bab 5

0 1 0
                                    

Di sebuah kamar berukuran kecil, Markonah senyum-senyum sendiri. Membayangkan dirinya dengan Ujang yang akan menghabiskan waktu bersama. Markonah sudah tak sabar menunggu hari esok.

Saat dirinya sedang asik berhalu ria, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Markonah bangkit dengan rasa malas dan membuka pintu. Terlihat sosok gadis dengan baju kaos berwarna pink dan celana jeans berwarna hitam berdiri di depan pintu.

"Sri," ucap Markonah terkejut.

"Kok kaya kaget gitu? Kamu terpesona sama kecantikan ku." Sri mengibaskan rambut panjangnya.

"Sembarangan, gini-gini aku penyuka cogan. Sebenarnya lo mau kemana sih, rapi begini? tumben banget," ucap Markonah sambil melihat Sri dari atas sampai bawah.

"Mau ikut lo sama ujang ngerjain tugas ke kampung sebrang," ucap Sri santai.

Markonah hanya melongo mendengarnya, dia dan Ujangkan baru akan mengerjakan tugasnya besok. Dia berniat ingin mengerjakan berdua, tetapi kenapa Sri malah mau ikut. Dia ingin sekali menolak, tetapi di satu sisi Sri adalah sahabat terbaiknya.

"Tapi kan besok ngerjainnya," ucap Markonah dengan nada datar.

"Kata siapa besok? Orang Ujang aja udah aku ajak ke sini, tuh." Sri menunjuk Ujang yang sedang duduk di kursi.

"Kenapa kalian nggak kabarin aku dulu?" tanya Markonah kesal.

"Udah deh, nggak usah banyak protes. Mending sekarang kamu ganti baju." Sri mendorong masuk Markonah ke dalam kamar.

Dengan rasa kesal Markonah masuk ke kamar dan mencoba bajunya satu persatu, lalu melemparnya sembarang arah ketika dia merasa tidak cocok. Gadis itu menarik nafas kasar, saat semua baju yang dicoba membuatnya seperti tiang listrik.

"Aku harus cantik di depan Ujang, nggak boleh kalah sama Sri," gumamnya sambil memilih baju di lemari.

"Nah, ini kayanya cocok."

Markonah mengambil baju berwarna abu-abu yang dia padukan dengan rok selutut berwarna hitam. Dia menatap dirinya dalam cermin dan memoles wajah manisnya dengan bedak bayi. Rambut yang di kuncir kuda membuatnya terlihat elegan.

"Maaf, yah. Agak lama," ucap Markonah saat keluar kamar.

Ujang menatap Markonah tanpa berkedip, dia terpesona dengan penampilan teman sekelasnya yang terlihat begitu berbeda. Dia bangkit dari duduknya dan terus menatap Markonah sambil tersenyum. Gadis di depannya hanya bisa tersipu malu.

"Iyah, nggak papa kok. Harusnya gue yang minta maaf, dateng tanpa ngabarin lo lebih dulu," ucap Ujang dan dibalas dengan anggukan oleh Markonah.

"Tumben lo mau keluar serapi ini? Biasanya cuma pake kaos sama celana kolor," ucap Sri yang heran dengan kelakuan sahabatnya akhir-akhir ini.

"Kenapa emang? Kamu takut kalah cantik, ya?" tanya Markonah sambil tersenyum.

"Ya enggaklah, masa aku iri sama sahabatku sendiri." Sri merangkul pundak Markonah.

"Mending kita berangkat sekarang biar nggak kesorean," lanjut Sri sambil mengambil tas yang tergeletak di atas meja.

Mereka bertiga pergi ke kampung sebrang dengan sepedah motor. Ujang membonceng Markonah dan Sri mengendarai motornya sendiri. Jalan menuju kampung Serdang rusak parah.

"Hati-hati dong, Jang! Aku bisa jatuh ini," ujar Markonah saat motor yang Ujang kendarai melindas batu dan membuat motornya sedikit oleng.

"Pegangan yang kuat makanya, jangan pegangan kaya orang jijik begitu," sindir ujang.

"Ya ini udah pegangan, Ujang Bin Markujang!" ketus Markonah.

Ujang menghentikan motornya, Dia menoleh hingga membuat netra keduanya bertemu. Ujang memegang tangan Markonah dan menempatkan di pundaknya.

"Pegangan itu di sini, bukan malah tarik-tarik baju gue," ketusnya.

"Iyah, tapi nggak usah pegang-pegang. Oh, lo pasti mau modus, ya?"

"Terserah," jawab Ujang datar.

Saat Ujang hendak melajukan motornya, tiba-tiba Sri berteriak membuat keduanya menoleh ke asal suara.

"Aduh!" teriaknya saat smotor yang dia kendarai tak sengaja masuk ke jalan yang berlubang.

Markonah segera turun dari motor dan berlari menghampiri sahabatnya.

"Sri, kamu nggak papa?" tanyanya khawatir.

"Nggak papa gimana? Orang aku jatuh, mana kakiku sakit lagi," ucapnya sambil memimijit kakinya.

"Sini aku bantu berdiri."

Ujang mengulurkan tangannya dan langsung diterima oleh Sri. Entah Ujang yang menariknya terlalu kuat atau Sri yang memang kakinya begitu sakit, sehingga membuatnya terhuyung dan menabrak dada Ujang karena tak seimbang. Netra keduanya bertemu, Markonah mencoba menahan sakit yang tiba-tiba muncul di hatinya ketika melihat Romeo dan Juliet yang ada di depannya.

Mbeee!

Suara kambing membuat Ujang dan Sri tersadar dari lamunan masing-masing. Markonah mencoba terlihat biasa saja dan membangunkan sepeda sahabatnya.

"Makasih ya, Mar," ucap Sri saat melihat Markonah membantu membangunkan motornya.

Sri bejalan menghampiri Markonah, tetapi karena kakinya sakit dia terjatuh dan di tangkap oleh Ujang. Lagi dan lagi Markonah menahan sakit dalam diam. Waktu seolah berhenti, membuat kedua insan itu saling tatap dalam waktu yang cukup lama.

"Sri nanti biar aku aja yah yang bawa motornya, kamu ikut bonceng sama Ujang aja," ucap Markonah datar.

"I-iya Mar, makasih ya Udah mau bawain motorku. Ini kakiku bener-bener sakit banget nggak kuat sih kalo harus bawa motor sendiri."

"Ternyata lo sahabat yang pengertian juga ya, Mar. Nggak nyangka banget gua," ucap Ujang sambil tersenyum.

"Lo pikir gue manusia berhati batu yang nggak punya rasa peduli," ketus Markonah.

"Bukannya emang lo gadis batu ya kalo di kelas, keras kepala dan punya ego yang tinggi," sindir Ujang membuat Markonah menatapnya dengan tajam.

"Udah deh, kalian bisa nggak sih sehari tanpa debat? Ini kaki gue sakit lama-lama berdiri, mending kita lanjutin perjalanan kita aja," ucap Sri mencoba untuk menengahi.

Ada rasa tidak rela di hati Markonah ketika melihat Sri berboncengan dengan Ujang. Sepanjang perjalanan Sri dan Ujang terlihat sangat akrab, sesekali Sri menepuk pundak Ujang yang disambut dengan gelak tawa oleh pemiliknya.

Tak terasa mereka sudah sampai di kampung sebrang, Ujang langsung membantu Sri untuk berjalan dan duduk di sebuah pos ronda. Sedangkan Markonah, gadis itu segera mencari warga untuk dijadikan narasumber. Dia ingin segera menyelesaikan tugas dan pulang, dia sudah tidak kuat melihat kebersamaan Ujang dan Sri.

Markonah melihat seorang wanita paru baya sedang mencari kayu bakar yang tak jauh dari tempatnya berdiri, gadis itu segera menghampirinya.

"Assalamualaikum, Bu," ucap Markonah lembut.

"Waalaikumsalam," jawab wanita itu sambil menoleh. "Ada apa, ya?" lanjutnya.

"Sebelumnya perkenalkan saya Markonah, siswa SMA Nusa Bakti yang ingin mengenal lebih dalam tentang tradisi kawin gantung yang ada di kampung ini untuk bahan tugas kami. Jika tidak keberatan, bolehkah saya dan teman-teman saya meminta waktu ibu sebentar?"

Ujang kagum dengan publik speaking yang dimiliki Markonah, lelaki itu terus menatap Markonah sambil tersenyum. Sri yang melihat Ujang senyum-senyum sendiri pun merasa jengkel.

"Jang!" Sri menepuk pundak Ujang.

"Iyah, ada apa?"

"Aku haus, kita beli es yuk!" ajak Sri sambil menunjuk sebuah warung yang tak jauh dari mereka.

Ujang mengangguk dan membantu Sri pergi ke warung. Markonah hanya melirik sekilas sambil tersenyum miris. Dia melanjutkan wawancaranya untuk mencari informasi mengenai kawin gantung yang ada di kampung Sebrang.

Bersambung ....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ini Bukan NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang