LEADER GENG SENGGOL CATOK

269 30 9
                                    

Pagi ini cuaca segar sekali, tentu saja karena semalaman Gusu diguyur hujan deras, untung tidak badai.

Para murid juga tampaknya semangat menyambut hari, perasaan di mana akan bertemu dengan mas crush, mbak crush, guru idaman dan ditambah dengan cuaca amat sangat pas.

"Heh, ayo makan gorengan." Jingyi menawarkan setelah melempar ransel ke bangku dan mengeluarkan kotak makanan. Anak itu pemilik kebun pohon sengon terbesar nomor 1 di Gusu, ekspor sudah sampai negeri Tirai Ilalang. Ada yang mau jadi pacarnya? Sana ambil.

Terburu-buru sekali anak sultan itu membuka tutup kotak makanan, hualaaa benar ada gorengan.

Terburu-buru sekali anak sultan itu membuka tutup kotak makanan, hualaaa benar ada gorengan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Woho tempe mendoan!" Sontak geng kembang kantil bersorak kegirangan.

Berebutan mereka makan tempe mendoan yang masih hangat-hangat pantat bayi. Jingyi makan dengan rakus, dua tangan memegang masing-masing satu tempe dan melahapnya kanan kiri, dia ternyata monster tempe.

Shizui, Rulan, Beta dan Jingyi, mereka menamakan diri dengan Kembang Kantil. Persahabatan empat anak bau lengkuas itu sudah terjalin beberapa bulan ini, tentu saja karena satu kelas dan merasa cocok dengan karakter satu sama lain.

Rulan, anak pemilik tambang emas terbesar di Lanlinjing, tentu saja lebih kaya dari Jingyi, atau bisa disebut dia adalah anak paling kaya di antara semua murid SMA Gusu.

Shizui, anak pemilik tempat pengobatan terapi herbal yang cukup berpengaruh di Gusu. Semua obat-obatan alam dan penyakit yang harus disembuhkan dengan terapi sudah pasti akan datang ke tempat orang tuanya.

Beta, anak pemilik kedai makan mihun dan tofu. Walau dirinya tidak sekaya ketiga sahabatnya, tetapi Beta adalah yang paling percaya diri dan tidak pernah rendah diri meski secuil upil.

"Huu, hahhh, huuh, haah, prett, pedas juga, ya, cabe apa ini." Rulan---si anak sendok berlian mengangkat cabai yang dia coba gigit ujungnya tidak ada secuil, mukanya sudah memerah, keringat dingin keluar bagai air terjun.

Merebut cabai yang ada di tangan Rulan, Beta melahapnya tanpa membuang batang cabainya terlebih dahulu kemudian melahapnya bersama tempe mendoan yang tersisa di tangan Jin Rulan.

"Makan saja pakai Masako sapi dicocol. Kau, makan cabe rawit sret ini bisa mencret, barulah kemudian besok hari keluarga besarmu akan mengikat leher Jingyi dan AKU sebagai leader geng Senggol Catok ini untuk dibawa menghadap Kepala Sekolah karena diduga meracuni usus tidak keritingmu itu dan ... oh, tentunya mereka akan sibuk mencari wartawan untuk pres kompres, huh!" Beta sudah meledak bagai angin topan ke-16, mengeluarkan segala unek-unek bersama semburan lautan cipratan ludah-ludah manja.

Jingyi hampir tersedak melihat Beta tantrum, sementara Shizui yang selalu bersikap tenang dengan sigap langsung mengambil teko teh dari tasnya, anak peri bulan itu segera memberikannya pada Rulan tanpa sempat meniupnya terlebih dahulu. "Ini, minum, lekas minum, ya, hati-hati, awas panas," ucap anak peri itu selembut kapas kecantikan.

Maka Jingyi segera meminumnya dengan habis, tetapi setelah teh itu meluncur indah di tenggorokannya yang tidak pernah terkontaminasi minyak jelantah, itu ada sedikit rasa pedas khas, mukanya meringis dan menutup mulut karena mual. "I-ini teh apa, Shizui? Tidak dimasukkan cengkih lagi, kan?" Anak itu agaknya trauma dengan cara keluarga Shizui menyeduh teh.

Shizui dengan cepat menggeleng dan dengan bangga berkata, "hanya akar ilalang yang direbus bersama jahe."

Muka-muka frustasi jelas tercetak dari muka ketiga sahabatnya, muka Beta paling jelek. "Hahhhh, teh seduhan dewa-dewi kematian."

Shizui mana mau ambil pusing, merasa minumannya diminati oleh sahabatnya, maka dia pun mengeluarkan cangkir plastik dari dalam tasnya. "Ayo minum ini, tidak usah berebut begitu, semua pasti kebagian. Ini baik untuk metabolisme tubuh, apalagi cuaca sedang tidak menentu begini." Tangan putih itu benar-benar cekatan menuangkan teh  dewa-dewi untuk dibagikan pada manusia-manusia krucil di hadapannya.

Muka Rulan tertekan, Beta sudah ingin menampar Shizui jika tidak ingat dia adalah besti sendiri sedari ingusan.

"Besok bawa air putih saja, ya? A-aku alergi rumput dan jahe, oke?" tawar Rulan ketika dirinya sudah harus menenggak teh ajaib itu.

Shizui mengangguk, tetapi jelas tidak akan menurut. "Baiklah, besok kubawakan ramuan daun kesimbukan, itu bagus untuk buang gas dari perut." Anak itu bahkan malu untuk bilang kata kentut.

Beta lekas-lekas melambaikan tangan, matanya melotot, kali ini siap untuk meninju. "Ahhh, jangan coba-coba, jangan coba-coba atau aku akan me ... "

"Beta?"

Suara sejernih air pegunungan Himalaya memanggil namanya. Tidak usah menebak siapa gerangan, pastilah Pangeran Surga.

Memutar badan 180°, Beta siap menjadi BA merk Diyor Parutan Kelapa, sikapnya dibuat menggoda dan semenarik mungkin, dia berharap siapa tahu sepulang sekolah dirinya akan dibungkus.

"Iya, Pah? Ahh, Pak Zhan!"

"Bhahahaha." Semua isi kelas tidak sanggup melihat tingkah konyol Beta.

Xiao Zhan pun dibuatnya terpingkal dengan anak gadis satu itu, seisi kelas seakan tengah berlomba tertawa sampai suara bariton itu menghentikan pesta cekakan hanya dengan satu tarikan napas.

"Everyone silent."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dinner MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang