"Kau adalah anggota kelompok pembunuh disini. Kalau aku memberikan laporan ini kepada Letnan, aku yakin, dia pasti akan langsung memburumu," ancamnya sambil menyunggingkan sebuah senyuman miring.
Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal itu. Identitasku harus tetap rahasia.
Aku menendang pinggangnya, di area kecil seperti ini aku sungguh tidak di untungkan. Aku harus mencari daerah yang setidaknya menguntungkan pergerakanku. Tangannya melepaskanku dan akhirnya aku lepas dari cekikannya.
Dan akhirnya aku berlari kearah daerah yang sedikit terbuka. Ketemu! Sebuah daerah yang mungkin dulunya adalah toko ikan karena banyak sekali akuarium dan sebuah kolam besar di dekatnya.
"Kau mau kemana gadis kecil? Tenang saja, setelah ini kau akan bertemu dengan orang yang kau cintai. Dan aku tidak bisa membayangkan betapa sedihnya dia begitu mengetahui ternyata pacarnya adalah seorang pembunuh kelas kakap. Bukan, tetapi mantannya! Bahkan sang pembunuh paling berbahaya yang ratingnya sedang turun itu? Letnan akan sangat senang mengetahui kau keluar dari persembunyianmu," katanya dengan nada yang menggodaku.
Tidak! Hentikan! Hentikan bayangan orang itu, berhenti membicarakannya! Atau aku akan kembali lepas kendali. Aku tidak membawa obat-obatanku karena aku mengira tidak akan ada pengungkitan masalalu.
Kelihatannya dia benar-benar meremehkanku. Kepalaku sungguh sakit dengan bayang-bayang masalalu yang kembali menghantui kepalaku. Dadaku terasa sesak, jantungku terasa berdebar sungguh kencang.
Bayangan saat kami berdua duduk bersama, membicarakan bagaimana kita akan membasmi para kelompok-kelompok pembunuh. Bagaimana kinerja kami di kepolisian kelak.
Tidak! hentikan semua bayang-bayang itu! Aku, aku tidak ingin nama julukanku kembali ke layar kaca sebagai pembunuh tersadis yang telah bangkit lagi. Tanganku memegangi kepalaku yang sudah kesakitan.
"Berhenti membicarakannya! Aku sudah tidak memiliki hubungan dengan orang itu!" kataku sambil mencoba menyerangnya.
Namun, aku sudah merasakan mulai kehilangan kendali akan emosiku. Tidak! Aku harus bisa mengendalikannya.
"Jadi, dia sudah tahu kalau kau adalah seorang pembunuh huh? Jadi dia lebih memilih untuk ...." Sebelum dia melanjutkan omongannya, kakiku bergerak untuk menendang mukanya.
Dia terjatuh ke belakang dan tanpa ampun lagi, aku menarik rambutnya dan menyeretnya menuju akuarium-akuarium di toko ini. Aku mengarahkan wajahnya hingga dia membentur akuarium-akuarium disana dengan wajahnya. Dan lanjut menghancurkan akuarium yang lain dengan mukanya.
Sesuatu menancap di tanganku, sebuah tusuk konde? Secara otomatis aku langsung melepaskan cengkramanku terhadap rambutnya. Aku mencabut tusuk konde itu dan darah mengalir dari sana. Aku harus segera mengalahkannya.
Sebuah tendangan mendarat di mukaku dan aku terjatuh ke belakang.
"Rasakan itu! Rasakan tendangan yang kau hadiahi kepadaku!"
Aku mencoba bangkit sambil memegangi kepalaku yang sudah sakit sedari tadi. Pandanganku sudah mulai kabur, aku melihat rambutnya tergerai, jadi itu tusuk konde darinya? Sementara wajahnya. Kurasa hanya operasi plastik yang bisa menyelamatkannya. Aku mulai kesulitan menarik nafas, sesak.
Ini, tidak bisa di biarkan. Kalau begini terus, aku akan berakhir di tiang pancung. Aku, aku harus segera membunuhnya. Ketika aku mencoba untuk berdiri sambil terhuyung-huyung, aku melihatnya mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Dia mulai mengobati mukanya yang terkena pecahan kaca dengan sebuah sapu tangan.
"Letnan, ini aku, kau tidak akan percaya siapa pembunuh nomor dua puluh dua yang kita cari selama ini, namanya adalah ..."
sebelum dia berhasil menyebutkan namaku, aku kembali mendaratkan tendanganku kembali ke kepalanya. Kali ini dia terjatuh ke kolam ikan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Raven (Indonesia)
Teen FictionSetiap pembunuh memiliki alasan mereka sendiri untuk menempuh kehidupan di jalur kematian ini. Dan alasanku adalah karena rasa sakitku di masalalu. Kemarilah, akan aku lihatkan kepadamu seorang pembunuh yang bergantung kepada obat-obatan dan rasa ha...