Empat belas minggu itu terasa singkat, tak dapat ku pungkiri kalau lelaki itu semakin dekat denganku sejak Kesepakatan yang kami buat untuk saling mengajari.
Aku sudah bisa memainkan beberapa lagu dengan gitar itu, dan sepertinya aku tak berbuat apapun untuk Tirta, suaranya tetap sama, merdu Seperti pertama kali ia datang ke rumahku.
Aku sendiri merasa tak enak hati pada Tirta, seolah tak ada gunanya ia ke rumahku setiap sabtu dan minggu selama tiga bulan itu.
Hanya aku yang mendapat keuntungan, aku tak bisa membalasnya.
Masih tersisa dua minggu lagi, sebelum kesepakatan itu berakhir.
Aku tak tau apakah Tirta memang sudah memperhitungkan hal itu atau sekedar kebetulan.
Kesepakatan itu berakhir tepat saat kenaikan kelas, juga saat hari ulang tahunku.
Sejak itu, Tirta menjadi satu satunya Lelaki yang dekat denganku, tak ada yang tau selain Shanum.
Ternyata Dia tak sedingin yang ku kira. Ia cukup ramah sebagai seorang lelaki.
Bahkan Adikku Selalu menyambut senang kedatangan Tirta ke rumahku. Dia sering mengajak Chika bermain, Kadang membelikannya coklat.
Aku saja tak se sayang itu pada Adikku, tak jarang aku kesal dan membentak Chika meskipun pada akhirnya aku selalu tak tega dan meminta maaf.
Hari sabtu itu Adalah Hari ke 24 Tirta datang Ke rumahku. Secara formal, itu Hari terakhir dimana ia datang untuk mengajariku bermain gitar.
Namun tidak dengan hari itu, yang datang bukan Tirta, melainkan Shanum, ia membawa se kotak brownis lengkap dengan lilin warna warni menancap diatas kue itu.
"selamat ulang tahun..." ucapnya.
Aku begitu terharu, terlebih saat tiba tiba Tirta datang dan memberiku sebuah kotak kecil berwarna hitam, seperti kotak Tempat jam tangan.
"selamat ulang tahun." ucapnya.
Aku tersenyum, tersipu, tak percaya, tak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku saat itu.
Aku meniup lilin lilin itu, memotong kue yang aku yakini dibuat sendiri oleh Shanum. Aku menyuapkannya Pada Shanum, teman terbaikku sejak aku bersekolah di Sekolah itu.
Aku mengiriskan sepotong Lagi Untuk Tirta, ia tersenyum, mengucap terimakasih.
"ada satu hadiah lagi." ucap Tirta. Aku menatapnya.
"tolong ambilkan gitarku" ucapnya lagi.
Aku mengambil gitar berwarna coklat Miliknya, memberikannya pada Tirta.
"Num, lo bawa yang gue bilang kemarin kan?"
Aku melihat Shanum mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempangnya. Sebuah pita berwarna putih yang Kemudian ia berikan kepada Tirta. Pita itu Tirta ikatkan pada kepala gitarnya.
"mulai sekarang gitar ini milikmu."
Ia menyodorkan gitar itu padaku, aku kehabisan kata kata, aku tak bisa menerima gitar itu sebagai hadiah.
"apa maksudmu?" ucapku, aku bingung sekali.
Kenapa ia sampai memberikan gitar itu padaku? Itu bukan barang yang murah.
"tak perlu bertanya, kalau sudah saatnya, kau pasti tau segalanya. Terima saja, sekar." ucapnya, aku menahan rasa bahagiaku.
Perlahan menerima hadiah besar itu. Mengucap terima kasih dengan ekspresi malu malu.
"ouuuuuh so sweeeeeet...." Ucap Shanum, menggoda kami.
Sungguh, ulangtahun ke tujuh belasku begitu manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Teen FictionKetika aku selalu mencintai seseorang yang tak mungkin bisa kumiliki