Part 05

42 21 229
                                    

Part Five: Genta.

_______________________________

Kepingan memori, menyatu membentuk kenangan. Sekilas mata, terus perhatikan penyesalan yang mendalam. Sudikah dirimu memaafkan?

Unknown

________________________________

o0o

    Rasanya, baru kemarin ia menggilai Genta ‘tuk pertama kali. Rasanya, baru kemarin ia melihat Genta dalam bentuk dua dimensi. Dan lagi, rasanya baru kemarin dirinya menyatakan cinta untuk Genta dalam hati, menyisipkan satu nama dalam sanubari, hingga berlanjut ‘tak bisa berdiri sendiri, tanpa eksistensi sang lelaki.

Tapi, kini, kedua mata menangkap dengan jelas sosok yang menjadi objek kegilaan seorang Raya. Sosok, yang tadinya ia pikir hanya akan berlalu sebagai khayalan yang mustahil bisa dimiliki.

Semua hanya takdir yang dapat memberitahu.

“G-Genta?”

Sret!

Tubuh mungil itu, kini tersembunyi di balik
tubuh Ata.

“Jangan berani nyentuh dia,” peringat lelaki berhoodie. Mimik mukanya begitu buruk terlihat. Pun, aura sekeliling yang seketika terasa mengerikan.

Wes, santai. Tadi nggak sengaja.” Lelaki bernama Genta itu, mengangkat kedua tangannya sebatas dada.

“Oh, jadi begini bentuk jodohku,” cicit Raya hampir menjerit. Tuhan, apakah dia tengah bermimpi saat ini? Tolong, katakan tidak. Matanya masih sehat, ‘kan? Tidak mungkin dirinya menangkap presensi yang salah.

Ata mendengus kesal setelah mendengar cicitan gadis di belakangnya. Sialan, mengapa hatinya berdenyut sakit dan panas?

“Oh, jadi lo ke sini mau jemput bini?” tanya Ata berselimut geram.

“Hah? Maksud lo apa, coba?”

“Lo nggak budeg.”

Genta memutar bola matanya dengan malas. “Lo kenapa, sih? Bini siapa coba yang lo maksud?”

Raya dihinggapi rasa takut. Apa yang harus ia katakan nanti jika Ata membeberkan semua ke-haluannya? Objek khayalannya berada tepat di depan jelaga. Tentu, keinginan untuk melarikan diri begitu sempit terjamah. Apa yang harus dirinya lakukan setelah ini?

Harusnya, ini hanya jadi mimpi semata.

Ata membawa tubuh Raya di antara dirinya dan Genta. Menjadikan gadis itu terlihat sebagai tameng untuk kedua laki-laki yang ingin berduel memperebutkan dirinya.Walaupun faktanya tidak seperti itu.

“Nih, bawa bini lo pulang,”

Genta melongo ‘tak mengerti. Apa maksud ucapan lelaki itu? “Maksudnya?”

“Ck! Kalau lo nggak mau. Biar gue yang antar.”

Eits, jelasin dulu. Enak aja lo main kabur segala.”

“Ini pacar lo, ‘kan?”

Kedua alisnya mengerut turun. “Pacar? Lo ngomong apa, sih? Gue, ‘kan, jomblo karatan.”

‘Asik! Sabilah gue jadi kandidat calon pacar, ahay!’ Kalian sudah tentu tahu, hati siapa yang sedang bermonolog.

“Hah? Jadi, lo bukan pacar dia?” Jarinya menunjuk gadis mungil yang membelakanginya. Rasa heran ikut menyerang. Jadi, ia telah ditipu?

HALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang