Fenly

8 0 0
                                    


Hari ini aku berencana untuk pergi ke kampus, disaat aku tak memiliki jadwal untuk mengajar. Ku hubungi temanku Fenly , memintanya untuk menemaniku. Kebetulan dia sedang ada di kampus bersama adiknya jadinya aku tidak terlalu kesepian.

"Fen!"

"Oiii"

Benar saja ada Zweitson di sana, ku dengar adiknya akan masuk ke kampus kami, ia memiliki umur yang sama dengan Aron dan Ara. Berbeda dengan Aron dan Ara yang mungkin akan kuliah di kampus negeri, Zweitson memilih kampus swasta.

Bukan tanpa alasan aku, Fenly, Zweitson bahkan Erin sekalipun memilih kampus swasta di sini, ini karena hanya kampus ini yang dekat dengan rumah, terlalu malas untuk pergi ke tempat yang jauh, padahal sama-sama mengejar ilmu. Ya aku tahu biaya negeri dan swasta berbeda, namun kami mendapatkan beasiswa yang bebas biaya kuliah 50%, masih untung.

"Ke perpus baca buku?"

"Iseng aja, hehe"

"Oh iya Shan, adek gue mau masuk jurusan hukum cocok gak sih?"

"Lah, ku kira mau masuk olahraga"

"Kalian mah becanda mulu, aku mau masuk jurusan pendidikan"

"Hahaha.. Itu makin gak cocok"

"Oh iya Shan, gue liat Erin tadi di kantin"

"Bodo amat"

Ku lihat mata Fenly yang seakan sedang menggodaku. Ayolah, Fenly sangat senang menggodaku dengan mengatakan Erin dan aku sedang PDKT.

"Ntar Erin pacaran lagi nangis loooh"

Serius, kalau Fenly lagi mode manas-manasin pengen ku tarik rambut coklatnya itu, untung aja lagi ada Zweitson, Fenly jadi selamat.

"Kak Erin itu yang rambutnya coklat panjang yang lagi makan batagor itu ya?"

"Iya.. Yang gue tadi tegor, cantikan?"

"Iya cantik, rupanya cemceman bang Shandy.. Bisa aja nih bang Shandy milih ceweknya"

Mulai pula ini adeknya, sama-sama ngeselin.

"Udahlah aku ke perpus sendiri aja.."

"Idiiih ngambek.."

-

Satu jam sudah kami lewati di dalam perpus yang mulai sepi ini, Fenly yang sedang tertidur di atas buku, sedangkan Zweitson sedang memperhatikan buku skripsi yang terletak di rak belakang.

Ponsel ku berdering menampakan Erin yang memberikan ku sebuah pesan, mengajak untuk pergi ke kampus, tak tahu saja dia aku sedang di perpus. Namun pesannya ku abaikan saja, seolah aku sedang sibuk sekarang.

Setelah tiga jam di perpus kami memutuskan untuk makan di salah satu cafe yang terkenal dengan waflenya. Kebetulan kami semua sedang ingin makan yang manis-manis. Fenly mengatakan ia akan mentraktir dengan alasan dirinya yang telah diterima kerja.

"Ini wafle ice creamnya"

"Enak banget keliatannya"

"Iya bang Shan, enak banget keknya"

"SHANDY!!!"

Fenly dan Zweitson yang kompak menoleh ke arah sumber suara yang menggelegar itu, sedangkan aku yang tahu siapa yang memanggilku hanya asik memakan wafle yang cantik ini.

"Rin suara lu bisa dikecilin gak sih"

"Eh Fen, temen kamu yang namanya Shandy itu tuli! Liat aja dia gak tau kalo aku manggil dia, padahal aku dah jerit"

"Itu mah bukan tuli Rin, tapi emang pura-pura gak tahu"

"Iiishhh... Shandy! Kenapa gak bilang kamu di kampus sih?!"

Aku masih fokus dengan waflenya mengabaikan suara yang sebenarnya sangat menganggu telingaku.

"Oohh Shandy gak bilang, karena tadi dia lagi sama cewek"

"Sama cewek? Siapa? Perasaan temen ceweknya aku doang"

"Pft" / "Pft"

Aku dan Fenly kompak menahan tawa. Jujur saja bukankah Erin terlihat pede dengan perkataannya, seolah hanya dia wanita yang ada di sekitarku.

"Jadi beneran Shandy lagi sama cewek tadi?"

"Iya.. Lebih muda dari kita malah, cantik, pinter, pantes aja Shandy sering ke perpus, ternyata buat ketemu sama cewek itu"

Raut wajah Erin nampak sedih mendengar cerita Fenly, setidaknya dengan ini Erin bisa sedikit menjaga jarak denganku.

"Gak boleh! Shan, cuma aku yaaa temen cewekmu! Ya.. Ya.. Yaa?"

Fenly menendang kakiku seakan memintaku untuk merespon Erin, padahal aku tahu sangat jelas kalau Fenly senang menonton apa yang ada di hadapannya ini.

"Kak Shandy?"

Mata kami menatap sosok gadis yang telah berdiri di dekat meja kami.

"Eh? Ara, ngapai ke sini?"

Yang bener aja, ini kan masih daerah kampusku, masa ada Ara di sini.

"Ahh aku lagi nemenin temenku liat kampus ini. Gak nyangka ketemu kak Shandy di sini"

"Kalau gitu temennya mana? Ajak ke sini aja biar satu meja"

"Gak usah kak, kita udah selesai kok. Oh ya kak, besok bisa ke rumah kan?"

"Iya.. Besok nanti di kabarin"

"Kalau gitu aku balik dulu yaa.."

"Kakak anterin yaa.."

Aku menemani Ara sampai parkiran, Ara juga mengenalkan temennya yang mungkin juga ia adalah teman Aron, sesuai dengan kata Ara mereka satu kelas.

Ara berpamitan padaku, tak lupa mengingatkanku untuk datang ke rumahnya besok untuk mengajar.

Baru saja meninggalkan mereka sebentar, Fenly menatapku dengan seringaian yang sudah jelas aku tahu jawabannya, dia pasti habis memancing Erin. Lihat saja muka Erin yang terlihat kesal menatapku.

"Kali ini apa lagi?" Kalimat pertama saat aku kembali duduk menyantap wafleku.

"Itu siapa?"

"Ara.. Temen Aron"

"Kok cantik?"

Ayolah.. Seakan wanita lainnya hanya manusia pendukung sedangkan dirinya adalah pemeran utama yang harus dirinyalah yang paling cantik.

"Gini ya Rin.. Sebagai cowok yang udah deket sama Shandy, bisa gue simpulin kalau Shandy ada hati sama tu cewek.. Siapa namanya?"

"Ara"

"Iya, sama yang namanya Ara"

"Bacot deh kamu Fen, Shandy itu gak playboy kek kamu tahuu"

"Gak lihat gimana cara Shandy ngobrol sama tu cewek? Lembut, pas ngobrol saling tatap, pas mau balik dianterin pula sama Shandy"

"Emang bang Shandy itu gantle banget sih"

Ini kenapa Zweitson ikut manas-manasin Erin sih? Hadeeeh.. Sebenernya aku udah mau balik aja kerumah, tapi setelah melihat wajah Erin yang seperti akan meledak, malah mengurungkan niatku. Ternyata dia lucu juga kalau lagi marah kek gini.

"Dah lah aku mau balik aja"

"Iya.. Hati-hati"

"SHANDY! ANTERIN AKU JUGA DOOONG!"

"BWAHAHHA"

Mataku melotot saat mendengar teriakan Erin dan tawanya Fenly yang seakan menertawakanku.

"Gak"

"HUUUUAAAA"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2 PasangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang