0 | A Glimpse of Another World

88 11 6
                                    

Kesamaan cerita, baik ide dan/atau plot, menulis ulang kembali dan memublikasikan atas nama pribadi pada media cetak/sosial, memperbanyak dan mendistribusikan serta sejenisnya, tanpa seizin Penulis akan dilaporkan pada pihak berwajib.

Cerita ini memiliki hak cipta dan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia no. 28 tahun 2014.

♦️♦️♦️

"KAU mencium bau asap?" tanya seorang penumpang di kursi bernomor 15B

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KAU mencium bau asap?" tanya seorang penumpang di kursi bernomor 15B.

"Asap? A-aku merasa sesak, kupikir karena celanaku yang kekecilan atau perutku yang makin buncit, ah, bloody Mary," keluh wanita yang duduk di kursi terluar, "harusnya kulepas saja seat belt ini dari tadi."

"Selain perutmu, hidungmu juga bermasalah," desah penumpang 15B. "Bantu aku panggilkan pramugari tadi, Suzanne. Tekan tombolnya."

"Tenanglah, Carole. Sudah kubilang jangan terlalu sering mengonsumsi ekstasi—"

"Mom—"

"Jangan memintaku mengingat kartu-kartu Memory-mu itu, My Boy," potong Carole.

Suzanne menyela buru-buru, "Aku perlu mengistirahatkan mataku sebelum sampai di Aldergrove, oke? Pramugarinya akan kemari sebentar la—"

"Mommy, kartuku jatuh."

"Pick it up, then."

"Mom. Mommy!" panggil si bocah laki-laki sembari menunjuk ke luar jendela tepat di samping kursi 15A. "Ada kembang api. Look, Mommy. The sparks coming from there!"

Carole mendesah sembari memungut kartu-kartu yang terjatuh, hanya sejauh kesanggupan tangannya menggapai. Saat lehernya mendongak dengan malas untuk menyusul arah pandang anak lelakinya, mata Carole memicing. Ada sesuatu yang terlihat salah di sayap kiri pesawat yang mereka tumpangi, terutama percikan kecil di dekat baling-baling.

Ketika pramugari menghampiri deretan kursi yang membutuhkan pelayanan, Carole melihat setetes keringat membasahi dahi perempuan cantik tersebut. Dalam suara yang diusahakan terdengar tenang, Carole meminta pramugari itu memberitahu pilot beserta kru pesawat tentang apa yang barusan dilihatnya. Dengan sigap, pramugari itu berjalan ke bagian depan, sementara Carole mencoba mengendalikan isi pikirannya yang mulai berspekulasi macam-macam.

Dari ketinggian 28,300 kaki di udara, Kapten Keith Hatt yang bertugas mengemudikan pesawat juga menyadari adanya gangguan lain berupa getaran yang terasa cukup kencang di area kokpit. Usai mengaktifkan pilot otomatis, Keith berasumsi bau asap yang tercium berasal dari mesin kompresor udara. Ia pun meminta kopilotnya memastikan bagian nomor mesin yang mengalami kerusakan.

"It's the le ...," sang kopilot menyahut, tetapi terdiam barang beberapa detik sampai Keith perlu mengulang pertanyaan. "It's the right one, engine number two," ujar kopilot dengan suara yang lebih yakin.

You'll Never Hunt Me DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang