Dua. | one shot.

12 3 1
                                    




Matahari depok masih sama teriknya seperti biasa saat seorang gadis Bernama Kinan baru saja meninggalkan kelas terakhirnya pada hari itu. Mukanya menunjukan Lelah yang teramat karena padatnya jadwal kuliah yang ia miliki. Kakinya langsung membawa kinan untuk menuju kantin yang berada tak jauh dari kelasnya. Sudah saatnya ia mengisi perut yang ia biarkan kosong sejak kemarin malam.

"kinan!" seru seseorang yang tampaknya sejak tadi sudah menunggunya di depan kelas. Kinan pun menghentikan langkahnya dan menoleh pada sumber suara, kemudian ia melihat seorang laki-laki -yang ia kenal- tengah melambaikan tangan kearahnya. Diam-diam ia menghela nafas malas. Itu adalah Rendi. Kakak tingkatnya yang secara terang-terangan mendekatinya, membuat dirinya risih.

"Kinan!"panggil laki-laki itu sekali lagi.

Kinan pun memustuskan untuk melemparkan senyumnya pada laki-laki yang kini tengah berjalan kearahnya. "Hai! Kok Belum pulang kak?"tanya kinan pada laki-laki dihadapannya.

"nungguin lo, mau ngajak pulang bareng" laki-laki itu mengatakan tujuannya secara terus terang. "yuk?"

kinan menggeleng, masih dengan senyumannya. Sebenarnya ia sudah menduga tujuan laki-laki itu menunggu di depan kelasnya. "kak Rendi, maaf...." kinan baru saja ingin menolak ajakan itu saat laki-laki dihadapannya memotong ucapannya.

"kali ini apa alasan lo? Mau kerja kelompok? Mau rapat BEM? Atau ada alasan baru yang lo bikin untuk nolak ajakan gue?" diluar dugaan ternyata Rendi berbicara dengan nada ketus. Tampak jelas ia tengah menahan emosinya. Hal ini membuat kinan terkejut karena tak biasanya rendi berbicara dengan nada seketus itu padanya.

Kinan masih sedikit terkejut saat Rendi Kembali membuka mulutnya, "lo selalu nolak ajakan gue dengan berbagai alasan, kayaknya emang lo gak berniat ngasih kesempatan buat gue deketin lo ya?"

"kak,maaf tapi gue rasa.... lo tahu jawaban dari pertanyaan lo." kinan menjawab dengan ragu. Takut-takut jawabannya justru semakin menyulut amarah yang rendi pendam.

Rendi terkekeh, sarkas. Sambil memutar kedua bola matanya, ia berkata "iya, itu pertanyaan retoris. Gue sadar kok, Tindakan lo udah menunjukan semuanya." ucapnya sebelum kemudian ia menarik nafasnya dalam-dalam.

"gue Cuma mau denger lo ngomong langsung aja, biar gue makin sadar dan bisa lebih gampang buat ngejauh dari lo." Lanjutnya dengan tatapan yang tak terlepas dari Netra milik perempuan di depannya.

Kinan tidak tahu harus merespon apa agar tidak semakin menyakiti kakak tingkatnya itu. Ia memilih diam dan terus menghindari tatapan Rendi. Rasanya ingin cepat pergi dari tempatnya berdiri, namun ia masih menghormati rendi sebagai kakak tingkatnya.

"gue... boleh tau alasannya?" Rendi memutuskan untuk membuka mulutnya Kembali dan menanyakan hal yang sudah membuatnya penasaran selama beberapa hari terakhir. "apa karena... lo belom bisa move on dari mantan terakhir lo?"

Kinan lagi-lagi menjawab dengan gelengan, "gue juga gak tau" ucapnya, jujur. Dia tampak berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "mungkin iya."

Rendi terlihat tersenyum mendengar jawaban kinan. Senyum yang sirat akan kesedihan. "terima kasih jawabannya, cukup membuat gue sadar untuk berhenti ngejar lo"ucapnya pada kinan, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan kinan yang masih terdiam dan menatap punggung rendi yang menjauh darinya.

Sudah seminggu kakak tingkatnya itu mendekati dirinya. Hampir setiap hari ia menyempatkan waktu untuk menunggu Kinan pulan dan memberi ajakan untuk pulang Bersama. Tapi Kinan tidak pernah menerima ajakan itu, bahkan satu kalipun tak pernah. Kinan tidak tahu pasti mengapa dirinya begitu menjaga jarak, bukan hanya pada Rendi tapi pada seluruh laki-laki yang terlihat hendak mendekatinya.

Dua. | One shot.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang