Chapter 1 || si dekil

404 14 0
                                    

"Kakak, kamu berangkat bareng Evy gih. Papa gak ke kantor soalnya, jadi dia bareng sama kamu ya. Lagian kan searah ya," ujar seorang Ibu bernama Naya itu sambil menyiapkan dua kotak bekal untuk kedua anaknya.

"Gak mauu, Maa, kakak malu." Tolak si sulung sambil menatap malas adiknya yang sedang memakan sereal.

"Malu kenapa sih? Kamu anter pake motor kak, bukan pake beca. Ngapain malu?" Sang Ibu menggeleng mendengar alasan putranya itu.

"Bukan itu, Kakak malu kalo bareng dia. Dekil banget soalnya, ojek kan banyak Maa," si sulung tetap tidak mau.

"Sean, apa salahnya sih nak? Dia adikmu loh. Gak Kasian apa?"

"Aku bareng sama Jevan aja Ma," kata Evelyn yang sedari tadi diam. Dia meminum susunya hingga habis lalu bangkit dari duduknya. Terlebih dahulu berpamitan pada sang Ibu lau buru-buru berjalan keluar.

Evelyn menunggu di depan komplek, sebelumnya dia mengabari Jean terlebih dahulu. Dan Jevan setuju dan akan segera kesana.

Pandangannya beralih pada sebuah motor kakaknya yang baru saja melaju melewatinya, tanpa sepatah kata apapun. Dia menggedikan bahunya acuh. Sudah terbiasa menghadapi sikap dia yang tidak menyukainya.

"Vel! Ayoo naik," Jevan menghampiri Evelyn dengan motornya. Evelyn segera naik motor itu dan mereka pun berangkat ke sekolah bersama.

Evelyn dan Jevan memang cukup dekat, mereka selalu satu sekolah dari taman kanak-kanak sampai sekarang sekolah menengah pertama. Sebentar lagi mereka akan lulus.

Banyak orang yang tidak suka pada kedekatan mereka, karena penampilan mereka yang berbeda jauh. Jevan yang selalu rapi dan tampan. Sedangkan Evelyn yang apa adanya dan dekil.

Saat sampai di sekolah, mereka masuk kelas bersama. Evelyn acuh dengan suara bisikan-bisikan negatif yang dia dengar. Sudah terbiasa.

"Gue mau ke kelas dulu ya, dadaaah.." Evelyn melambaikan tangannya pada Jevan.

Jevan tersenyum menampilkan lesung pipinya. Dia mengacak rambut Evelyn sambil tertawa.

"Iyaa, belajar yang bener lo. Jangan mikirin cowok mulu," katanya.

Evelyn mendengus sebal, dia memukul pundak Jevan cukup kencang. Lalu dia langsung masuk ke kelasnya.

Evelyn duduk di samping Mora, teman sebangku nya. Sahabatnya itu langsung menutup novelnya dan mengalihkan perhatian pada Evelyn.

"Vy, bentar lagi lulus kan. Lo mau lanjut kemana?" Tanya Mora.

"Gak tau sih gue, ngikut ortu aja sih. Soalnya mereka yang bayar kan," kata Evelyn.

"Iya juga sih. Tapi gue pengen satu sekolah lagi sama lo Vy,"

"Yaa, nanti gue kabarin ya kalo udah nemu sekolahnya."

.:.



"Mah! Kok dia sekolah di tempat aku sih?! Gak mau Mah!" Suara protesan si sulung menggema di ruang tamu.

Sang Ayah menggeleng pelan. "Ya memangnya kenapa Kak? Evy itu kan adikmu. Sekalian juga kamu bisa jagain dia,"

"Papa, pokoknya gak mau ya. Malu Pah, Mah. Aku di sekolah terkenal loh, gimana kara orang kalo nanti mereka tau aku punya Adek jelek sama dekil banget kayak Evelyn!" Sean menggelengkan kepalanya.

Naya menghela nafasnya. "Evelyn tetap sekolah disana, mau kamu malu atau enggak, itu urusanmu,"

Sedangkan Evelyn hanya acuh mendengar itu semua, karena sudah terbiasa. Dia hanya fokus menonton televisi sambil memakan kue kering buatan Ibunya.

"Ma, please. Pindahin ya sekolah dia. Aku gak mau Maa," Sean memelas menatap kedua orang tuanya. Namun mereka hanya acuh.

Sean menatap tajam Adiknya, dia mengumpat pelan. Lalu dia masuk ke kamarnya dengan membanting pintu cukup keras.

"Ck, dasar anak muda." Naya terkekeh pelan, dia lalu membawa Evelyn untuk bersandar padanya.

"Gak kerasa banget, Putri Mama udah gede. Udah mau masuk SMA ya Nak," Naya mengecup puncak kepala Evelyn.

Begitupun sang Ayah yang ikut memeluknya. "Nanti kalau Adek punya pacar, jangan lupa bilang ke kita ya, biar nanti di sidang dulu,"

"Apa sih Papaa, aku masih kecil. Gak mau pacaran dulu. Mau jadi Dokter dulu hehe," Evelyn menunjukan cengirannya.

"Kenapa mau jadi Dokter?" Tanya Doni—Ayahnya.

"Biar bisa nolongin orang Pa, kata Bu Lala nolongin orang itu sikap yang baik. Jadi Adek pingin jadi anak baik yang suka nolongin orang,"

Kedua orang tuanya tersenyum mendengar itu, mereka bangga mempunyai Evelyn dan hatinya yang begitu tulus.

"Bagus, Papa sama Mama dukung cita-cita kamu,"

Mereka kembali menonton film kartun kesukaan Evelyn dengan sesekali tertawa karena gurauan sang Ayah.

Di dalam kamar Sean mengepalkan tangannya menahan emosi mendengar semua itu.

"Bangsat!" Umpatnya.

Dia membanting figura foto keluarganya hingga pecah.

"Semuanya aja si dekil!"

.:.

"Kil!"

"Woy! Budek lo ya?!"

"Apa?" Evelyn menoleh ke belakang dengan malas.

"Bikinin minum buat gue sama temen-temen, bawa ke ruang tamu,"

Evelyn menghela nafasnya, dia mengangguk. Jika menolak pasti Sean akan memarahinya habis-habisan.

Setelah selesai, dia membawanya menuju ruang tamu yang cukup ramai karena teman-teman kakanya berada disana.

"Widihh, kiw neng cantik! Berapa nomor wa nya?"

"Sean, kenalin dong sama Adek lo. Gue Carellio Loeyandra!"

"Gue Kevano Aditya!"

Sean berdecak, dia mengisyaratkan Evelyn agar pergi dari sana. "Pergi lo, gak usah ganjen jadi cewek,"

Evelyn memutar bola matanya malas, dia langsung pergi dari sana. Kadang dia berfikir, dia punya salah apa dengan kakaknya, sehingga Sean sangat membencinya dan selalu melontarkan kata-kata pedas untuknya.

Sejak kecil Sean terus menyebutnya si dekil, memang sih Evelyn juga merasa begitu. Tapi sekarang dia sudah mulai merubah penampilannya, bukan karena Sean, tapi karena keinginannya sendiri.

Saat kecil Evelyn memang selalu bermain bersama dengan anak laki-laki. Entah bermain bola ataupun mencuri buah milik orang lain. Tidak seperti Sean yang sejak kecil hanya sering menghabiskan waktu di rumah.

Sehingga kakaknya itu punya paras yang tampan dan rapi. Penampilan baginya nomor satu. Jadi dia berdampingan bersama Kakaknya orang tidak akan percaya jika mereka adalah adik kakak.

"Kil! Lo liat jaket gue gak?!"

"Dekil?!"

"Kil.. gue sumpahin lo budek ya!"

Evelyn berdecak. "Gue punya nama asal lo tau!"

"Oh aja sih gue. Mana jaket gue yang kemaren gue suruh cuci?" Tanya Sean.

"Jemuran,"

Tanpa mengucapkan terimakasih, Sean langsung melenggang dari sana. Evelyn menggeleng pelan melihat kelakuannya itu.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang