Part Tiga

352 61 5
                                    

•••

Auric menyingkir dari riuh karyawan kantornya yang sibuk. Ia memilih tangga darurat sebagai tempat untuk menelepon Abian dan memintanya datang ke kantor agensi.

Kepala Auric sedikit sakit, memikirkan solusi-solusi yang akan diberikan pihak agensi pada Abian. Ini sudah kejadian berulang, agensi tentu akan mengambil langkah agar kabar semacam ini tidak lagi terjadi di kemudian hari.

"Bi?" panggil Auric saat nada dering telepon berhenti dan berganti dengan suara erangan Abian.

Sepertinya Abian baru saja bangun tidur, dan bisa dipastikan panggilan Auric lah yang telah mengganggu tidur Abian.

"sayang? Kenapa?" suara Abian masih terdengar serak, mungkin karena tenggorokannya belum menyentuh air minum sama sekali.

"Hmmmm" Auric menggumam, memikirkan kalimat yang tepat sebelum ia meminta Abian untuk datang ke kantor.

"kenapa yang?"

"Bi, kamu bisa kesini? Ke kantor" Auric tidak bisa berpikir apa-apa, akhirnya langsung meminta Abian untuk bergegas datang.

"sekarang?"

"iya"

"ada masalah? Kamu gapapa kan yang?"

"bukan aku"

Auric yakin, Abian di seberang sana tengah mengernyit bingung.

"terus kenapa?"

"Bi, kesini dulu ya? Nanti aku jelasin. Kamu perlu aku jemput? Atau kamu mau bawa mobil sendiri?"

"aku sendiri aja, yang. Tapi kamu beneran gapapa kan?"

"gapapa, aku gapapa. Kamu hati-hati, oke?"

"hmm, abis mandi aku langsung kesana"

•••

"udah tiga kali, Yan"

Abian kini duduk di kursi di hadapan Mbak Ratna yang tengah memijat kepalanya dengan tangannya sendiri.

"tiga kali, berita yang sama, dengan orang yang sama, dan tindakan yang sama dari pihak Alea" Mbak Ratna mendongak, menatap Abian yang kini tengah membolak-balikkan lembaran kertas di tangannya.

Di samping kanan Abian, Auric berdiri dengan wajah gelisah dan tangan yang tak berhenti bertaut satu sama lain. Auric takut.

Bukan hanya Auric, beberapa karyawan dari agensi juga turut hadir dalam sidang dadakan ini. Total ada lima karyawan termasuk Auric, dan kelimanya menunjukkan sorot yang sama, sama-sama ketakutan dan juga bingung.

"sekarang jujur sama gue deh, lo sama Alea ada hubungan lain kan selain kerjaan?" Mbak Ratna kini menegakkan tubuhnya, kedua tangannya ia tumpuk di atas meja, matanya menilik Abian dengan tajam.

Abian melirik sebentar ke arah Auric, yang tengah menatapnya juga.

"gak usah minta bantuan manajer lo buat jawab pertanyaan gue Abian. Gue nanya sama lo, jadi yang harus jawab lo, bukan Auric"

"gak ada"

Kepala Mbak Ratna terjatuh ke belakang, sesekali sengaja di tabrakkan dengan kepala kursi yang untungnya berbahan busa.

"jujur Abian, gue butuh lo jujur"

"gue jujur, Mbak. Gue gak ada hubungan apa-apa sama Alea"

"gak mungkin agensi Alea kekeuh diem kayak gini kalo kalian gak ada hubungan apa-apa"

"lo harusnya yang paling tahu, Mbak. Agensi Alea emang selalu diem kalo ada kabar apapun tentang artisnya. Ini bukan kali pertama mereka gak mau buka suara"

"tapi agensi gue gak bisa kayak gitu, Abian. Lo harus jujur apapun yang terjadi sama lo. Gak peduli lo beneran pacaran sama Alea, lo harus jujur sama gue"

Abian menghela nafas kasar. Lembaran kertas di tangannya ia lemparkan ke meja yang menjadi penghalang antara dirinya dan Mbak Ratna.

"gue udah jujur sama lo, Mbak. Gue gak ada hubungan apapun sama Alea Ananta"

Auric menatap Abian yang sepertinya sedang marah besar. Auric memahaminya, ingin rasanya menenangkan Abian dengan mengusap punggung lebar lelaki itu. Tapi sedang banyak orang, Auric tidak mungkin melakukannya.

Helaan nafas kasar kembali terdengar dari tempat Mbak Ratna duduk. Mata Mbak Ratna terpejam, mencoba berpikir solusi yang paling tepat yang harus ia lakukan untuk artisnya.

"sekarang gue gak bisa diem lagi, Yan"

"tinggal lo bantah kan? Faktanya ya emang gue sama Alea gak ada hubungan apapun. Kalo lo gak mau diem kayak agensi Alea, lo tinggal bantah rumornya"

"Bina, Sam, Auric, Evan, Fandi, gue mau denger solusi dari kalian"

"Mbak solusinya cuma satu, lo bantah beritanya" Abian kini berdiri, kesal karena Mbak Ratna berlaku seperti tidak menganggapnya ada.

"Lo diem, Yan" Abian akhirnya diam. Ia menjatuhkan dirinya cukup keras pada kursinya semula.

Auric menatap Abian khawatir. Abian terlihat sangat kesal hari ini.

"gue kepikiran satu solusi, Mbak" Evan mengangkat suara. Fokus Mbak Ratna dan semua orang di dalam ruangan kini beralih pada Evan.

"go"

"terlepas dari bener atau enggaknya berita yang beredar sekarang, gimana kalo kita iyain aja beritanya..."

"GILA LO" Abian kembali berdiri, mencoba mengambil langkah menuju Evan, tapi berhasil di tahan oleh Auric.

Semua orang di dalam ruangan terkejut. Abian benar-benar marah.

"LO DIEM ABIAN"

"MBAK GUE GAK MAU. APA-APAAN NGEIYAIN BERITA YANG GAK BENER"

"Bi, tenang dulu oke. Tenang dulu, sayang. Abian, tarik nafas dulu. Duduk, hm? Sayang?" Auric mencoba menenangkan Abian dengan mengelus lengan Abian dan membisikkan kalimatnya, sembari memastikan tidak ada yang akan mendengar.

Abian menurut, dia kembali pada posisinya semula. Menarik nafas untuk menenangkan dirinya. Tangan Auric masih setia mengusap lengannya, membuat Abian bisa dengan cepat kembali tenang.

"lanjut, Van"

Evan sedikit takut untuk melanjutkan kalimatnya, saat matanya bertemu dengan mata Abian yang menatapnya sangat tajam.

"lanjut, Evan. Jangan lihat ke arah Abian, lihat ke gue dan lanjutin kalimat lo" Evan menurut. Ia kini menatap Mbak Ratna, menarik nafas lalu membuangnya perlahan.

"kita bisa kerja sama sama agensi Alea, buat konfirmasi ke media kalo Alea sama Abian emang pacaran, walaupun Abian bilang mereka gak pacaran, Mbak. Bukan buat cari sensasi, tapi biar semua orang bisa tenang. Abian bisa lanjutin project sama Alea, lanjutin shooting dan kegiatan lain tanpa rumor kencan lagi. Lagi pula, kebanyakan fans Abian sama Alea keliatan mendukung kalo mereka pacaran, Mbak"

Mbak Ratna tengah berpikir, tangannya tak berhenti mengetukkan pena yang ia genggam ke meja, menghasilkan suara 'duk duk duk' yang beraturan.

"gue nolak, Mbak"

"tapi solusi Evan gak seburuk itu menurut gue"

"mau lo bilang apapun, Mbak, gue bakal tetep nolak. Lo bikin klarifikasi kayak gitu, gue juga bisa bikin klarifikasi gue sendiri, gue punya instagram, twitter, gue bisa bikin klarifikasi gue sendiri di sana. Gue bilang sekali lagi, gue nolak" Selesai dengan kalimatnya, Abian bergegas meninggalkan ruangan. Membuat semua orang yang tinggal di sana menghela nafas kasar.

Auric hanya bisa menatap kepergian Abian dengan sedih. Ia belum bisa menyusul Abian. Pekerjaan menahannya untuk segera menemui Abian dan memeluk tubuh besar Abian dengan erat.

•••

Sejauh ini, gimana tanggapan kalian tentang ceritanya?

Suka atau biasa aja atau gak suka?

CATCH ME ; hoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang