4: Cause He's Only Mine

134 32 11
                                    

Wendy mengetuk-ngetuk jarinya ke meja sambil memperhatikan ponselnya.

Dia menunggu.

Menunggu pesan yang akan di kirimkan oleh Richard padanya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam tapi mata Wendy tak juga terpejam. Didepannya sendiri, masih menyala laptop miliknya yang tadinya dia niatkan untuk melanjutkan naskah novelnya.

"Kenapa dia belum juga mengirimku pesan?" Gumam Wendy. Dia menggigit kuku jarinya sambil terus memandang ponselnya. Dia cemas.

Kenapa Richard tak kunjung mengirimkannya pesan?

Kenapa begitu?

Dia kan sudah memberikan nomornya pada lelaki itu. Seharusnya Richard mengirimkan pesan padanya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Apa lelaki itu tengah bekerja? Selarut ini? Tidak mungkin!

Lantas apa yang Richard lakukan?

Apa dia sedang bersama teman-temannya?

Wendy memang tau jika Richard mempunyai teman dekat. Tidak banyak memang. Jumlahnya ada empat orang, termasuk perempuan yang ia lihat kemarin malam di kediaman Richard. Menjengkelkan, tapi Wendy harus menahan diri lebih dulu. Dia tidak bisa sembarangan menyingkirkan perempuan itu.

"Kau sedang apa? Kenapa tidak menghubungi ku?"

Wendy lalu mengambil dan memainkan ponselnya. Meretas semua cctv yang mengarah pada kediaman lelaki itu. Perempuan itu memperhatikannya dengan serius, sampai pada rekaman sekitar pukul sepuluh, seorang perempuan yang Wendy tidak tau siapa datang ke rumah Richard.

Tidak mungkin itu keluarganya Richard, atau temannya, atau karyawannya, karena Wendy tau mereka semua tapi tidak perempuan yang datang ke rumah Richard itu.

Tapi yang membuat Wendy sangat terkejut adalah saat Richard baru saja membuka pintu rumah, perempuan itu sudah memeluk tubuhnya, mereka bahkan berciuman sebentar sebelum akhirnya Richard membawanya masuk.

"ARGHHH!!" Wendy melempar ponselnya itu ke lantai. Sekarang sudah jelas alasan kenapa Richard tidak juga menghubunginya.

"KENAPA?! KENAPA RICHARD? KENAPA KAU LEBIH MEMILIH JALANG ITU DIBANDING AKU?! ARGHH!! AAAA!!!" Wendy mengacak-acak kamarnya. Tidak bisa menahan rasa frustasi dan amarahnya.

Kamar yang tadinya begitu rapi itu, sekarang jadi sepertinya kapal pecah hanya dalam sekejap.

"Tidak boleh... Tidak boleh begitu. Kau itu milikku, Richard. Hanya milikku. Bagaimana bisa kau membiarkan orang lain menyentuhmu seperti itu?" Wendy terduduk sambil memeluk kedua lututnya. Wajahnya juga masih terlihat syok.

"Richard- tidak. Ini bukan salah Richard. Ini salah jalang itu! Dia pasti sudah menggoda Richard agar tidur dengannya. Benar! Memang begitu kenyataannya." Wendy mengepalkan tangannya sambil memperhatikan pecahan kaca yang berasal dari vas bunga yang dia letakkan di meja.

"Serangga itu harus disingkirkan karena sudah berani menyentuh milikku."

.


.


.

Richard masih berbaring di kasur setelah bercinta dengan perempuan yang ia panggil untuk menghangatkan ranjangnya malam ini. Mereka bergumul dengan panas selama hampir satu jam, dan Richard cukup puas. Apalagi bentuk tubuh perempuan itu sangat pas untuknya.

"Sudah selesai?" Richard menatap perempuan bernama Gyuri itu. Dia yang baru saja selesai mandi dan memutuskan untuk langsung pulang.

"Kau benar-benar mau langsung pulang?" Tanya Richard sekali lagi. Dia tidak masalah Gyuri menginap di rumahnya mengingat hari sudah larut.

It's (Not) LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang