"Kau sudah baikan, Chitose?" tanya seseorang.
Aku hanya meresponnya dengan menggelung diriku semakin rapat.
"Kenapa kau bisa menjadi sekalap itu? Aku belum pernah melihatmu seperti itu selama enam bulan terakhir," tanyanya sambil duduk di pinggir kasurnya.
Aku tidak meresponnya, dan bahkan hanya terdiam. Sebuah suara dari televisi yang menyala kemudian terdengar olehku.
"Terjadi sebuah pembunuhan yang melibatkan kolonel Ayumi Kazahiko, dan semua orang yang sedang melakukan penyergapan kepada salah satu anggota Blood Raven. Menurut saksi mata, yaitu Letnan Ikeda Kichirou, Kolonel Kazahiko sedang memberikan laporan mengenai pembunuh nomor dua puluh dua yang selama ini masih misteri wujudnya. Penyelidikan menyimpulkan Kolonel Kazahiko sedang bertempur melawan pembunuh nomor 22 yang terkenal paling sadis di Blood Raven, sehingga mengetahui identitas sang pembunuh nomor 22. Bisa di konfirmasi bahwa pembunuh nomor 22 telah kembali setelah enam bulan tidak terdengar kabar tentangnya. Kepolisian juga memastikan kepada masyarakat bahwa pembunuh nomor 22 telah naik statusnya menjadi status S. Kepada warga sekitar dimohon untuk berhati-hati," kata seorang penyiar berita.
Kelihatannya, aku sudah kembali ke layar kaca.
"Statusmu menjadi naik tuh," komentar Akihiro-Kaichou. Aku hanya menggeleng dan memegangi kepalaku dengan kedua tanganku.
"Ini tidak baik, semakin naik statusku, maka aku akan menjadi buronan yang paling menggiurkan. Dan, semakin besar juga peluangku untuk bertemu dengannya. Pertemuan di jalan itu saja membuatku sangat kesakitan, lalu sekarang ini?"kataku masih di dalam selimut.
Setidaknya, aku senang Akihiro-kaichou tidak membiarkanku untuk menjadi mesin pembunuh. Aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi tanpa menyakiti diriku.
"Bangunlah, aku membawakan obat penenang sekarang," katanya kepadaku. Aku langsung mengambil obat itu tanpa menghiraukan segelas air di tangannya yang satunya, dan langsung menelannya.
Aku kemudian mendesah lega, dan dia menyodorkan gelas airnya kepadaku. Lalu aku menenggak air itu sampai gelas itu kosong. Akihiro-kaichou duduk di kasur disebelahku.
"Biar aku tebak, dia mengungkit kejadian tentang laki-laki itu ya, sehingga kau menjadi kalap seperti itu?" tanyanya. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Kau, tidak tahu betapa senangnya dia terhadap kejadian yang menimpaku. Kau cobalah lihat seringainya ketika dia senang menyadari bahwa aku sudah putus dengannya. Dia mengatakannya seperti Kasumi yang mengatakannya, satu tahun yang lalu. Sehingga di hadapanku, bukan wanita itu lagi, melainkan Kasumi," tangisku.
Hal itu sungguh menyakitkan, dan aku tidak menyangka aku akan terus mengalami kesakitan ini hingga selama ini. Akihiro-Kaichou kemudian memelukku lembut, a-apa yang dia lakukan?
Namun, pelukannya terasa sungguh nyaman. Tangisanku perlahan berhenti, ketenangan kembali menyelimuti diriku.
"Menangislah kalau itu membuatmu lebih baik. Sekarang kau berada disini, Chitose, namamu di dunia pembunuh masih menjadi pembunuh nomor 22 saat ini. Tidak ada yang tahu nama aslimu, selain kami yang ada disini, bahkan mukamu juga. Maka mereka tidak akan mungin menghampirimu, Tenang saja. Aku akan melindungimu disini," tenangnya.
Suaranya sungguh membuatku tenang dan badanku yang menggigil tadi mulai menjadi lebih rileks. Pelukannya sungguh hangat dan sangat nyaman. Namun, ini salah, Akihiro-kaichou bukanlah laki-laki yang tidak memiliki pasangan.
Aku mendorongnya dengan lembut dan dia menatapku dengan penuh tanya.
"Akihiro-kaichou, kalau kau terus seperti ini, maka Akiko-san akan marah kepadaku. Aku juga tidak ingin dia merasakan hal yang sama denganku. Kumohon jangan terlalu peduli kepadaku seperti ini lagi," kataku sambil mendorongnya lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Raven (Indonesia)
Teen FictionSetiap pembunuh memiliki alasan mereka sendiri untuk menempuh kehidupan di jalur kematian ini. Dan alasanku adalah karena rasa sakitku di masalalu. Kemarilah, akan aku lihatkan kepadamu seorang pembunuh yang bergantung kepada obat-obatan dan rasa ha...