Bagi Deni menikah adalah hal yang ia hindari, setelah apa yang terjadi di kehidupan rumah tangga kedua orangtuanya. Tetapi hal ini tidak bisa ia lakukan saat Opa-nya memutuskan untuk menikahkannya dengan seorang gadis. Alasan klise, perjodohan dan urusan bisnis.
"Kalau kamu mau Opa membiayai firma arsitekmu, nurut apa kata Opa." Bak sebuah putusan sidang, Deni harus mengikuti keinginan Opa-nya itu. Ia tidak bisa membantah, karena Opa-nya adalah sosok yang membuatnya bisa berdiri sekarang.
Sedangkan, bagi Sarah menikahi seorang playboy? Oh No. Tapi ia harus mengikuti hal ini karena ini wasiat dari Kakek-nya yang sudah meninggal.
"Dia Playboy, Pa?"
"Lantas? Kenapa? Itu, kan masa lalunya?"
"Tapi masa lalu bisa saja terulang kembali, dan Sarah tidak mau menjadi korbannya."
"Kamu mau atau tidak, ini semua akan terjadi. Karena perjodohan ini sudah lama diatur." Ucap Hendra kepada putrinya itu. Hendra tahu bahwa Deni seorang casanova, tapi menurut orang kepercayaannya Deni sudah berubah setelah apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Lantas apakah pernikahan ini akan bertahan? Bahkan ada pihak yang sudah jatuh cinta? Atau pernikahan ini akan karam, dan menemukan takdir masing-masing.
Lets ejoy my story.
**/
Menikah? Dengan mantan playboy? Rasanya dunia Sarah akan menjadi gelap gulita. Membayangkan saja Sarah mampu bergindik ngeri, tapi semua ketakutan ini nyatanya terjadi. Dua jam yang lalu baik Sarah dan Deni sudah resmi menyandang status suami istri, ya, mereka menikah karena sebuah perjodohan.
"Lemes amat bro?" Sapa salah satu sahabat Deni yang saat ini menyapa sepasang suami istri itu di depan pelaminan.
"Capek," jawab Deni begitu santai. Meskipun ini perjodohan, baik Sarah dan Deni mampu menampilkan senyuman ikhlas layaknya pengantin yang sama-sama jatuh cinta.
"Yaelah, loyo amat deh. Lagian sebentar lagi lo juga harus kerja keras." Tanpa mengindahkan perkataan sahabatnya itu, Deni hanya bisa menepuk pundak sahabatnya itu.
"Gue nikah juga gara-gara perjodohan. Dan lo juga tahu." Tawa menggema di atas panggung pelaminan, dan itu adalah ulah Seno, sahabat Deni Wijaya."Yang penting nikah, bahagia selalu ya. Oh satu lagi, lo nggak harus main solo terus." Ucapnya dengan bergeser ke posisi Sarah, Sarah hanya bisa menyalami sahabat suaminya itu dengan wajah yang sebiasa mungkin.
"Jaga Deni ya Sar, gue yakin dia akan bahagia jika sama lo." Ucap Seno dengan tulus, Seno-lah yang menjadi bukti seorang Deni Wijaya berubah dari seorang playboy menjadi good boy.
"Terimakasih." Dengan senyum yang mengembang Sarah menyambut uluran tangan Seno, Sarah tidak akan ambil pusing dengan ucapan Seno.
Semakin malam, semua tamu yang berdatangan berkurang. Dan itu membuat Deni dan Sarah beristirahat di atas tempat duduk penganti. Hingga seorang perempuan paruh baya menyuruh mereka untuk beristirahat.
"Istirahatlah, biar Ibu yang handle ini semua."
Setelah meminta izin untuk undur diri, baik Sarah dan Deni berjalan menuju kamar tidur yang disiapkan oleh keluarganya. Kamar tidur yang dihias dengan ornamen bunga di setiap pojoknya.
"Lebih baik Mas mandi." Ucap Sarah saat ia mendaratkan tubuhnya di atas kursi meja rias. Ia tengah membersihkan bekas make up-nya. Tanpa menunggu ulangan perintah dari sang istri, Deni memilih untuk masuk ke bilik kecil dan membasuh tubuhnya yang lengket.
"Huft, gini amat kalau nggak bisa nentuin masa depan." Keluh Deni sesaat melihat pantulan wajahnya di depan cermin yang berada di dalam kamar mandi.
"Moga aja dari hal ini Opa langsung gelontorkan uang buat pembangunan firma arsitek gue." Ya, pernikahan Deni dilatarbelakangi dengan iming-iming pembangunan firma arsitek yang akan dinaungi Deni dan Seno.
Selesai membilas tubuhnya, Deni keluar dengan setelan kaus dan celana pendek. Ia berjalan santai menuju ranjang tanpa mengindahkan istrinya yang serius dengan wajahnya.
"Aku akan nurut apa kata Mas, tapi jangan usik hidupku."Tubuh Deni yang semula bersadar dengan kepala ranjang, sontak bangkit dan menatap serius ke arah Sarah. "Maksudnya?"
"Aku tahu kalau Mas sering gonta-ganti perempuan jadi aku akan membebaskan hal itu. Tapi Mas tidak boleh mengusik kehidupan pribadiku."
"Wait? Dari mana kamu tahu?" Bagaimana bisa istrinya itu tahu akan masa lalunya?
Tubuh Sarah berbalik dan pandangan mereka bertemu, "Sudah menjadi rahasia umum Mas, kalau seorang Deni Wijaya adalah seorang casanova."
Tubuh Deni sontak berdiri dan mendekat ke arah istrinya, ia jadi tertarik akan seorang Sarah Ibrahim yang sudah tahu akan masa lalunya itu. "Kamu mencari tahu?"
Menghela napas Sarah mengangguk, "Itu buat jaga-jaga aku bahwasannya aku menikahi seorang playboy, jadi aku tidak akan memberikan hatiku kepada Mas."
Tubuh Deni berjongkok, dan kedua tangannya bertumpu di atas pahanya. Ia menatap wajah natural Sarah yang begitu cantik meskipun tanpa balutan make up, tanpa ia sadari bibirnya tersungging mencetak senyuman. "Betapa kamu takut kehilangan suamimu ini?"
"Bukan."
"Lantas? Saya pikir kamu mencari tahu masa lalu saya karena kamu akan takut kehilangan saya."
"Aku tidak mau jatuh hati sama Mas, itu saja!" Tubuh Sarah berdiri dan meninggalkan Deni yang masih menertawakan kepolosan seorang Sarah Ibrahim. Jarak usia yang begitu jauh membuat Deni merasa Sarah masih seorang anak remaja. Meskipun itu tidak benar, karena Sarah Ibrahim nyatanya sudah berumur dua puluh lima tahun berbeda dengannya tujuh tahun.
"Lucu."
***
Satu Tahun Berlalu
Baik Sarah dan Deni memilih untuk menempati apartemen yang dibeli Deni tiga tahun yang lalu. Apartemen yang menjadi saksi bisu sebuah perngorbanan seorang Deni Wijaya sebagai salah satu arsitek di sebuah perusahaan Nasional. Dan selama ini juga Deni dan Sarah menempati kamar tidur yang berbeda meskipun mereka suami istri.
"Loh Mas baru pulang?" Sapa Sarah saat mendapati Deni masuk dengan wajah yang masih kusut. Kepala Deni mengangguk, ia berjalan menuju almari pendingin untuk mengambil air mineral.
"Mau aku buatkan apa Mas?" Tawar Sarah dengan berjalan menuju dapur.
"Nggak usah, tadi sudah makan di luar." Tolak Deni dengan merebahkan tubuhnya di sofa, mengistirahatkan tubuhnya yang selama satu hari ini diajak pontang panting ke sana kemari.Kepala Sarah mengangguk, ia berjalan mendekat ke arah Deni. Mendudukkan tubuhnya di sisi kanan sofa, menatap pria yang sudah menikahinya selama satu tahun ini. Seolah paham jika diamati oleh Sarah, kelopak mata Deni terbuka, ia menatap sesaat ke arah istrinya itu.
"Kenapa?"
"Enggak, biasanya Mas nggak kaya gini."
"Ya."
"Kenapa?" Tanya Sarah. Meskipun hubungan mereka masih jalan ditempat tetapi mereka bisa berbagi keluh kesah baik masalah pekerjaan.
"Proyek yang ada di Solo harus ditunda karena ada hal yang belum selesai diurus. Dan itu buat saya dan Seno pusing."
"Lebih baik Mas bersih-bersih deh, lanjut istirahat biar pikiran segar kembali." Nasihat Sarah. Ia tidak bisa memberi masukan karena ia tidak tahu mekanisme usaha yang digeluti suaminya itu.
"Ya, terus kenapa kamu belum tidur."
"Belum bisa tidur saja. Sebentar lagi juga bisa." Ujarnya dengan nada suara yang begitu riang.
Nada suara itu membuat Deni mengernyit, "Tumben? Biasanya sudah tidur."
"Ah enggak. Yasudah ya Mas, aku mau masuk ke kamar dulu." Pungkas Sarah dengan berjalan meninggalkan Deni sendirian.
Tbc
Yang mau baca monggo di Karyakarsa sudah bab 8, link ada di bio
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Casanova ✔ (KBM & KARYAKARSA)
Narrativa generaleCerita ini sudah TAMAT di Karyakarsa Langsung Bab 1 aja