Bab 2

120 19 3
                                    

Waktunya yang habis dalam menyelami sesuatu. Menyibukkan hal-hal pada yang tidak tau untuk apa. Melihat pada lingkaran sendi kiri, tak menyadari bahwa sinar matahari telah larut dan tenggelam di ufuk barat. Melangkah dan melewati lorong yang menghambur dalam waktu. Yeonjun mencoba kembali ke ruang dosen untuk meminta surat perizinan.

"Kau masih di sini Yeonjun." orang dengan perawakan tua itu menyapanya saat bertemu di belokan. Itu dosen mata kuliah wajib yang terkenal keras dan diktator. Tidak biasa menyapa orang, dia hanya akan menggeluarkan hal yang penting saja.

"Saya ingin menuju ruangan dosen pembimbing." Yeonjun memberikan penjelasan.

"Tidak ada hal-hal baik ketika memasuki malam hari." dia membenarkan kacamatanya "Setidaknya untuk saat ini, kembalilah besok."

"Tapi." Yeonjun mencoba menjelaskan untuk mendapat perizinan.

"Aku tidak pernah menerima penolakan bahkan dikelasku." tatapan dinginnya memperlihatkan otoriter jika dirinya tidak akan pernah bisa di tentang.

"Baiklah saya akan kembali." Yeonjun melihat sesaat, dirinya menyerah menghadapi dosen satu ini.

Berbalik badan yang membawa tangan kosong, esok harinya ia harus kembali hanya untuk meminta perizinan penelitian. Berjalan dari arah ruangan dosen, tanpa sadar perubahan dari langit yang waktu kehidupan. Langkahnya bergerak mempercepat menghilangkan bentuk perasaan cemas.

Pandangan yang menatap langit saat berada di pelataran, benaknya jatuh dalam keajaiban malam. Jika saja tidak ada kasus-kasus yang membawa hal buruk malam itu akan menjadi momnet untuk mahasiswa. Menatap bintang-bintang yang bersinar terang, konon orang selalu berkata bintang adalah cahaya dari sejarah manusia di masa lalu seperti orion dan rasi yang lain. Bahkan kini ia dapat melihat sinar terang dari bintang kembar yang sangat terkenal dalam dongeng tua.

Dari sakunya ia menggeluarkan telepon genggamnya, untuk menggabadikan bintang kembar. Dari sana dia dapat melihat beberapa rasi bintang bahkan sang serigala. Memilih angel dan menjepret, dia melihat hasil tangkapannya di ruang gambar. Untuk sesaat perhatiannya kembali pada pemilik rumah cahaya. Sebuah cahaya yang sangat panjang bahkan bongkahan dari sisa ekornya terlihat di langit barat seperti hembusan aurora di lautan bintag.

Yeonjun begitu takjum melihat cahaya dimalam itu, mungkin ia akan bersyukur untuk malam atas datangnya komet yang melintasi kampusnya. Ia tersenyum, memikirkan tentang permohonan. Apakah ia akan memohon untuk kakak laki-lakinya. Senyumnya begitu lembut, bahkan ia hampir tertawa menggingatnya.

"Tidak, tidak. Jangan mendekat." Yeonjun terkejut saat mendenggar suara itu, ia pikir hanya dirinya mahasiswa yang masih berada dikampus. Ia melihat kearah sumber suara, 'Pembunuhan' . Ia berlari bergegas sebelum terlambat. Tidak ingin korban pembunuhan semakin bertambah banyak.

Saat disana tanpa sadar tubuhnya terhantam oleh sesuatu seolah dia seperti perabotan yang dilemparkan untuk masuk kedalam rongsokan "Ahk." sebuah darah kelaur dari tubuhnya. Dan bayangan makhluk yang begitu besar menatapnya, ia menatap kebawah lebih tepatnya pada pencernaan. Darah merembas dari bajunya, dia di tusuk??

Tapi oleh apa, Bahkan seorang petinju pun tidak dapat menusuk dan melemparkan orang dalam waktu yang sama.

"Kikikiki."

"He." suara itu seperti monster yang terlihat dalam cerita kartun.

Yenjun membeku, dia tidak bisa menggerakan seluruh tubuhnya. Dengan motivasi yang memberikan kemauan bertahan pun tidak mungkin. Seluruh sendinya hancur seperti terhempas truk kayu hutan.

Jeruji milik makhluk itu terangkat dengan tawa "Kikk." Yeonjun masih dapat melihat dengan samar sebelum darah diatas kepalanya membasahi mata. Tubuh yang telah ringan tenaga pun terkapar, peredaran darah yang menggalami kebocoran tidak dapat menahan kesadaran jiwa yang terikat oleh dunia. Rasa yang hampa, mungkin kata perpisahan akan di ucapkan oleh Yeonjun kali ini.

"Kau belum boleh membunuhnya." tanpa aba-aba monster itu terbanting dengan suara tanpa asal. 

Ia berjalan mendekat kearah Yeonjun yang memegang kayu sebagai bentuk perlindungan. Sesekali dia mencoba berdiri meski tidak mampu. Orang di sebrangnya pun hanya tersenyum, helaian rambut panjangnya berkibar.

Yeonjun tercekat mencoba menarik genggaman yang memberhentikan rongga pernafasannya semakin menipis. Ia menatap wajah itu yang semakin mendekat kearahnya, dapat ia dengar tetesan darahnya memberi hitungan mundur yang semakin deras dari pinggang kiri. Ia mencoba mempertahankan indranya seperti film terputus.

Menggabil semua kekuatan yang tersisa, Yeonjun menggenggam pergelangan tangan yang semakin mengguat seolah perbedaan kekuatan jelas terlihat diantara mereka. Ia menyalurkan kekuatan untuk menarik jemari yang mencekiknya semakin dalam.

Sebuah lingkaran symbol yang mulai membakar kulit terbentuk dikulit gadis tersebut dari telapak tanggan Yeonjun "Setidaknya aku tidak akan mati di tangan Vampir."

"AKHH.." Gadis itu tersentak saat sebuah sengatan membakar kulitnya, dia membanting tubuh Yeonjun kearah bebatuan alam.

Kepalanya menghantam bagian tajam dan tubuhnya tersentak saat rasa ngilu menjalar didalam tulangnya. Kesadarannya menggabur saat dia mencium tanah. Samar-samar ia mendengar semburat petir dari badai hujan yang membasahi tanah.  Apakah kematian akan menjemputnya kali ini?

EDEN Of Lotus [SoobJun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang