Bunga

0 0 0
                                    

***

Dua tahun lalu, pukul sebelas tepat.

Aku berjalan dengan nafas tersengal meninggalkan aula tempat resepsi itu. Menggendong sebuah gitar di punggungku. Pandanganku kabur karena mataku penuh dengan air. Sekali dua menabrak orang lain tanpa sengaja.

Aku keluar dari aula, menuju sebuah taman indoor, hotel itu memiliki lima bintang sebagai tanda kualitasnya. Tidak aneh melihat panorama indah di dalamnya.

Aku duduk sendirian di sebuah bangku taman berwarna putih, menatap langsung air mancur dan kolam ikan di hadapanku.

Dadaku masih sesak bak terhantam ribuan sak semen. Air asin dari mata pun tak kunjung berhenti.

"Air matanya jangan langsung diusap dengan tangan begitu..."

Lelaki yang entahlah datang dari arah mana itu berdiri Di sampingku, seorang lelaki berkulit putih, dengan satu lesung pipit di pipi kirinya.

Ia memberiku sebuah sapu tangan berwarna coklat tua.

Aku bahkan tak mengenal lelaki itu.

"ambil saja, tak usah khawatir, aku bukan penjahat yang membubuhkan obat bius di kain ini."

Lelaki itu tersenyum padaku.

"boleh aku duduk disini?" ucapnya lagi.

Aku mengangguk, tak merasa terganggu dengannya.

Aku hanya diam, tanpa menerima sapu tangan itu.

"kau tadi tanpa sengaja menabrakku, dan tanpa sengaja menjatuhkan ini."

lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kemeja abu abunya.

Aku langsung mengenali benda itu, Jepit rambutku.

Aku meraba bagian belakang kepalaku, dan benar saja penjepit itu tak ada.

"maaf, terima kasih." ucapku, mengambil benda itu dari tangannya.

"kau temannya Kalina atau temannya Tirta?"

Lelaki itu mencoba mengajakku bicara, namun aku masih tak bisa mengendalikan suaraku selama air mata ini masih mengucur.

"maaf, mungkin aku terlalu banyak bicara. Aku melihatmu meninggalkan aula itu sambil menangis, mungkin aku bisa membantumu?" ucapnya lagi.

Aku menggeleng. Mengusap air yang menetes di pipiku. Sekuat tenaga aku menarik garis bibirku agar tersenyum.

"jangan diusap langsung dengan tangan begitu"

Lelaki itu mengusap air mataku menggunakan sapu tangan miliknya, aku menatapnya.

"kau siapa?" ucapku lirih. Nadanya gemetar.

Lelaki itu tersenyum

"Putra" sambil mengulurkan tangannya.

Aku mendiamkannya. Masih sibuk dengan air mataku.

"oh maaf..." lelaki itu menarik tangannya lagi Karena diriku yang acuh.

"aku tidak melarangmu menangis, luapkan saja supaya hatimu lega. Aku tak tau apa masalah yang membuatmu sampai menangis. Aku juga tak akan berusaha ingin tahu. Hanya saja jangan mengusap air matamu langsung dengan tangan begitu. Kau tak tau berapa banyak bakteri yang ada di tanganmu kan? Aku tinggalkan sapu tangan ini disini. Aku harus kembali ke pesta itu." ucapnya.

Benar saja, ia meninggalkan sapu tangan itu tapat di sebelahku, Kemudian pergi tanpa sempat kuucap terima kasih padanya.

Aku berusaha mengembalikan sapu tangan itu keesokan harinya, namun aku sama sekali tak mengenal siapa lelaki yang ku temui itu.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang