4

52 13 12
                                    


Karaker milik diri mereka sendiri dan Tuhan
Cerita punya kejupanggang
Tidak ada keuntungan komersil dalam pembuatan fanfiksi kecuali kepuasan batin
Jika ada yang dirasa memplagiasi cerita ini nanti, bisa bilang saya, bakal saya tampol online wkkw

.

.

Kun terbangun dan kaget. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa tidurnya yang cukup lelap kali ini karena memeluk Winwin erat. Perlahan ia melepas pelukannya dan menggaruk pipinya dengan malu. Matanya masih menatap Winwin yang tertidur lelap.

Winwin beberapa hari ini bertingkah cukup aneh. Setelah mengajaknya makan di restoran mewah, sekarang dia bernyanyi di depan apartemennya. Kun jadi bertanya apakah pekerjaannya sebegitu berat sehingga sampai melakukan hal yang tak terduga seperti ini?

Lagi pula, keduanya sendiri bisa dibilang tak sering bertemu belakangan ini. Apalagi karena hubungan mereka ... yang cukup canggung untuk dijelaskan. Sulit rasanya berteman dengan orang yang mengatakan suka padamu selama tiga kali. Belum lagi orang yang mengutarakan perasaan padamu adalah adik sahabatmu. Lucunya lagi, Kun selalu menolak perasaan orang itu meskipun dia sendiri juga punya perasaan yang sama dengannya.

Bagaimana Kun tidak menahan diri ketika melihat orang tuanya selalu bertengkar sewaktu dia kecil. Sekarang, dia cukup lega karena akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai. Meski begitu, ketakutannya dalam menjalin hubungan masih membekas. Terutama ketika melihat pamannya yang sekarang tengah dirawat di rumah sakit jiwa karena kehilangan anak dan istrinya.

Sepanjang Kun hidup dengan keluarganya, kata "cinta" dan "hubungan bahagia" bagaikan mitos belaka. Kun sendiri heran kenapa keluarganya bisa begini berantakan. Dia jadi yakin kalau keluarganya memang dikutuk oleh Tuhan.

Jadi ... daripada Kun mengambil risiko, lebih baik ia tahan perasaannya.

Ia tidak mau hubungannya dengan Winwin berakhir seperti orang tuanya.

Ia tidak mau hubungannya dengan Winwin akan berakhir seperti pamannya ... atau seperti sepupunya.

Menolak Winwin adalah keputusan tepat. Meski Ten dan Johnny selalu berkata bahwa apa yang dipikirkan Kun tidak benar, kalau sudah ada bukti di depan mata, Kun harus bagaimana? Apa Kun akan tetap nekat padahal sudah jelas-jelas bukti terpampang nyata di depannya?

Dia tidak mau ambil risiko.

Dia tidak mau dirinya dan Winwin terluka lebih jauh.

Pilihannya tepat. Dia takkan menyesal.

Dia takkan ....

Kun segera beranjak dari kasur. Terlalu lama menatap Winwin membuat matanya perih.

xxxxxxxxxxxx

Winwin membuka satu matanya. Ketika melihat situasi sudah aman, dia membuka kedua matanya dan segera duduk. Tangannya dengan cepat mengambil ponsel, kakinya bergoyang tak santai seiring bunyi telepon yang sedang menyambung.

"Kenapa?"

Nada di seberang terdengar begitu ketus. Winwin tebak pasti baru bangun makanya begitu.

"Aku sudah bangun," jelas Winwin. "Apa aku harus betulan muntah?"

Kakak sialan, bukannya dijawab dia malah terkekeh senang. Memang kakak kurang ajar.

"Kau membuatku bangun hanya untuk menanyakan ini? Astaga Sicheng ...," Winwin bisa mendengar hela napas lelah dari telepon. "Daripada malu, kan? Mending pura-pura hangover saja."

"Tapi nanti kalau ketahuan pura-pura muntah?"

"Ya kunci pintu kamar mandinya, lah, Bodoh," ujar Ten emosi. "Kalau dia mau masuk, bilang aja kau nggak apa-apa. Paling nanti dia menunggumu di depan pintu."

Malaikat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang