Dua tahun setelah perbincangan di kedai bakso itu, kami kembali bertemu. Tak banyak yang berubah, tapi banyak sekali cerita dan keluh kesah yang kami ceritakan satu sama lain, tentang suasana baru, teman teman baru, dan hal hal lainnya.
Tentang penampilan tak ada yang berubah, kecuali rambutku yang menjadi pendek se bahu.
Aku belum menamatkan kuliahku, begitupun dengan Tirta, masih tersisa dua tahun lagi saat itu.
Hari itu memang Tirta yang mengajakku bertemu, di alun alun kota kami.
Selalu pada sore hari, dia bilang akan tiba pukul 16.00. Namun aku baru sampai di alun alun lima menit setelahnya, aku sudah melihat lelaki itu duduk di sebuah bangku dan memainkan handphone nya.
Penampilannya sedikit berubah, memakai kemeja lengan pendek dan celana berbahan jeans. Saat itu aku memakai Rok berwarna hitam Yang panjangnya menutup lutut dan atasan Pink bermotif bunga lili putih.
Aku turun dari Motor matic ku menghampirinya.
"Tirta" sapaku.
"hey..." balasnya, ia berdiri dari bangku Yang semula ia tempati.
Aku menjabat tangannya, tapi ia malah memelukku. Pelukan pertama Tirta padaku.
"aku merindukanmu." ucapnya.
Aku begitu tersipu.
"Tirta, tak enak dilihat orang." ucapkku.
Mendengar itu Tirta langsung melepas pelukannya, mengucap maaf.
Padahal sebenarnya aku nyaman nyaman saja dipeluk olehnya.
Lelaki itu diam memandangku lekat lekat.
"rambutmu?" ucapnya, menyadari penampilanku yang berbeda dari sebelumnya.
"apa aku terlihat aneh?"
"tidak, kau tetap cantik." ucapnya, lagi lagi aku tersipu.
Aku sempat merasa canggung saat mengobrol dengannya setelah dua tahun tak berjumpa.
Namun akhirnya pembicaraan Kami mengalir begitu saja, bersenda gurau di alun alun itu sampai azan maghrib berkumandang.
Kami memutuskan untuk pergi ke masjid dekat alun alun itu, menunaikan ibadah. Kemudian melanjutkan perbincangan kami sambil berjalan jalan di taman alun alun itu.
Lampu taman beraneka warna menyala, memperindah malam itu.
Tiba tiba Tirta menggandeng tanganku.
"boleh aku besok ke rumahmu?"
ucapnya, aku membiarkan ia menggenggam tanganku."Boleh" ucapku.
"apa tidak mengganggu?" tanyanya.
Aku menggelengkan kepala.
"Apa ada ayah, ibu? Mbah uti, bapak? Dan Chika?" ucapnya lagi.
"Ya, mereka Besok di rumah, Tak akan terganggu. Mereka sudah mengenalmu" ucapku.
"aku merindukan mereka." ucapnya.
Keluargaku memang sudah mengenal Tirta, sejak kesepakatan itu. Karena sabtu minggu ia selalu ke rumahku, hampir disaat keluargaku berkumpul.
Esok harinya ia benar datang, aku sudah menunggunya di depan pintu.
"apa kabar, le... Kok nggak pernah main ke sini lagi?" ucap nenekku.
Memanggil Tirta dengan sebutan "tole" yang dalam bahasa jawa artinya "nak" (laki-laki).
"Baik, mbah uti... Iya, kuliah Tirta baru libur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Teen FictionKetika aku selalu mencintai seseorang yang tak mungkin bisa kumiliki