Di Senja Itu || Faya!

27 6 3
                                    

Biar bacanya lebih nge-feel, aku saranin kalian scrollnya pelan - pelan aja yaa..

Happy reading!
























Di suatu sore ketika Naren kembali menjadi murid terakhir yang berada di lingkungan sekolah, ia melihat gadis itu lagi. Memasuki area sekolahnya dengan membawa setangkai bunga berwarna putih. Persis dengan yang dibawanya di hari Naren mengajak gadis itu berkenalan sebulan yang lalu.

Berbeda dengan Faya yang selalu Naren lihat dulu, Faya yang muncul di hadapannya ini tampil dengan rambut sebahu, dan gaun semata kaki berwarna putih. Meskipun begitu, Naren tetap yakin bahwa gadis yang ia lihat kini adalah Faya yang ia rindukan selama ini.

"Faya!" panggil Naren ketika gadis itu melewati parkiran tanpa menoleh padanya sedikitpun. Tanpa menunggu si pemilik nama menoleh, Naren langsung berlari meninggalkan motornya, dan menghampiri sosok yang ia rindukan itu dengan senyum sumringah.

"Fa ... ya?" panggil Naren yang lantas dilanda ragu begitu melihat wajah gadis di depannya.










































Aneh.

































Di satu sisi, wajah itu terlihat sama persis dengan Faya, namun di sisi lain...

Naren dapat merasakan perbedaannya.

"Kamu ... Faya, kan?" tanyanya lagi.
Jantungnya berdebar begitu cepat menanti jawaban gadis di depannya itu.




























Dengan raut bingung dan kaget, gadis itu menjawab..





















"Maaf. Aku Raya,

































kembaran Faya.













"Kamu siapa, ya? Kok, bisa kenal sama Faya?"
































Tak menjawab, Naren yang merasakan firasat tak baik malah kembali melemparkan tanya.

"Fa-Faya mana? Dia baik, kan?"

Gadis yang mengaku sebagai kembaran Faya itu tersenyum,

dan.... nampaklah perbedaan nyata itu.














Raya ...

memiliki lesung pipi yang dalam ketika ia tersenyum.




































Sedangkan Faya tidak.









Faya-nya memiliki senyum yang begitu manis walau tak memiliki lesung di pipinya, dan Naren merindukan senyum itu.

Sangat.










































"Faya baik - baik saja, kok," jawab Raya dengan senyum yang mencoba menenangkan Naren yang nampak cemas.



Namun, jawaban singkat itu tak lantas membuat lelaki itu tenang. Maka masih dengan kecemasan yang sama, Naren kembali menanyakan keberadaan Faya.

Sedangkan Raya kembali tersenyum. Alih - alih menjawab, ia malah ikut bertanya,

"Kamu temannya Faya, ya? Nama kamu siapa, dan kenal Faya sejak kapan?"





Naren yang merasa frustasi karena tak mendapat jawaban yang ia inginkan, hanya menjawab sekenanya, mengenalkan namanya, memberitahu bahwa ia mengenal Faya sejak sebulan yang lalu, dan mengaku bahwa ia memang teman Faya.




































"Kenapa?" tanya Naren begitu mendapati wajah Raya yang nampak terkejut dengan jawabannya.



















Gadis yang sangat serupa dengan Faya itu buru - buru memberikan Naren bunga tulip putih yang dipegangnya, dan menyuruh lelaki sebayanya itu untuk membaca kartu ucapan yang ada di dalam pembungkus bening bunga tersebut.



















Naren yang tak mencurigai apapun lantas hanya mengikuti perkataan gadis bernama Raya itu, dengan membaca kartu yang dimaksud.

































































































'Untuk melepas kepergian Almh. Shafayya Nazeeya Wiraatmaja.'













































Itulah isi dari kartu tersebut.











































"Aku datang ke sini untuk menaruh bunga kesukaan Faya ini di bangkunya. Seharusnya sejak seminggu yang lalu, saat kami mengadakan pelepasan untuknya. Tapi, aku belum siap untuk melihat bangku Faya yang kosong," jelas Raya dengan senyum sendu.































Naren tak dapat mengatakan apapun. Tubuhnya terpaku, dan lidahnya seakan kehilangan kemampuan untuk berbicara.



Ia ... terlalu syok untuk menerima fakta ini, dan Raya mengerti hal itu.
























"Naren," panggil Raya pelan, yang langsung menyadarkan Naren dari keterpakuannya.

Remaja bertubuh jangkung itu menatap Raya dengan mata berkaca - kaca, yang sudah cukup untuk memberitahu gadis di depannya bahwa ia tidak baik - baik saja.

Dengan sorot sendu, Raya memberanikan diri untuk bertanya.



















































.

"Naren,"

.

















.







.

































"Kamu indigo, ya?"






































































End..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You + Me = Undefined-able Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang