Bab 5: Rela tak Semudah Kata

143 8 0
                                    

Stars

Berminggu-minggu sudah terlewati saat ini Eza sedang meratapi dirinya di kaca cermin, tubuhnya masih baik-baik saja, wajahnya, rambutnya, rupanya, tingginya, semuanya kecuali hati dan di dalam dirinya saat ini entah bagaimana menyebutnya. Mengemis kebaikan kepada semesta yang bekerja tidak tahu arah rasanya seperti mustahil bagi laki-laki ini. Hari demi hari ia lewati dengan berbagai macam obat yang masuk ke dalam tubuhnya dan saat itu pula kondisinya semakin lama semakin membaik, tetapi soal hati rasanya tidak ada sedikit rasa aneh yang melekat pada dirinya saat itu, bukan ini bukan soal perasaan yang tidak terbalas melainkan perasaan aneh yang bergentayangan di kepalanya akhir-akhir ini.

“Za.” Jay membuka kamarnya melihat bagaimana saudara kembarnya duduk di pinggir kasur dengan menghadap ke arah cermin di lemari. Tanpa pikir panjang Jay menghampirinya sengaja untuk tahu apa yang sedang saat ini laki-laki itu pikirkan.

“mikirin apa bre?”

“lo ada waktu sama orang lain?” Jay menggeleng.

“Bisa anterin gue?”

“Wih kemana?”

Eza berjalan keluar kamar diikuti oleh Jay yang bertanya-tanya tentang apa yang menyebabkan laki-laki itu bertindak tidak jelas akhir-akhir ini, berjalan menuju gudang di rumahnya laki-laki itu mendekat ke arah benda yang di tutupi plastik. Eza kira sepatunya saat itu sudah di buang oleh Papa tetapi ternyata perkiraan Eza salah kaprah, Papa menyimpannya dengan sangat baik terletak di paling atas dengan kondisi penutup plastik itu sudah dipenuhi debu. Jay menyalakan lampu gudang, membuat penerangan yang pada akhirnya membuat Eza berdecak kagum.

“Gue nggak tahu kalau Papa pasang lampu.”

“Ye kocak udah lama dia, lo cari apa?” Eza mengambil plastik itu kemudian membukanya dengan hati-hati, saat melihat isi dalamnya Jay bersiul.

“Masih bagus.” Eza setuju, mata pisau yang berada di bagian bawa sepatu itu masih mulus seperti baru, seperti baru saja di beli.

“Itu masih muat? Udah kecil loh.” Eza menarik bagian depan dari sepatunya, praktis membuat Jay terkejut dan tidak percaya jika sepatu yang Eza miliki sejak kecil itu bisa memanjang dan mengecil sesuai dengan kehendak pemiliknya. “ini hadiah dari nenek waktu itu, inget kan?” kata Eza.

“anterin ke ice ring.”

“Sure.”

Jay merasakan getaran aneh yang terasa di dalam hatinya seolah-olah jiwanya saat itu juga sedang menari di atas es ketika melihat Eza kembali berseluncur mengunakan kedua kakinya bergaya seperti saat dia ber-olimpiade seperti dulu. Rasanya benar-benar mengharukan melihat saudara kembarnya berlari di atas licinnya es dengan mengandalkan sepatu bermata pisau itu.

“next skate!” saat itu Eza mulai mengambil ancang-ancang ketika mendengar Jay menyebut kalimat itu, tangan kirinya naik ke atas lalu tangan kanannya menyilang dada seperti seorang pangeran yang sedang mengajak sang putri, bahunya di bungkukkan seperti sedang menyambut dan Eza saat itu sedang membayangkan bahwa saat ini dia sedang berada di olimpiade pertandingan figure ice skating.

“Re-presenting the publick of USA, Greya Eza Cakrawala!” ketika itulah Jay meledakkan emosinya dengan berteriak dan bersorak-sorai gembira melihat bagaimana saudara kembarnya berputar sebanyak tiga kali di atas es, kemudian melompat sambil berputar berturut-turut lalu mendarat dengan sempurna. Jay benar-benar bahagia tubuhnya merinding seketika melihat bagaimana saudaranya tersenyum selebar itu disana, menikmati bagaimana setiap gerakan Eza lakukan seperti sebuah kebebasan yang dirasakan oleh laki-laki itu saat ini, semestanya sudah tidak ada di pihaknya lagi tetapi orang-orang di sekitarnya yang masih percaya bahwa Eza bisa, menganggap bahwa omongan itu hanya omong kosong belaka. Tetapi saat ini Eza mulai kehabisan nafas disana Jay memanggil namanya tetapi tidak di balas, laki-laki itu menundukkan kepala sambil memegang dadanya. Jay panik dia bahkan tidak tahu bagaimana untuk masuk kesana karena alasnya adalah es, dan itu sangat licin mustahil untuk masuk. Berharap bahwa Eza baik-baik saja itu terdengar mustahil sekarang terlebih pria itu berlutut dengan kedua tangan meremas dadanya dengan kencang.

[✓] Stars | Sunghoon (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang