Chapter 4 || kakak

162 9 0
                                    

Evelyn meregangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah bangun tidur, dia melihat Sean yang sedang membuat sarapan. Tumben sekali, pikirnya.

"Udah bangun?" Tanya Sean.

Evelyn mengangguk. "Tumben,"

"Ck, sarapan sana. Jangan banyak omong. Berangkat sama gue,"

"Dih, katanya malu berangkat bareng gue yang dekil," cibir Evelyn.

Sean berdecak. "Tinggal nurut, gak usah banyak omong. Gue Abang lo ya,"

Evelyn hanya diam. Dia lebih baik memakan sarapannya daripada berdebat dengan Sean. Karena berakhir dia akan kalah.

.:.

Evelyn menghela nafas lelah, dia menyeka keringat yang ada di dahinya. Tangannya beberapa kali mengipasi wajahnya sendiri karena kegerahan.

Setelah bermain basket, Evelyn langsung beristirahat di pinggir lapangan.

Evelyn terkejut saat melihat ada air mineral tepat di depan wajahnya. Dia menoleh dan melihat Sean yang menatapnya dengan tatapan seperti biasanya, datar.

Evelyn menerimanya, dia meminumnya hingga tersisa setengah. "Thanks.."

Sean mengangguk, dia duduk di sebelah Evelyn. Dia memandangnya cukup lama, lalu dia mengusap keringat di dahinya.

Evelyn tentu saja tersentak kaget dengan perlakuan dari kakak laki-lakinya itu. Apalagi mereka tidak pernah sedekat ini. Ini baru pertama kalinya.

"Lo keringetan,"

Evelyn berdeham canggung, dia menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat dengan kakaknya itu. Karena dia masih belum terbiasa.

Bukan karena dia dendam pada Sean, tetapi karena harus membiasakan dengan sikap Sean yang berubah menjadi baik kepadanya.

"Pulang bareng gue, gue tunggu lo di parkiran,"

Setelah mengucapkan itu Sean langsung melenggang pergo dari sana. Evelyn jadi heran sama kelakuan kakanya itu. Padahal dia sendiri yang meminta agar mereka menjaga jarak dan saling tidak kenal. Tapi dia sendiri yang melanggar perjanjian itu.

"Woyy ngelamun aja lo,"

Evelyn tersentak kaget saat Jean duduk di sampingnya. Dia tertawa melihat wajah bingung  Evelyn. Menurutnya itu sangat lucu.

"Tumben tadi Abang lo nyamperin,  biasanya kalian kek orang gak kenal," kata Jean.

Evelyn menggedikan bahunya tidak tau. "Gak tau, gak jelas emang tuh orang,"

"Jajan yuk, gue abis menang basket nih. Buat ngerayain gue mau traktir lo seblak di depan sekolah."

Evelyn langsung berdiri dengan semangat. Siapa yang nolak kalo di tawaran makanan kesukaan, gratis lagi. Jean emang terbaik, pikirnya.

"Ganti baju dulu, baju lo kata gue agak ketat dikit.  Kekecilan ya? Kenapa gak beli lagi?" Decak Jean lalu menarik Evelyn menuju kelas agar segera mengganti bajunya.  Karena jam pelajaran sudah berakhir.

.:.

Jean mengusap gemas rambut Evelyn saat wanita itu bergelayut manja di lengannya. Mereka saat ini akan menuju warung yang biasa mereka datangi.

"Gue mau yang pedees banget!"

Jean tertawa melihat Evelyn yang terlihat sangat bersemangat itu. Hal sederhana saja bisa membuat gadis itu tertawa dengan begitu lepas.

Namun saat di koridor mereka melihat Sean dan teman-temannya sedang berkumpul. Hingga akhirnya Sean menghampiri mereka dan langsung melirik tangan mereka yang bergandengan.

"Kemana?"

"Beli seblak,"

"Jangan, ntar lo sakit perut!"

"Gak apa-apaa.  udah ya kak. Gue buru-buru.  Keburu ngantri nanti. Ayo Jeann!" Pekik Evelyn sambil menarik Jean dari sana.

Sean  menatap tidak suka pada keduanya. Entah mengapa dia merasa marah dan kehilangan mood nya saat melihat kedekatan mereka.

Kevan menemukan bahu Sean. "Iri ya lo. Liat adek lo lebih deket dan manja sama cowok lain,"

Sean memukul bahunya. "Gak jelas lo!"

"Haha bener banget. Muka dia kek nahan berak pas liat mereka gandengan." Carrel ikut menimpali.

"Bener Rel, makannya Arsean, lo tuh jangan suka ngata-ngatain adem sendiri dekil lah jelek lah, tapi sekarang apa? Doi makin cantik, putih bening gitu, beuuhh.." Kevan menggelengkan kepalanya membayangkan kecantikan Evelyn. 

Carrel mengangguk setuju. "Sebenernya dari dulu Evy emang cantik. Cuma si Sean aja yang Mataram matanya. Orang cantik gitu dikatakan dekil,"

Sean berdecak kesal, dia menggebrak meja. "Bacot kalian!"

Setelah itu langsung melenggang pergi dari sana. Dia lebih baik pergi ke rooftop agar terhindar dari ledekan para sahabatnya itu.






.:.






"Duuuhhh, sakit banget huhuhu.. "

Evelyn sedari tadi meringkuk seraya memegangi perutnya yang terasa sakit. Mungkin karena gara-gara dia makan seblak dengan sambal yang sangat banyak.

"Vy beli—ehh lo kenapa?!" Sean yang baru saja masuk kamar terkejut saat melihat Adiknya meringkuk kesakitan.

Evelyn menatap Sean dengan matanya yang sembab itu. Dan entah mengapa itu terlihat sangat menggemaskan di mata Sean. Dengan bibirnya yang melengkung ke bawah membuat Evelyn semakin imut.

Sean menggelengkan kepalanya saat pikiran aneh itu muncul. "Kenapa?"

"Sakiit perutnya huhuhu.."

Sean  berdecak, dia ingat sesuatu. "Pasti gara-gara tadi lo makan seblak kan?! Makannya lo tuh—"

Evelyn semakin terisak.  "K-kan gak tau! Jangan ngomel. Udah mah ini sakit, makin sakit lagi.."

Sean kelabakan sendiri. "Ck, bentar gue ambil obat dulu."

Tak lama kemudian Sean kembali sambil membawa makanan dan juga satu butir obat.

"Tadi gue telfon Mama, katanya makan dulu. nih masih ada sayur sop sisa tadi. Baru minum obat,"

Sean  dengan telaten menyuapi Evelyn,  setelah itu langsung memberikannya obat. Evelyn merasakan ngantuk setelah memakan obat itu.

Sean berbaring di sebelah Evelyn,  dia memeluknya dari belakang dan mengusap rambutnya.

"Lo gak keluar?" Tanya Evelyn.

"Enggak, gue disini. Sama lo," kata Sean.

Evelyn hanya diam, dia menikmati usapan lembut Sean, semakin lama matanya hampir terpejam.

"Gue ngelarang lo karna gue sayang sama lo, Vy. Gue gak mau liat lo sakit, gue sayang banget sama lo.." kata Sean dengan suara pelan.

Evelyn mendengar itu semua, dia menahan detak jantungnya yang berdetak tidak beraturan. Rasa mengantuknya hilang entah kemana.

"Gue kakak lo Vy.. gue gak mau liat lo sakit.."

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang