[25] Kesepakatan

5.1K 429 41
                                    

Suasana didalam mobil masih menegangkan. Jesi tetap memilih diam, padahal dalam hatinya sangat sangat ingin berbicara perihal pengobatan Jeno. Rasanya timing saat ini tidak tepat untuk berbicara perihal tersebut. Tubuh Jesi pun masih terasa masih sedikit bergetar.

"Apa yang kamu ceritain ke mereka?" Jeno kembali membuka suara, dengan tatapan yang masih fokus ke arah jalan.

Jesi menggeleng, "enggak ada," Jesi menggenggam tangannya sendiri.

"Aku datang muka mereka gak ada yang suka sama aku. Kelihatan mereka mau nahan kamu buat gak pergi sama aku," Jesi melirik sekilas ke arah Jeno.

"Soal kamu. Semua kegilaan kamu."

Jeno tersenyum renyah mendengar penuturan Jesi yang akhirnya berkata jujur. Walaupun Jeno tau Jesi masih takut, terdengar dari nada bicaranya Jesi.

"Aku gak akan masalah kamu mau cerita apapun tentang aku ke teman-teman kamu. Tapi jangan sampai mereka ikut campur."

Faktanya Jeno tetap tak takut mau seberapa banyak Jesi berbicara kepada orang-orang tentang kejelekannya, karena Jeno masih merasa Jesi akan terus dan selalu berada dibawah kukungannya yang tidak akan bisa membuat Jesi berkutik.

"Kamu punya permintaan? Aku punya permintaan. Aku mau buat perjanjian, gak cuma keputusan dari aku sepihak, untuk kali ini," Jesi menoleh ke arah Jeno mendengar penuturan Jeno.

Apakah Jeno bisa membaca isi pikirannya yang sedang memikirkan pengobatan Jeno? Kenapa Jeno tiba-tiba melakukan hal seperti ini? Padahal biasanya Jesi harus menuruti perkataannya dengan segala ancaman Jeno, tanpa memikirkan Jesi sedikitpun.

Jesi menatap Jeno yang masih fokus menyetir. Jeno yang merasa tak mendapat jawaban menoleh ke Jesi, Jesi yang tertangkap basah menatap Jeno langsung mengalihkan pandangannya.

"Abis buat kesepakatan sama Ayah Bunda, kan?" Jeno kembali memfokuskan pandangannya ke arah jalan, semenjakan Jesi kembali menoleh ke Jeno dengan tatapan kaget. Bagaimana Jeno bisa tau?
"Ayo buat kesepakatan juga sama aku."

Jesi masih tetap diam. Entah harus bersyukur atau tidak dengan tawaran Jeno. Tapi, rasanya tawaran Jeno pasti akan diluar dugaannya. Jesi menghela nafas beratnya, ini jalan terakhir. Jesi harap Jeno tidak memberi permintaan yang aneh-aneh.

"Aku mau kamu berobat lagi," Jesi masih setia menatap Jeno yang sempat melirik kearahnya setelah penuturannya tadi.

"Ada lagi?"  Jesi hanya membalas dengan gelengan. Karena nyatanya hanya satu hal itu yang Jesi inginkan saat ini. Semenjakan Jeno hanya mengangguk paham atas penuturan Jesi.

"Kamu putusin hubungan sama teman-teman kamu, terus keluar dari divisi," kaget? Sangat sangat kaget. Benar permintaan yang diluar dugaan. Jesi kira ini tidak akan menyangkut ke arah organisasi dan teman-temannya.

"No!" Jesi langsung membantah.
"Gak adil. Aku minta 1, masa kamu 2," ini hanya alasan. Padahal pada dasarnya mau meminta salah satu dari dua permintaan itupun tetap berat bagi Jesi untuk melakukannya.

Menjauhi teman-temannya yang sudah bertahun-tahun? rasanya seperti membunuh diri sendiri. Keluar dari divisi? sama saja dengan Jesi mengurung dan mengandangi dirinya sendiri.

"Okay."
"Berhenti berhubungan sama teman-teman kamu."

Finnal, keputusan terakhir Jeno. Jika kalian tanya kenapa Jeno mengambil permintaan yang ini? karena dengan permintaan ini Jesi akan bisa jauh dengan teman-temannya yang memberi saran buruk pada Jesi. Walaupun di organisasi ada teman-temannya, tapi Jeno masih bisa mengawasi dan membatasi Jesi, jadi itu akan mudah baginya.

"Kenapa? Kamu gak bisa?" Jeno melirik Jesi yang tampak ragu mengambil keputusan saat ini.

"Boleh kalo aku pilih keluar dari organisasi aja?" rasanya hidup Jesi akan semakin sepi jika tidak ada teman-temannya. Cukup masalah kemarin yang membuat mereka saling menjauh, terasa sangat sangat sepi.

Relationshit - Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang