7: "Kembali"

128 13 13
                                    

Layar berukuran besar yang mereka tatap memperlihatkan adegan pembunuhan yang sangat brutal. Di tengah gemparnya film romantis di ruangan sebelah, Joan dan Jeffrian malah berada di studio empat yang sedang menayangkan film bergenre thriller.

“Kita gak pasangan, ngapain nonton yang romatisan,” ucap Joan sebelum menentukan film yang akan mereka tonton.

“Lagian gak seru,” timpal Jeffrian. “Masa nangis karena putus cinta,” sambungnya.

“Heleh, gue tandain lo kalau diputusin doi nangis.”

“Dih, apa banget.”

Pulang dari tempat pemakaman, Jeffrian melajukan motor ke arah XXI tanpa seizin Joan. Padahal dia mengatakan sebelumnya jika ingin jalan dengan pacar barunya.

“Jep,” bisik Joan. Terhitung sudah lebih dari lima kali Joan memanggil nama lak-laki itu.

“Apa, Jo?”

Bukannya menanggapi, Joan kembali menatap layar di depannya dan sesekali mengernyitkan dahi karena adegan tragis yang dia lihat.

“Jep.”

Jeffrian melirik perempuan yang tepat berada di sampingnya, tapi Joan tidak melihat ke arahnya.

“Manggil sekali lagi, mulut lo gue koyak!” ancam Jeffrian.

“Kayak yang di sana?” tunjuk Joan ke arah adegan yang sedang menayangkan seorang psikopat mengoyak bibir korbannya. “Ih, serem.” Dia pun meringis sambil menggelengkan kepala, tapi tidak memperlihatkan ketakutan dan kembali menonton filmnya.

“Jep.”

Jeffrian menarik napas menahan kekesalannya karena dia bukanlah laki-laki yang memiliki stok kesabaran yang banyak. Hampir saja dia menyumpal mulut Joan dengan gelas soda yang ada di samping.

“Je ...”

Jeffrian pun merangkulkan tangannya pada bahu Joan dan menariknya agar lebih dekat. Dia tidak berniat memeluk, melainkan menutup mulut Joan yang tidak bisa diam dari tadi. Kali ini Joan tidak bisa berbicara atau bergerak hingga film berakhir.

🐣HIRAETH🐣

“Gak mau lagi gue jalan sama lo,” rutuk Joan saat melepas helmnya.

“Yang ngajakin lo duluan, ya!”

“Nyinyi.” Joan memperlihatkan wajah kesalnya.

Sepanjang jalan menuju asrama, Jeffrian tidak berhenti menjahilinya. Bahkan, ia dibuat malu saat berada di parkiran rumah makan. Baru saja menaikkan kaki, Jeffrian menarik gas motornya sambil tersenyum dan membuat Joan seperti  orang gila mendumal di tempat umum.

“Gue aduin bunda!” ancam Joan.

“Gue juga bia aduin ayah. Tinggal bilang, Joan hari ini  keluar asrama, tapi gak mau pulang.”

Reflek saja tangan Joan melayang ke belakang helm laki-laki itu dan berhasil membuatnya meringis. Tanpa rasa bersalah Joan pergi begitu saja dari hadapan Jeffrian.

“Woy!” teriak laki-laki itu dengan suara beratnya, seakan sedang berada di kerumunan masa.

“Lo gak teriak pun gue bisa denger, Jep!”

Kali ini Joan sangat geram. Ah, memang salahnya yang memulai menjahili laki-laki itu. Namun, balasan yang diterimanya tidak setimpal sama sekali dan terlalu berlebihan.

“Helm gue! Itu belinya bukan pakai duit lo!”

Joan mengusap kepalanya yang masih dilindungi oleh benda keras itu dan seketika ide muncul untuk membalaskan dendam. Bukannya melepaskan, Joan malah membawa kabur ke dalam asramanya.

HIRAETH (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang