidak mungkin otak dan fisik kamu tidak lelah. Maka, selayaknya senja yang mengakhiri lelahnya aktivitas di siang hari, kamu juga harus mengakhiri aktivitas kamu yang melelahkan itu, dengan istirahat.

Memikirkan perasaan orang lain itu bagus, tapi bukan berarti kamu harus mengabaikan diri kamu sendiri, Ren. Kamu juga butuh istirahat. Istirahat dari tuntutan ibu kamu, dengan melakukan apa yang benar - benar kamu mau. Yang benar - benar membuat kamu senang." Faya menoleh pada Naren dengan senyum yang masih terukir manis di wajahnya.

"Dan satu lagi pelajaran yang bisa kita ambil dari senja," lanjut Faya. "Tidak ada yang abadi di dunia ini. Sebagaimana senja yang menjadi momen pergantian cerahnya siang menjadi gelapnya malam, maka hidup juga begitu. Semua pasti akan berubah, Ren. Ibu kamu, hidup kamu, semua akan berubah. Yang cukup kamu lakukan, adalah menikmati prosesnya, dan bersabar," tutup Faya. Kini, ia makin melebarkan senyumnya hingga matanya menyipit.

Sudahkah Naren bilang bahwa senyum Faya adalah candu baginya? Jika ya, maka biarkan ia mengatakannya sekali lagi. Senyum Faya ... memang secandu itu. Dan jika boleh jujur, kata - kata penghiburan yang dikeluarkan Faya tadi, adalah puisi terindah yang belum pernah ia dengar dari siapapun. Naren tak mengira kata - kata bijak itu dapat keluar dari seorang gadis seusianya. Oh, bahkan ia hampir lupa kalau Faya adalah remaja yang sepantar dengannya.

Ini bahaya. Naren tak dapat menghentikan dirinya untuk terus jatuh kepada sosok gadis bergaun biru itu. Ia ingin terus melihat senyum manis Faya yang--sekali lagi ia katakan--telah menjadi candunya. Maka bersama bias jingga yang sebentar lagi akan menghilang itu, Naren tak dapat menghentikan dirinya untuk berharap. Semoga ... Ia bisa melihat senyum itu selamanya. Melupakan fakta bahwa tak ada yang bertahan selamanya di dunia ini.

Dan ...

Seolah sedang ditegur semesta akibat melupakan fakta tersebut, Faya pun menghilang dari hari - hari Naren. Setelah sore itu, Faya tak pernah terlihat lagi. Hilang seolah ditelan bumi.
Naren cemas, dan juga bingung.

Kemana gadis pujaan hatinya pergi?

Tak lagi dilihatnya senyum manis Faya. Tidak di hari berikutnya, ataupun keesokannya lagi.






























Next (eps terakhir)

You + Me = Undefined-able Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang