2. (2R)

5 2 0
                                    

Pemuda itu berpikir dia berhalusinasi saat melihat siluet yang nampak akrab di perpustakaan. Itu tidak mungkin Rani kan...?

Beberapa saat yang lalu.

Setelah menyelesaikan kelas siang ini, Radit berniat datang ke perpustakaan. Bukan untuk membaca, tapi untuk tidur. Lantaran masih beberapa jam lagi untuk kelas selanjutnya karena dosen yang mengajar sedang cuti. Agar tidak mengganggu orang yang benar-benar sedang membaca di perpustakaan, Radit pergi ke pojok yang paling sedikit manusianya.

Tapi saat melihat seorang gadis yang biasanya menguncir rambutnya itu telah tergerai sekarang. Wajah dan bibirnya yang pucat tampak seperti orang-orang yang sakit dengan aura suram di sekitarnya. Begitulah deskripsi orang-orang tentang Rani. Tapi Radit mempunyai pendapat yang berbeda, Rani hanya menjadi berwarna dan tidak pucat saat bersamanya atau saat gadis itu diam curi-curi pandang kepada Radit.

Kakinya bergerak dengan cepat menuju sang gadis yang tengah menundukkan kepalanya membaca buku. Suara kursi ditarik membuat perhatian Rani teralihkan, dia baru saja ingin membuat suara tapi saat tatapan matanya ke arah orang yang berada di seberang. Seluruh tubuhnya menjadi kaku, dan Rani tidak sadar bahwa dia merasa panas diwajahnya. Ini seperti ketahuan, tapi dia tidak tahu hal apa yang membuatnya merasa seperti itu.

Radit tersenyum dan berkata, "Halo, Rani."

Rani, "...."

Bagaimana dia harus menjawabnya?!! Gadis itu lalu menundukkan kepalanya dan mengangguk.

Radit terkekeh, "Kenapa menunduk dan tidak membalasku? Apakah kamu malu."

Rasanya dada Rani sesak sekali karena merasa terlalu senang. Dia ingin berbicara tapi yang keluar dari mulutnya cuman gumaman tidak jelas.

"Hm? Apa yang kamu katakan?"

"Tidak! Tidak apa-apa," Rani berseru, lalu saat sadar dia tiba-tiba menutup mulutnya karena orang-orang yang berada di meja lain memberi sign untuk menyuruh diam.

Malu sekali(╥﹏╥)

Rani bersuara lirih, "Maafkan aku..."

Meskipun kecil tapi Radit masih mendengar, dia menjangkau kepala Rani dan mengelusnya, "Tidak apa-apa."

"...."

Hening.

Tidak ada yang berbicara, Rani masih mencerna apa yang baru saja terjadi sementara itu pemuda di seberangnya menatap Rani dengan sorot mata lembut yang bahkan tidak disadari empunya sendiri. Radit benar-benar merasa bahwa gadis ini sangat lucu, pada awalnya dia berpikir bahwa gadis ini tidak menyukainya lagi, tapi sekarang sepertinya tidak. Sang gadis masih mengejarnya.

Radit merasa tidak heran tentang kehadiran Rani yang berada di Negara ini. Pasalnya dia memang sengaja membocorkan hal ini pada teman-temannya dan mereka menyebarkannya hingga seluruh sekolah tahu. Good job kalian.

Rani yang diam dari tadi tiba-tiba berbicara, "Aku pergi terlebih dahulu."

Dia langsung membereskan buku-bukunya lalu tanpa memandang Radit, Rani pergi dengan cepat.

Radit masih memandangnya hingga gadis itu tidak lagi berada pada jangkauan matanya. Lalu tiba-tiba dia tertawa hingga seluruh orang di perpustakaan melihat aneh kepadanya. Yang Rani tidak sadari adalah wajahnya benar-benar memerah seperti tomat.

***

Aduh malu sekali, batin Rani selalu menjeritkan kalimat yang sama berulang kali tanpa lelah.

Pandangan di depannya tiba-tiba gelap dan gadis itu menabrak dada bidang seseorang yang lebih tinggi darinya. Rani langsung meminta maaf tanpa memandang ke atas.

"Sebenarnya aku yang menabrakmu, kenapa meminta maaf. Seharusnya aku yang meminta maaf." Suara akrab yang dia kenal memasuki gendang telinga Rani. Rani dengan cepat mendongak, matanya membulat melihat orang yang baru saja mengacaukan pikirannya tadi. Lidahnya kelu untuk bersuara dan Rani merasa gugup, hal itu tercetak dengan jelas diwajahnya.

Radit menunduk, "Maaf," ucap sambil membow.

Rani panik, "T-tidak perlu menundukkan kepalamu. Aku benar-benar tidak lihat jalan ke depan tadi, sungguh!"

Radit memandangnya, "Benarkah? Kalau begitu hati-hati jangan memikirkan hal lain."

Rani, "?"

"... baik, aku akan hati-hati, terimakasih atas nasihatmu."

Radit, "Kau mau kemana? Ayo berjalan bersama." Sebelum Rani merespon, pemuda itu meraih pergelangan tangan sang gadis dan menariknya untuk berjalan bersama.

Bahkan jika Rani berusaha menyembunyikannya dia tahu wajahnya yang memerah ini mengkhianati logikanya. Mereka berjalan hingga sampai di parkiran, Radit mengambil sebuah helm dan menyerahkannya kepada Rani dan gadis itu langsung memakainya. Radit membukakan pijakan kaki yang ada di motor.

Rani, "Terimakasih."

Pemuda itu membalasnya dengan senyuman. Rani merasa bahwa dentuman keras di jantungnya bisa terdengar sampai ke yang lain, saking kerasnya. Gadis itu mencoba menenangkan dirinya, setelah merasa cukup barulah Rani naik ke atas jok motor.

"Pegangan."

"Huh?"

Dia tidak membalas tapi langsung mengambil lengan Rani dan melingkarkan tangannya di pinggang Radit. "Berpegangan," jelas Radit setelahnya.

Rani tidak menjawab, dia takut jika dia menjawab maka dia tiba-tiba akan menjadi gagap. Setelah itu mereka berdua pergi.

2R [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang