Ketika aku bangun, aku melihat ponselku. Sudah jam tujuh pagi, berjalan-jalan pagi seperti ini kelihatannya menyenangkan.
Tidak lupa aku mampir ke arah kantin yang buka 24 jam untuk mengambil sarapan. Tadi aku sedikit bermimpi tentang masalaluku, tentang bagaimana aku bisa berakhir di tempat ini.
Setidaknya aku tidak menyesali pilihanku sekarang. Ketika aku sedang asyik makan, seseorang duduk di hadapanku.
"Hei, bagaimana keadaanmu?" tanya seseorang. Aku mendongak dan rupanya seorang pembunuh lainnya yang sama sepertiku, Kamiya Nakahara.
Dia adalah pembunuh tingkat tertinggi disini, statusnya bahkan melebihi statusku yang saat ini. Nama profesinya adalah Cupid, yah, kurang lebih karena dia selalu memilih target wanita. Dan sebelum di bunuh dia akan memperkosa korbannya.
"Nakahara-san? Yah, sudah baikan," jawabku sambil terus memakan sarapanku.
"Mau menemaniku ke suatu tempat? Aku harus mengambil misi di tempat itu," tawarnya kepadaku. Aku sedikit menimangnya, hari ini tidak ada jadwal untuk misi sih. Lebih tepatnya belum ada misi untuk ku jalani.
"Boleh saja," jawabku. Dia tersenyum kemudian pergi sambil menepuk bahuku.
"Ketuk saja pintu kamarku jam tiga sore nanti, kita akan menuju tempat dimana memanfaatkan jam malam," katanya sambil pergi.
Aku hanya mengangkat bahu ketika dia pergi dan kembali memakan sarapanku. Tumben sekali dia yang harus mengambil misinya, biasanya bila kau ingin menyewa pembunuh tingkat B keatas kau harus memberikan file mu kepada pembunuh yang bersangkutan. Bukan si pembunuh yang mengambil file nya.
Yah, sudahlah, apa posisiku untuk memikirkan hal ini.
--------------------------
Akhirnya jam yang di tentukan sudah datang, sementara Akihiro-kaichou sedang ada rapat sekarang. Jadi aku bisa keluar masuk sedikit bebas hari ini. Aku mendatangi kamarnya dan mengetuk pintunya, sama sepertiku, mukanya belum di ketahui kepolisian juga.
Dia kemudian mengajakku keluar dari markas ini dan menaiki bis umum.
"Sejujurnya, kenapa kau yang mengambilnya?" tanyaku.
"Aku juga penasaran lokasinya, katanya dia pemilik tempat hiburan malam yang terbaik di kota. Aku jadi penasaran wanita seperti apa yang mereka punya," katanya sambil berbisik.
Aku kemudian mengangguk paham, yah cukup di pahami kenapa dia ingin ke tempat itu.
"Lalu kenapa harus aku juga ikut?" tanyaku.
"Aku sedikit kasihan melihatmu selalu ada di gedung apartemen, jadi mungkin aku mengajakmu keluar saja. Di sana juga banyak laki-laki tampan yang siap melayani loh, siapa tahu kau mau," tawarnya kepadaku. Aku hanya tertawa pahit menanggapinya.
Aku sama sekali tidak ada pikiran mengenai dunia seks ini. Kelihatannya kehidupanku memang se membosankan itu, sampai aku tidak pernah melakukan seks dengan orang lain. Bahkan tidak ada keinginan kesana.
Kami kemudian sampai di tempatnya, ada penjaga disana dan Nakahara-san membisikkan sesuatu kepada penjaganya dan dia membiarkan kami masuk.
Di dalamnya lumayan temaram. Banyak sekali penari telanjang yang sedang menghibur disana. Tempat ini bahkan tidak bisa di bilang sepi juga, banyak sekali laki-laki mabuk disana sini. Padahal hari masih sore.
"Kau pasti kebingungan kan? Mereka akan ada disini hingga jam malam tiba dan mereka akan memiliki alasan untuk berada disini," jelasnya. Aku kemudian mengangguk paham. Jam malam sekitar tiga jam lagi, tentunya di tempat seperti ini waktu akan berjalan sungguh cepat.
Nakahara-san mulai mengisyaratkanku untuk mengikutinya. Dia menaiki sebuah tangga menuju suatu tempat yang dijaga dengan ketat. Aku pun hanya mengikuti dari belakang. Tangga ini hanya memiliki penerangan di pijakan kakinya, sementara sisanya gelap gulita.
Tangga ini tidak terlalu tinggi dan dalam waktu singkat kami bertemu sebuah ruangan. Nakahara-san mengetuk pintu itu dan kemudian membukanya. Disana sudah ada laki-laki yang menunggu kami. Aroma rokok disini sangat pekat. Begitu aroma itu menyentuh hidungku, secara refleks aku terbatuk.
Laki-laki itu terkekeh mengetahui aku terbatuk. Dia seketika mematikan rokoknya di asbak di meja nya.
"Ma-maafkan aku."
"Hahaha ... tidak apa-apa. Aku hanya tidak menyangka bahwa Nakahara-san akan membawa seorang gadis yang cukup polos kemari." Laki-laki itu kemudian berdiri dan mempersilahkan kami berdua duduk di kursi di hadapan mejanya.
Kami berdua duduk dan Nakahara-san terlihat sungguh santai di dalam kondisi seperti ini. Aku hanya mencoba untuk menjaga sikapku agar tidak membuatnya marah. Baru saja aku memasuki ruangan sudah tidak sopan diri ini.
"Jadi, misi seperti apa ini?" tanya Nakahara-san. Laki-laki itu berjalan menuju laci di belakangnya dan melemparkan beberapa file dan foto dihadapan kami. Aku mendekat sedikit dan melihat kearah foto itu.
Ini adalah foto korban. Garis polisi ada di sekitar tubuh-tubuh itu. Sesuatu didalam foto itu membuatku teringat sesuatu.
"Permisi, bolehkah aku melihat fotonya lebih dekat?" tanyaku. Dia hanya mengangguk.
tanganku meraih foto-foto itu dan melihatnya lebih dekat. Ada yang terasa familiar dengan luka-luka yang dialami korban ini. Ayolah, coba ingat-ingat lagi. Dimana kau melihat luka-luka ini.
Tanganku meletakkan foto-foto itu dan mencoba memejamkan mata untuk mengingat. Aku seakan-akan pernah melihat luka-luka ini, polanya selalu sama. Dimana korban dibiarkan telanjang, dengan sayatan dan sulutan rokok di sekujur tubuhnya.
Bahkan kondisi mereka yang terikat seakan-akan tidak memberikan mereka pilihan selain menerima itu semua.
"Kenapa anda menyimpan foto-foto ini, Ryozaburo-san?" tanya Nakahara-san. Laki-laki bernama Ryozaburo itu duduk kembali di kursi nya.
"Kau tahu bukan bahwa klub ku tidak hanya disini saja? Dan korban itu adalah gadis-gadisku. Sepertinya mereka menyewa gadisku untuk dibawa ke hotel dan melakukan hal itu. Sayangnya tidak ada petunjuk mengenai siapa yang membawa gadis itu ke hotel. Mereka selalu memakai nama samaran sehingga mengelabui riwayat pengunjung hotel," jelasnya.
"Untuk sekarang sudah ada berapa korban?" tanya Nakahara-san. Sementara aku mencoba mengingat dimana aku menemukan tipe luka seperti ini.
"Keseluruhannya sudah ada sepuluh gadis. Kalau ini terus berjalan, bisnisku akan hancur. Tidak akan ada lagi gadis-gadis yang mau bekerja bila nyawa taruhan mereka bukan? Aku memang menjalankan bisnis gelap, tapi aku bukanlah seorang pembunuh."
"Lalu, kenapa tidak menyerahkannya kepada kepolisian?" tanya Nakahara-san.
"Aku ada sedikit menaruh kecurigaan bahwa aksi ini dilatar belakangi oleh kepolisian. Setiap aku mencoba untuk membuat kasus ini diusut, mereka selalu beralasan bahwa mereka masih mencari. Seakan-akan ada yang disembunyikan. Aku pun sudah mencoba untuk menyewa detektif bayaran namun mereka terbunuh juga. Apakah ini ulah dari kompetitor ku?" tanya Ryozaburo-san.
"Ini kasus yang cukup rumit, yah tentunya ini akan menjadi misi dengan bayaran yang cukup mahal," kata Nakahara-san. Laki-laki itu hanya mengangguk.
"Bila kalian bisa membunuh pelaku di belakang orang ini, aku akan memberikan kalian satu cabang klub ku. Kalian tinggal sebut saja lokasi yang mana." Nakahara-san mengangguk.
"Pola ini, luka ini, posisi sudutan rokoknya. Aku turut berduka cita atas hilangnya nyawa mereka," sahutku. Nakahara-san dan Ryozaburo-san kemudian melihat kearahku.
"Kau mengenali siapa pembunuh ini?" tanya Ryozaburo-san. Aku hanya mengangguk.
"Tentunya, aku pernah berhadapan dengan pembunuh ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Raven (Indonesia)
Teen FictionSetiap pembunuh memiliki alasan mereka sendiri untuk menempuh kehidupan di jalur kematian ini. Dan alasanku adalah karena rasa sakitku di masalalu. Kemarilah, akan aku lihatkan kepadamu seorang pembunuh yang bergantung kepada obat-obatan dan rasa ha...