“Yuna!”
Sosok itu mendongak guna menatap sosok itu berlari kearahnya sambil memeluknya erat, sangat erat hingga Yuna merasa sulit bernapas.
“Kak,” katanya pelan. “Kau bertingkah anak kecil.”
Ryujin menjauhkan tubuhnya dan melempar senyum sambil menatap adiknya penuh hangat.
Tatapan itu menyebabkan soal tanda tanya muncul di benaknya. Yuna kebingungan, ada apa dengan kakaknya ini?
“Oh, dari mana kamu?”
Suara berat menyapa Yuna dengan penuh kejutan, jujur saja Yuna membenci suara itu menyapanya tanpa sebab.
Yuna memberikan senyum tipis pada sang kakak dan melewati sosok pria paruh baya menatapnya dengan sorotan amat Yuna benci.
Tatapan itu seakan memohon belas kasih padanya.
“Papa,” panggil Ryujin lirih. “Biarkan Yuna, berikan waktu untuk menyakinkan bahwa dia akan menerimamu kembali.”
Pria itu menyunggingkan senyum— senyuman yang menusuk hati kecil Ryujin, sungguh kasihanilah sang ayah mencoba membukakan hati anaknya.
“Kuharap begitulah.”
Yuna melempar sembarangan ranselnya, mengusap wajahnya kasar.
Detak jantungnya memompa, dengan perasaan kacau balau, dadanya terasa sesak.
Yuna sungguh tak bermaksud untuk mengacuhkannya ia, tetapi dia melakukannya karena enggan melihat wajah beliau agar hatinya tidak berkata untuk membalas dendam padanya.
Meskipun adegan yang mampu membuatnya membenci laki-laki itu, akan terngiang-ngiang di benaknya dan selalu ada di setiap saat.
Yuna menjatuhkan diri ke ranjang, menatap langit-langit kamar, merenung sejenak apakah tindakannya itu benar atau salah.
Entahlah, yang ia lakukan agar dia tak dendam kepadanya.
Maniknya menggulir ke pintu setelah indra pendengarannya menangkap suara ketukan; “masuk saja.”
Yuna mengalihkan pandangannya kembali setelah mengetahui siapa yang masuk ke dalam kamarnya.
Ryujin, sang kakak kini ikut terbaring di sampingnya dan menatap langit-langit kamar Yuna.
“Kamu baik-baik saja?”
Ryujin bertanya kepadanya, namun dijawab bahwa dia baik-baik saja.
Dan Ryujin yakin, itu bukanlah jawaban yang tepat dan menenangkan hatinya.
“Sungguh?”
Yuna menolehkan wajahnya samping, menatap sang kakak juga menatapnya.
“Kamu seperti tidak percaya padaku?”
Ryujin membesarkan matanya setelah mendengar tuturan Yuna, lalu geleng kepala.
“Bukan seperti itu, aku hanya kamu terlalu memikirkan hal yang tidak ada urusan denganmu.”
“Aku hanya tidak ingin kamu memikirkannya terlalu berat, kamu masih muda, jadi bersenang-senanglah dengan temanmu.”
Yuna menatapnya dengan tatapan teduh, tatapan hangat selalu berhasil meluluhkan hatinya.
“Terima kasih karena sudah memberikan perhatian padaku, aku benar menghargai itu.”
Ryujin tersenyum pias; “bukanlah itu wajar karena aku kakakmu. Kamu adik ‘ku.”
“Omong-omong kamu sudah makan?”
Yuna menggeleng sebagai jawabannya.
Ryujin mengeluh, bangun dari tidurnya dan menarik lengan Yuna untuk duduk; “ayo, turun kebawah, aku akan memanaskan makanan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
something more • roommates [✔️]
Fanficapapun alasannya, Lia tak bisa mengungkapkannya. © zvywrte ' 2O22.