Part 08

47 19 143
                                    

Part Eight: Antara Raya dan Fakta.

_______________________________

Bagai dua sisi mata uang, namamu menghantarkan suka, pun, membubuh duka di waktu yang sama.

Adinaraya Pratista

________________________________

o0o


Mentari muncul di balik garis horizon yang membentang. Memperingati para insan, jika waktu arunika mengganti sinarnya rembulan.

Gerombolan manusia berpencar melakukan rutinitas di pagi hari. Khususnya, para siswa yang memenuhi setiap sisi dan sudut jalanan Ibukota. Berlomba-lomba sampai menuju naungan menuntut ilmu.

Di tengah kesibukan teman sebayanya, lain dengan seorang gadis yang kini terduduk di atas pembaringan. Tatapannya memancarkan kekosongan yang begitu kentara. Gorden yang belum terbuka, membuat parasnya terbias cahaya baskara di antara sela-sela kain.

Wajahnya pusat pasi. Berikut dengan tubuh yang bergetar pelan, bagai dihinggapi hawa dingin yang menusuk kulit. Jam weker yang terus menderingkan alarm, pun, ikut terabaikan di atas meja. Seolah, suara nyaring yang seharusnya memekakkan telinga, bukanlah apa-apa baginya.

Ini sudah hampir dua minggu, Raya terkurung di dalam kediaman tanpa mau meninggalkan sepetak tempat peristirahatan. Terus menghindari bertemu teman-teman yang ingin menjenguknya, kecuali satu-satunya sahabat yang ia beri kepercayaan sedari dulu, Dinda.

Bahkan, sejak dirinya memilih untuk hiatus dari seluruh kegiatan bersifat kependidikan, Raya selalu dihantui oleh seorang lelaki yang sudah ia cap sebagai musuh bebuyutan, kala mereka dipertemukan pertama kali sebagai teman sebangku waktu itu. Lelaki yang 'tak lain adalah Genta.

Presensi yang ia ketahui namanya sebagai Ata. Namun, semesta menamparnya dengan keras oleh fakta yang terpampang nyata. Pencipta trauma yang bergaung di dalam jiwa, kembali menghampirinya. Berhasil menundukkan kewarasan di bawah alam sadar.

Satu lagi fakta yang mampu membuatnya tercengang, bahwa Dinda dan orang itu mempunyai hubungan persaudaraan. Sahabatnya sendiri yang mengatakan. Seminggu lalu, gadis itu datang dan membeberkan segala hal yang bersifat buta pada awalnya.

"Maafin gue karena udah sembunyiin ini dari lo, Ra. Tapi, gue sama Genta sebenarnya sepupuan."

Tentu, Raya langsung emosi dan mengeluarkan kemurkaan pada Dinda. Ia merasa ditipu selama beberapa tahun mereka menjalin persahabatan. Namun, Dinda mencoba menjelaskan dengan perlahan agar dirinya mengerti.

"Gue nggak pernah punya tujuan buruk buat deketin lo dulu. Bahkan sampai sekarang."

"Itu murni karena gue cuma mau mengenal lo lebih dalam, gue mau jadi sahabat yang baik buat lo, selalu ada saat lo susah dan senang."

"Terlepas dari rasa bersalah karena Genta yang ikut gue tanggung, selebihnya, gue mau jaga lo, Ra."

Lain halnya dengan sosok yang menjadi objek dalam rasa obsesi yang memakan logika. Salah satu dari sekian banyak hal besar yang berhasil menghantam jiwanya dengan hebat.

"Sebenarnya Genta yang lo kenal adalah Zanda, dia abang kandung dari Genta, yang lo kenal sebagai Ata."

Meski sulit menerima bertubi-tubi kebenaran yang ada, Raya mencoba tetap menyurutkan rasa dendam dan kesal yang tertera. Berusaha untuk tetap menyambut Dinda, dengan terus mengingat segala jasa dan kasih sayang yang sahabatnya beri. Segala ketulusan, yang tidak bisa dirinya dapat jika bukan dari orang yang sama.

HALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang