Cuaca tidak bagus akhir minggu ini. Ada awan hitam yang tengah menampakkan diri dengan tidak malu sejak pagi petang, sedikit menggeser posisi sang pemilik siang meski hanya sebentar.
Akhir minggu adalah hari di mana setiap orang mendambakan untuk bisa menikmati hari, tetapi dengan mendung tebal? Mungkin tidak terlalu buruk, masih terdapat selimut dan secangkir minuman hangat yang siap menemani sembari menikmati guyuran air dari atas langit.
Para pekerja sudah tentu mendapat jatah libur, begitu pun dengan sekolah. Maka untuk menikmati pagi mendung ini, Lan memilih untuk mengadakan ritual makan biskuit Hatari sembari minum teh hangat asli dari Jepang yang dibawakan oleh rekan kerja pak Qiren, yakni pak Baruto.
Lan Qiren sudah segar dan klimis, agaknya pak tua itu tetap memilih mandi di pagi buta meski cuaca tengah sangat mendukung untuk tidak mandi seharian. Rumah yang tidak seperti rumah itu hanya ditempati oleh dirinya, si cucu dan enam asisten rumah tangga. Jadi, jika si cucu sedang tidak berada di tempat, tentu saja pak tua itu akan merasa kesepian.
Lan Qiren sadar dan tahu betul jika dirinya amat sangat menyayangi si tunggal, apa pun akan pak tua itu berikan, apa pun jika itu untuk kebahagian sang cucu. Menghela napas panjang, Lan Qiren kadang merasa egois jika mengingat bagaimana dirinya memaksa Yibo untuk bersekolah di luar negri dengan alasan agar anak itu bisa menggambil alih apa yang sudah menjadi haknya. Masih ada sedikit luka lama mengapa sampai dirinya tidak memberikan segala yang dia miliki pada anak semata wayangnya---Lan Qinghe.
Hujan sudah turun dengan cukup deras, tetapi dirinya masih sendirian di atas kursi pijit otomatis. Merasa kesepian, pak tua itu punya ide untuk menjahili cucu yang dia rasa masih ada di alam Avatar menjadi hero si pengendali angin topan.
Tuut tuutt tuttt!
Nomor yang sedang Anda tuju sedang dalam panggilan lain.
Melongo, rahang Lan Qiren serasa mau mencapai leher karena saking terkejutnya. Tidak, tidak ini bukan cucunya. Tidak ada yang bisa membuat Yibo kehilangan pagi dengan hanya panggilan telefon, panggilan telefon! Bahkan orang tua, atau pun dirinya sebagai kakek keramat.
"Bocah lengkuas itu sudah bangun dan tidak menyapaku! Wah, apa dia mau kuhapus namanya dengan tipe-x dari daftar KK Lan!" Lan Qiren langsung meloncat dari kursi pijit dan bergegas menuju lift sampai sandal bulunya yang berbentuk angsa tertukar kanan dan kiri.
Asistennya hanya plonga plongo melihat tingkah majikan, niat hati ingin tertawa sampai bengek, tetapi langsung ditahan jika masih ingin membeli sawah di desa dan sapi dari gaji yang dia dapat dari tempatnya bekerja ini.
Kamar Yibo ada di lantai 3, lantai utama dengan pemandangan langsung ke perkebunan dan menghadap air terjun dari belakang bukit terkenal Gusu.
Tanpa aba-aba, Lan Qiren langsung menekan tombol kamar Yibo. Tidak perlu menunggu lama, si pemilik kamar langsung membukakan pintu dari dalam menggunakan remote control, sementara dirinya masih berpeluk mesra dengan guling dan boneka singa.
"Ni Hao, Kakek buyut," sapa Yibo dengan melakukan salam sujud dari atas kasur.
Lan Qiren sama sekali tidak marah, hal itu sudah pasti akan Yibo lakukan pada dirinya. Lan Qiren justru akan langsung memicingkan mata jika cucu satu ini tidak membual barang sehari. Mengelus dada, Lan Qiren berjalan ke arah Yibo dengan hati tenang.
"Syukurlah, dia masih waras."
Seakan tahu dengan apa yang kakeknya katakan, Yibo berdecih dengan satu sudut bibir diangkat ke atas, "aku memang tidak gila, Kek."
Kakek tua itu memutar bola mata, tetapi langsung duduk di kasur besar milik Yibo. Yibo pun menggerakkan punggung dan duduk tegak, menggeliat seraya menguap lebar.
"Jangan bilang mau mengadakan rapat di kamarku. No, big no. Ini hari libur, jangan merusaknya," ucap Yibo mengeluarkan ultimatum.
Anggota tertua Lan itu tentu saja menggeleng, siapa juga mau merusak hari dengan urusan sekolah? Masih ada hari esok.
"Bagaimana Gusu?" Lan Qiren bertanya untuk kali pertama ketika Yibo memutuskan untuk mau menetap di kota ini.
Membenarkan poni, pria tampan itu menjawab dengan santai, "tidak terlalu buruk."
Namun, belum dua detik Yibo mengatakan tidak terlalu buruk, tiba-tiba saja wajahnya sedikit memanas dengan sedikit semburat pink. "Eum, sebenarnya tidak buruk. Aku suka tinggal di sini, hehehe."
Lan Qiren mengangguk-angguk, tangannya terlipat ke dada, tetapi jelas terlihat dari wajahnya jika pak tua itu merasa lega.
"Tentu saja. Bukankah kakek ini sudah menawarimu untuk tinggal di sini setelah kau lulus? Aih, tsk, tsk, sekarang saja baru sadar kalau Gusu indah," Lan Qiren berkata penuh kemenangan.
Kali ini giliran Yibo yang mengangguk, senyumnya lain dari hari-hari sebelumnya, senyumnya lumayan sumringah. "Harusnya aku tinggal di sini dari dulu dan bukan di Yiling."
Pak tua itu tertawa, puas akan jawaban yang dia dengar langsung dari bibir cucu tersayang sampai planet Saturnus jauhnya. Merasa dirinya sudah menang, Lan Qiren tidak ragu untuk terus mengajaknya bicara selagi mood Yibo sedang sangat baik.
"Lalu dengan sekolah? Sudah bisa menyesuaikan diri?"
Yibo menjawab dengan menjetikkan jari kelingking, "bukan masalah berarti. Sehari di sana aku sudah menggeser posisi kakek menjadi primadona, hahaha."
Lagi dan lagi, Lan Qiren tentu akan tertawa jika untuk cucunya ini. "Hola, hola. Teman bagaimana? Sudah dapat bestie belum? Berani taruhan, kau selalu makan sendirian disaat istirahat kelas. Ishh, ishhh kasihan, hahahaa," Lan Qiren meledek dengan memukul-mukul tangan ke paha. Yah, dirinya sudah tahu jika Yibo sulit untuk membuka diri dengan orang asing.
Menaikkan alis, Yibo tertawa mengejek, "oiya? Aiyoyo, padahal semuanya berebut ingin satu meja denganku. Aiyo, bagaimana ini?"
Meneguk ludah, Lan Qiren membuka bibir seolah tidak percaya. "Jangan membual. Siapa mau dekat? Mukamu saja jarang senyum."
Tidak mau dianggap membual dan hanya omong kosong, Yibo segera membuka handphonenya dan menunjukkan grub yang dibuat oleh teman-temannya. "Ini bagaimana?"
Qiren membaca lekat-lekat. 'Guru Keren Sepanjang Masa😎'
Barulah Lan Qiren percaya kalau cucunya ini sudah benar-benar bisa berbaur dengan lingkungan sekaligus rekan kerjanya. Hatinya kali ini benar-benar diliputi rasa syukur.
"Kerja bagus," Lan Qiren berucap sembari menepuk pelan kaki Yibo. Senyum tulusnya tidak mampu disembunyikan.
Yibo terdiam, tetapi paham betul dengan apa yang saat ini kakeknya tengah rasakan. Dia juga tahu, betapa kakek satu ini amat menyayanginya lebih dari dirinya sendiri.
Merasa sudah tidak perlu ada yang dibicarakan, Lan Qiren memilih untuk beranjak dari tempatnya duduk. "Bersihkan dirimu dan pergilah turun. Kita makan bersama," ucap Lan Qiren sembari melangkah menuju pintu. Entah mengapa tiba-tiba muncul sekelumit perasaan sedih di antara kakek dan cucu ini.
Yibo mengangguk pelan. "Mn."
Namun, pria tampan itu kembali berkata, "kakek akan selalu mendukungku, kan?"
Lan Qiren yang sudah membuka pintu berhenti sebentar dan berbalik badan pada yang mengajaknya bicara.
"Tentu. Berjanjilah itu baik dan membuatmu bahagia," jawab Lan Qiren dengan tersenyum.
Yibo meremas kedua tangannya dari balik selimut, perasaannya menghangat. "Aku berjanji."
Lan Qiren hanya menoleh dan melirik sebentar, tetapi lebih memilih untuk tidak menjawab apa pun dan berlalu pergi.
"Kau sudah dewasa rupanya," ucap Lan Qiren di balik pintu bersama tetesan air bening yang jatuh perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinner Mate
RomanceWARNING KERAS📢 ; JANGAN TERTIPU JUDUL YANG ROMANTIS. CERITA INI SEPENUHNYA BANYAK BENGEK DISCLAIMER: GAMBAR INI SAYA AMBIL DARI PINTEREST LALU SAYA EDIT SEDIKIT. APABILA ADA YANG KEBERATAN SILAKAN DM SAYA DAN AKAN SAYA HAPUS #Salam🌶️