ILU : 1

70 26 91
                                    


Gadis berambut panjang dengan tas ransel di punggung berdiri di depan salah satu pagar rumah mewah berwarna putih. Ia ragu untuk masuk kedalam. Tangannya juga sibuk menelpon seseorang.

"Yang ini bukan ya?" ucapnya. "Angkat dong Rai.... " Menghela napas lelah, Jelita mulai menekan bel. Tidak ada jawaban. Dia kembali menekannya. "Kemana sih?"

Tidak lama ada seseorang yang keluar dari arah pintu rumah mewah itu. Jarak pagar dengan rumah lumayan jauh, alhasil Jelita tidak tahu kalau ada seseorang yang menuju ke arah pagar. Seseorang dengan t-shirt putih dan celana hitam pendek mulai membuka pagar.

Jelita sontak menoleh mendengar suara pagar terbuka. Alisnya bertaut karena mendapati bukan seseorang yang ia cari. Meski tidak melihat wajahnya, Jelita yakin itu bukan Raisa. Kok cowok, batinnya.

"Nyari siapa?" tanya Demas sambil tersenyum setelah keluar dari pagar rumahnya.

Deg.. Deg... Deg.... Deg deg deg deg deg deg

Jelita terpaku melihat Demas. Laki-laki dengan tinggi badan tidak jauh berbeda dengannya berdiri tepat didepannya sambil tersenyum manis. Jantungnya berdebar sangat kencang. Ia tidak tahu apa yang dirasakannya, tapi Jelita menyukainya. Jelita tidak mendengar suara apapun di sekitarnya selain detak jantungnya yang tidak karuan.

"Temennya Raisa, ya?" tanya Demas lagi. "Kalo iya, lo salah masukin rumah. Di depan sana rumah Raisa."

Jelita mengedip-ngedipkan kedua matanya berusaha sadar. "Oh- oh iya, iya gua temennya Raisa." Dia menoleh ke arah tangan Demas tuju, persis di depan. "Oh itu, sama ya rumahnya, jadi bingung......"

Demas kembali tersenyum, "tadi juga ada temennya Raisa yang salah ngira ini rumahnya."

Jelita tidak menjawab, ia terlalu larut dengan suara Demas. Ntah kenapa, Jelita suka mendengarnya.

"Kalo gitu gua masuk yaa," karena tidak ada tanggapan, Demas kembali bersuara.

"Okey, makasih yaa. Oh iya, maaf juga udah ganggu." ucap Jelita menunjukkan raut bersalah dan tidak rela disaat bersamaan.

"Santai," ucap Demas sambil masuk kembali ke dalam dan menutup pagar rumahnya.

Setiap pergerakan Demas dari mulai mengunci dan menutup pagar sampai masuk ke dalam rumah tidak terlepas dari pandangan Jelita. Setelah itu, sambil tersenyum Jelita kembali mengingat senyum dan wajah Demas, ia mulai berjalan menuju rumah Raisa.

***

Sekarang, setelah tiga tahun berlalu, Demas duduk di sampingnya. Dia jadi jauh lebih tampan dan lebih tinggi. Jelita benar-benar tidak menyangka sekelas dengan Demas. Padahal sudah hampir satu semester mereka sekelas, Jelita masih merasakan jantungnya berdetak sangat kencang hanya karena berdekatan dengan Demas.

"Jel, jadi gimana ini?"

"Jel?"

"Jelita?"

Demas melambaikan tangan di depan wajah Jelita. "Lo nggak apa-apa, Jel?"

"Nggak kenapa-napa kok," jawab Jelita sambil menggelengkan kepalanya. Ia kembali memfokuskan matanya pada buku di meja, "yang mana lo belum tahu?"

"Ini gua masih bingung," Demas menunjuk salah satu soal di buku paket miliknya.

"Hmm, ini tinggal lo tambahin aja kalo udah ketemu hasil dari yang ini," Jelita mulai menulis di buku Demas sambil menjelaskan.

Demas fokus pada penjelasan yang diberikan Jelita, "gampang ya ternyata, tadi waktu dijelasin sama pak Ibnu gua nggak mudeng sama sekali."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang