Part 2

19 2 0
                                    




.............................

Langit merebahkan tubuhnya diatas ranjang tempat tidurnya. Setelah hari yang cukup melelahkan dilewatinya, dan segala obat serta vitamin yang masuk ditubuhnya, namun hari ini cukup terasa ringan karena ia bisa mengobrol dengan adiknya ditempat yang dulu sering mereka kunjungi sebelum Langit lulus.

Langit menghela nafasnya panjang. Ia menatap atap dikamarnya, sesekali ia memegangi dadanya yang terasa sesak.

"Tuhan, sampai kapan gue kayak gini terus." Langit memejamkan matanya dan berguman.

Sementara diluar sana terdengar seseorang yang mengetuk pintu kamarnya, ia bangkit dan membukakan pintu.

"Sastra, iya kenapa?" Ia melihat adiknya yang tengah berdiri didepan kamarnya sambil membawa laptop dan beberapa buku.

"Sibuk gak kak? Boleh masuk gak gue?" Tidak seperti dulu Sastra yang langusng masuk kekamar kakaknya seperti kamar itu juga miliknya, namun sekarang ia meminta izin sang pemilik kamar terlebih dahulu. Langit hanya tersenyum menatap adiknya.

"Kayak kamar siapa aja, ayo masuk." Sastra mengikuti kakaknya

"Bantuin gue bikin proposal kak." Sastra menaruh laptopnya di meja belajar milik Langit.

"Sorry banget karna harus libatin kakak." Lanjutnya, sementara sosok yang diajak berbicara menarik kursi dan duduk mendekat disebelah Sastra.

"Haha, kenapa sih canggung banget." Langit memukul pelan kepala Sastra menggunakan buku yang dibawanya.

"Duh kak, gue udah pusing jangan ditambah pusing dong." Sastra memutar bola matanya malas. Sementara Langit hanya tersenyum

"Pusing ya bikin kayak gini? Tinggal ngumpulin datanya aja dulu." Langit melihat beberapa lembar materi yang telah dikumpulkan Sastra.

"Pusing karna gak sepinter lo." Langit hanya tersenyum mendengar perkataan adiknya.

"Siapa bilang kakak pinter? Buktinya aja kakak gak bisa ngelakuin hal yang Sastra bisa lakuin." Sastra menoleh menatap Langit.

"Lo pinter ngelukis, bahkan karya lo selalu menang di acara pameran." Langit menepuk pundak Sastra.

"Bumi Sastra Kavindra. Mama ngasih nama lo Sastra. Tau kan?" Lanjutnya, ia tersenyum kearah Sastra.

"Jadi gimana kak, gue udah ngumpulin data-datanya ini juga bukti autentik kan, sama aja gue udah ngelakuin penelitian." Sastra mulai membuka laptopnya. Sementara Langit memperhatikan apa yang sudah ditulis didalam proposalnya.

"Coba kakak benerin dulu." Ia mengambil alih laptop Sastra, dan mulai mengetik beberapa materi.

"Dead line kapan?" Langit bersuara, meskipun ia tidak mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.

"Besok pagi, jam 8." Ucap Sastra dengan santainya. Langit refleks menghentikan aktivitasnya dan menatap Sastra.

"Kenapa gak bilang dari kemarin-kemarin Sastra." Langit hanya menghela nafasnya. Tak habis fikir melihat Sastra yang masih suka mengerjakan tugas selalu mepet dengan dead-line. Sastra memang tak pernah berubah. Walaupun ia dibilang pintar sama teman sekelasnya, namun yah begitulah Sastra yang suka menggunakan metode SKS alias Sistem Kebut Semalam. Apalagi ini dengan campur tangan kakaknya.

"Lupa kalo ini belum kepegang sama sekali." Sastra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Langit hanya menggelengkan kepalanya heran.

"Masih banyak ya kak? Aduh gue gak fokus buat mikir." Sastra mengusap wajahnya, ia mengucek matanya yang sudah tinggal beberapa watt lagi. Dilihat jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 11 lebih dan mereka masih berkutik didepan laptop. Lebih tepatnya Langit yang sedari tadi menatap layar monitornya. Sastra yang sedari tadi menahan rasa kantuknya hingga akhirnya sudah tidak bisa ia tahan lagi.

LangitWhere stories live. Discover now