Hai hai hai! Selamat malam!
Gimana kabar kalian moll? 😻😻
Semoga baik yaaaaaAbsen HADIR dulu biar klop
Semoga selalu sabar menanti cerita ini, ya 💓
Bintang dan komenmu semangatku
*****
Marvel tidak tahu mengenai apa yang dibicarakan ayahnya kepada Luna hingga membuat cewek itu terus mendiamkannya sejak tadi. Tidak ada percakapan yang terjadi di antara mereka. Bahkan, es krim rasa vanilla yang biasanya menjadi kesukaan Luna, kini hanya cewek itu diamkan hingga meleleh mengenai tangan. Entah sudah berapa kalimat pertanyaan yang Marvel lontarkan, tidak ada satu pun yang membuat cewek itu memberikan respons. Luna tetap geming. Tatapan cewek itu pun terlihat kosong. Sepertinya, ada sebuah kejanggalan yang baru saja terjadi.
"Lo laper, kan? Mau ke sebelah, nggak?" Marvel masih mencoba untuk bertanya. Kebetulan, kantor ayahnya memiliki posisi yang sangat strategis. Dekat dengan sebuah mall yang lumayan besar di kota Jakarta, restoran, dan juga Supermarket. Sehingga, dia tidak perlu repot-repot membawa Luna pergi jauh dan menahan lapar lebih lama.
Saat ini, di tengah ramainya mall yang mereka kunjungi, Marvel merasa begitu sepi. Ada perasaan bersalah yang menggerogoti hatinya. Kalau saja dia tidak mengajak Luna untuk menemaninya ikut meeting, mungkin cewek itu tetap menjadi manusia hiperaktif seperti biasanya. Bukan yang diam sambil melamun seperti sekarang.
"Lo nggak suka es krim, ya? Setahu gue dari Marvin, Marvin dari Bella, dan Bella dari lo, katanya lo suka es krim. Jadi, gue ajak ke sini dengan niat balikin mood lo," jelas Marvel. Dia mengeluarkan beberapa lembar tisu dari saku jasnya kemudian dia gunakan untuk mengelap tangan Luna yang kotor. Tindakannya itu membuat Luna terkejut dan refleks menarik tangan agar menjauh dari jangkauannya. Ditatapnya cewek itu bingung dengan kening yang mengerut. "Kenapa?"
"Gue mau balik aja, Vel," kata Luna terlihat kikuk.
Marvel terdiam. Ada yang salah dengan panggilan yang cewek itu lontarkan. "Vel?" tanyanya. Panggilan itu memang menjadi panggilan utama orang-orang ketika memanggil namanya. Namun, ketika Luna yang mengucapkan, entah kenapa dia merasa sangat aneh dan... asing? "Lo marah?" tanyanya, lagi.
Luna menatap kedua mata beriris gelap itu. Ada sorot cemas yang terpatri dengan jelas di sana. Dia dibuat bingung. Seharusnya, dia tidak bersikap seperti ini kepada Marvel. Mengabaikan cowok itu, bahkan ketika Marvel sudah berusaha keras untuk menjadi pribadi yang selama ini jarang sekali ditunjukkan. Namun, percakapan di ruangan berhawa dingin tadi membuat lidahnya kelu untuk sekadar menjawab pertanyaan yang Marvel lontarkan untuknya.
Luna memutuskan untuk berdiri. Dia meraih tangan kanan Marvel, lalu meminta cowok itu untuk memegang cone es krimnya. Mungkin, Marvel mengajaknya ke sini dengan niat untuk membujuk dirinya. Namun, sayang. Dia tipikal orang pemikir yang gampang terbawa perasaan jika ada kalimat-kalimat yang menyinggung hatinya.
"Gue pulang sendiri," cetus Luna. Dia pun membalikkan tubuhnya, berniat untuk pergi dari toko es krim tersebut. Setahun belakangan ini, dia jarang sekali pergi ke tempat seperti ini. Alasannya tentu karena uang. Bisa makan tiga kali sehari saja sudah sangat bersyukur.
Belum sempat Luna melangkahkan kakinya, Marvel sudah terlebih dahulu mencekal tangannya. Dia mencoba untuk berontak, tapi cowok itu justru semakin mengeratkan tangan. Dan kini, Marvel sudah berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan mata yang lebih menajam. Apakah cowok itu mulai marah karena sikapnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVELUNA: Let's Fly Together!
Teen FictionSudah Terbit + Part Masih Lengkap! Marvel Algara dan Marvin Algara, kembar identik yang memiliki takdir berbeda. Jika sang ayah, Galvin, membebaskan Marvin untuk menempuh jalan hidupnya sendiri, maka hal sebaliknya terjadi pada Marvel. Cowok itu did...