1. Seperti yang aku bilang diawal tentang buku ini, 8% isi dari buku ini berdasarkan riset atau kajian pustaka inilah salah satu yang membuat buku ini terasa unik. Novel seharusnya merupakan karya sastra yang menekankan pada alur dan kisah kehidupan tokoh, disini diberi sedikit bumbu ilmiah yang menambahkan ragam cita rasanya (makanan kali ah :v ) tapi aku suka. Namun, disisi lain aku pribadi merasa kategori buku ini seperti sedikit menghilangkan esensi dari novel itu sendiri.
2. pada halaman 43 bagian atas sekali ada kalimat yang aku suka tentang "orang tua kita yang juga merupakan produk orang tuanya" sehingga kemungkinan besar akan menciptakan parenting style berantai (bagaimana cara kakek dan nenek kita mendidik orang tua kita, begitupun cara orang tua kita mendidik anak-anaknya atau kita itu sendiri) kenapa aku suka?
Karena sebelum buku ini ada dan dicetak serta di edarkan, aku sudah berada di titik untuk memahami hal tersebut jadi, aku ngerasa ada kesamaan pemikiran dengan penulis.3. pada halaman 184 ada sebuah. . . .
Aku bingung sih mau nyebutnya novel tapi ini terlalu pendek dan dalam ceritanya hanya ada satu problem yang diangkat seperti lebih ke arah cerpen. Mau nyebutnya cerpen tapi ini kan novel? 😅 Masa iya mau disebut cerpen dalam novel? 😂 Ok kita sebut saja cuplikan novel ya agar mengembalikan esensi buku ini yang merupakan sebuah novel yang aku suka sebab diselipkan sedikit cerita ringan.4. Pada halaman 232-237 " Cara Meminta Maaf yang Efektif " ini pernah terjadi di tempat kerja aku dulu. Jadi, ceritanya sebelum aku kuliah aku kerja di salah satu PT di Tanggerang divisi pendataan. Waktu itu sedang ada masalah perihal gaji yang belum cair :v singkat cerita ada temenku yang mengirimkan aku VN berupa kata umpatan bahasa Jawa. Singkat cerita lagi aku forward ke temenku yang mengerti agar kiranya ia mau menjadi translator untuk aku. Naas sialnya aku double forward ke temanku dan ke atasanku. Belum sempat aku menarik, pesan tersebut sudah didengar atasanku.
Alhasil aku dipanggil ke kantor dan menjelaskan peristiwa tersebut. Ada temenku yang kita memang suka saling bercanda dan saling mengejek, waktu itu memanas manasi sikon. Singkat cerita akhirnya setelah aku menjelaskan apa yang terjadi, aku pun meminta maaf dengan rasa penyesalan walau masih ada rasa tidak enak
dan pada halaman 238 tentang " Metode Memaafkan diri sendiri " merupakan kelanjutan ceritaku diatas dimana aku yang merasa masih bersalah belum bisa memaafkan diriku yang ceroboh. Beberapa hari setelah kejadian peristiwa memalukan itu, aku mendapatkan paket berisi salah satu makanan khas Palembang "Pempek" berikut dengan cukonya (sebutan untuk kuah pempek yang kata orang tidak afdhol makan pempek tanpanya ) aku yang masih dihantui rasa bersalah berinisiatif untuk membagi dengan atasanku sebagai tanda penyesalan dan kesungguhan permintaan maafku. Yapss... Sebelum kita memaafkan diri kita sendiri, sebaiknya kita melepaskan semua ganjalan rasa salah pada hati.
Singkat cerita, aku memberikan pempek beserta cukonya kepada atasanku juga tak lupa permintaan maaf kembali aku lontarkan yang disambut senyum kegirangan beliau sambil berkata " Kamu tahu ga? Sebelum kamu minta maaf, saya sudah memaafkan kamu "
You know what I feel?
Rasanya beban bersalah saat itu juga runtuh dari hatiku. Aku permisi dan izin kembali untuk melanjutkan pekerjaanku dengan perasaan ringan. Tak terasa lengkungan disudut bibirku kian melebar.
Sejak saat itu aku memutuskan untuk memaafkan diriku atas kecerobohan yang aku buat waktu itu.
Pada bab ini juga membahas tentang " The Healthy Guilt " (perasaan bersalah yang sehat) dan " The Unhealthy Guilt " (perasaan bersalah yang tidak sehat) yang juga masih relavan dengan ceritaku tersebut yang lagi-lagi sudah aku rasakan dan lakukan sebelum buku ini terbit dan beredar.
5. Awalnya aku ngerasa kaya klise atau buku ini teralu Toxic positivity karena aku pernah berpikir "Emangnya penulis ini pernah ngerasain apa yang dirasakan oleh orang-orang broken home atau disfungsi peran keluarga?" Sampai tidak jauh-jauh pada akhirnya dengan "Agama" tapi pada akhirnya aku sadar bahwa agama berpengaruh besar pada sifat dan sikap seseorang, yang juga berarti menentukan keberhasilan Self Healing orang tersebut.
Sebagai contoh, ada dua orang yang memiliki latarbelakang hidup yang sama yaitu korban broken home sehingga sama-sama memiliki Inner Child (luka masa kecil yang terbawa sampai dewasa) namun, memiliki sifat dan sikap yang berbanding terbalik.
Si A yang bisa dibilang jauh dari agama dan Tuhannya. Ia sering mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, memakai narkoba, pergaulan dan sex bebas.
dan ada si B yang sangat religius dan taat dengan perintah agamanya sehingga ia jauh dan berbanding terbalik dengan si A ia kerap menghabiskan waktunya dengan kegiatan sosial, beribadah, dan aktivitas positif lainnya. Ia juga mempunyai kepercayaan yang kuat akan takdir sang kuasa yang terbaik untuknya.
Kira-kira dari contoh di atas, mana yang peluangnya untuk melakukan Self Healing lebih besar tingkat keberhasilannya?
Kalian jawab sendiri ya. . .
6. Antiklimaks (part 10) mengingatkan kita bahwa hubungan dengan Tuhan semesta alam adalah sebaik-baiknya Self Healing. dan harus aku akuin bahwa benar "Manusia adalah sebaik-baiknya pembuatan kecewa, dan Allah adalah sebaik-baiknya penyembuh duka" lagi, lagi, dan lagi sebelum buku ini ada aku sudah berada di titik untuk memahami itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resensi buku What's so wrong about your self healing by Ardhi Mohamad
Ngẫu nhiênDesclaimer❗ Ini bukan soft file isi dari buku tersebut atau copying/pembajakan buku dengan maksud dan tujuan untuk mencari keuntungan komersil Ini adalah resensi buku (Ulasan) yang bertujuan untuk mengapresiasi karya dan memberi rujukan informasi k...