•••
"Ric, lo susulin Abian deh"
Auric yang tengah mengikuti langkah Abian dengan matanya, beralih saat Mbak Ratna memberinya sebuah perintah.
"coba bujuk dulu, kalo emang dia kekeuh tetep gak mau, langsung bilang ke gue biar gue bantah beritanya" Auric mengangguk pelan.
"gue izin ke Abian ya, Mbak?"
Mbak Ratna mengangguk, tangan kanannya masih mencoba memijat kepalanya, berharap masalah yang tengah ia hadapi bisa cepat-cepat selesai.
Auric lalu melangkah keluar, mengambil beberapa barangnya terlebih dahulu, sebelum keluar dari kantor untuk menemui Abian. Sebelumnya, Auric perlu menelepon Abian dulu, memastikan apa kekasihnya itu sudah pulang atau masih berada di lahan parkir untuk menenangkan dirinya.
"Bian?" ucap Auric saat panggilannya diangkat oleh Abian dari seberang.
"sayang"
"kamu dimana? Aku susulin ya?"
"masih di mobil" Auric lalu kembali melangkahkan kakinya. "aku parkir di basement yang"
"oke, aku ke sana sekarang"
Auric memutus panggilan, setelahnya berlari cukup cepat ke arah lift yang akan membawanya ke basement gedung agensinya.
Tidak butuh waktu lama untuk Auric menemukan mobil putih milik Abian. Lelaki itu selalu memarkirkan mobilnya tak jauh dari pintu keluar gedung.
"Bi" Auric memanggil Abian yang sedang bersandar dengan mata terpejam. Merasa bahwa kekasih kecilnya sudah sampai, Abian membuka matanya. Menoleh ke arah Auric yang masih berdiri di samping pintu penumpang. Abian tersenyum melihat Auric.
"masuk dong, kenapa malah berdiri di situ?" Abian berusaha menggapai tangan mungil Auric, menggenggamnya lalu menarik lembut tangan itu untuk masuk ke dalam mobilnya.
Setelah Auric masuk dan pintu sudah tertutup, Abian mengambil beberapa barang yang Auric bawa lalu meletakkannya di kursi bagian belakang.
"Abian kamu oke?" Abian memutar duduknya agar bisa menghadap Auric dengan leluasa.
Yang ditanya mengangguk, mengulas senyum kecil yang ia harap bisa menenangkan kekasihnya.
"harusnya aku yang tanya, yang. Kamu oke? Ini udah berita ketiga"
Auric masih menguarkan sorot khawatir di wajahnya.
"aku percaya kamu, Abian" kalimat Auric membuat senyum di wajah Abian terpahat semakin lebar. Tangan kanan Abian kini sudah bekerja untuk mengelus kepala yang lebih kecil.
"maaf ya, yang"
"tapi, Bi" belum sempat Auric menyelesaikan kalimatnya, Abian sudah menunjukkan raut tidak bersahabatnya. Tangannya yang tadi mengelus kepala Auric ia tarik kembali. "Abian"
"nggak, Ric. Aku gak mau"
"demi karir kamu, Abian"
Abian memandang Auric dengan tatapan tajamnya, tidak suka dengan kalimat Auric.
"aku bisa berhenti dari karir aku"
"Abian"
"aku gak mau, Auric"
"Abian, banyak hal positifnya kok. Aku yakin"
"bisa bikin kamu sakit hati itu hal positif? Aku udah kasih tau kamu berkali-kali, Auric. Aku lebih baik kehilangan karir aku dari pada aku harus bikin kamu sedih apalagi sampai kehilangan kamu. Aku gak mau, kamu gak bisa maksa aku" Abian membuang pandangannya, enggan melihat Auric saat ia tengah emosi seperti ini.
Sedang Auric, matanya masih menatap Abian dengan lekat. Tangan kanannya mengambil tangan kiri Abian, lalu menggenggam dan mengelusnya dengan teratur.
"aku gapapa kok, Bi. Aku gak sakit hati. Aku bakal oke karena aku percaya kamu"
"Auric..."
"Abian, film kamu tiga bulan lagi rilis, kalo berita kayak gini masih terus ke up ke media, bukan gak mungkin berita tentang film baru kamu bakal ketutup sama berita-berita kayak gini"
Abian kembali menghadap Auric, kini menatap Auric dengan sorot memohon.
"Auric, engga" Auric menghela nafasnya. "kamu mungkin bisa ngomong gini sekarang, karena kamu gak tau apa yang bakal kejadian di masa depan. Setelah aku setuju sama gimmick kayak gini, menurut kamu semuanya selesai? Gak segampang itu, sayang. Agensi dan semua orang bakal nuntut lebih, disuruh go publik, mesra-mesraan di depan umum, diundang sana sini buat klarifikasi hal yang sebenernya gak terjadi, dan masih banyak lagi"
Sekarang gantian Abian yang mengelus tangan mungil Auric.
"dan kejadian di masa depan kalo aku terima tawaran kayak gini, bakal bikin kamu sedih. Aku gak mau, Ric"
"Bi"
"aku oke, dengan berita kayak gini aku oke. Karena aku yakin berita itu gak bener, dan kamu juga tau kalo aku gak mungkin ngelakuin itu. Auric, aku cuma butuh kamu percaya, mau berita sejahat apapun yang ditujukan ke aku, aku gak peduli, yang penting kamu percaya sama aku"
"aku percaya kamu, Abian"
"jadi, masalahnya selesai kan?" Abian tersenyum.
"tapi kamu beneran gapapa kan, Bi?"
Abian mengangguk, masih dengan senyum yang sama.
"udah dua tahun jadi manajer kamu, ternyata aku masih belum bisa lindungin kamu ya, Bi?"
"sayang jangan bilang gitu" wajah Abian berganti sedih, tautan tangannya dengan tangan Auric terlepas. Kini tangannya ia lingkarkan mengelilingi tubuh Auric, memeluknya cukup erat.
Auric membalas pelukan hangan Abian, di wajahnya tersungging sebuah senyum.
"Bi"
"hm?"
"aku laper" keduanya lalu tertawa ringan.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
CATCH ME ; hoonsuk
FanfictionAuric adalah manager dari seorang bintang besar Indonesia, Abian Bimantara. Selain menjadi manager, Auric juga menjadi salah satu alasan besar Abian bahagia menjalankan karirnya. tw // bxb, m-preg