BAB 12. ABANG BUTUH ADIK

51 6 1
                                    

Note : Chapter ini tanpa riset, jadi kalau ada yang nggak sesuai, aku bakal revisi nanti jika sudah tamat.

***

Dwian memenuhi kehendak Dini untuk berkonsultasi bersama ke dokter. Keduanya telah memasuki ruangan dokter Mirzan untuk memulai konsultasi itu.

"Silakan duduk."

"Makasih, Dok," ucap Dwian duduk di kursi sebelah kanan, disusul oleh Dini duduk di kursi sebelah kiri.

"Sebelumnya perkenalkan saya Dokter Mirzan. Udah kenal ya, haha."

"Awas aja lu nggak kenal gue," celetuk Dini. Sekedar informasi, Dr. Mirzan adalah teman dekat Dini sewaktu SMP.

"Ahahaha. Nggak mungkinlah. Jadi kita mulai sekarang ya konsultasinya. Bisa dari Mas Dwian duluan atau Mbak Dini yang menyampaikan keluhannya," ucap Dr. Mirzan dengan santai.

"Dari aku dulu ya, Sayang," ucap Dini pelan.

"Iya kamu aja," sahut Dwian.

"Gini, Mir. Kami udah kurang lebih 4 bulan nikah, tapi belum juga dapat. Gue jadi overthinking sama kesuburan kami. Ya emang sih kami nikah belum lama, tapi gue tetep mau mastiin semuanya," tutur Dini.

Dr. Mirzan tersenyum memahami apa yang menjadi kekhawatiran pasutri ini.

"Oke. Sebelum diperiksa, gue mau ingetin kalau kalian jangan overthinking apapun hasilnya. Ovt itu cuma buat kalian stress dan bukannya mengobati, malah menambah beban. Penting banget buat lo Din, kurangin beban pikiran. Tetap optimis sama apa yang terjadi dan gue bakal bantu pengobatannya kalau seandainya emang kesuburan kalian bermasalah. Oke? Tenang, ya?" tutur Dr. Mirzan tersenyum menenangkan.

Dwian meraih tangan Dini dan tersenyum. Dini juga tersenyum, ia menoleh pada Dr. Mirzan dan mengangguk. Mereka pun melakukam pemeriksaan di ruangan khusus untuk hal itu. Pertama Dini yang diperiksa, lalu setelahnya Dwian. Setelah menyelesaikan pemeriksaan, mereka menunggu di luar sementara hasil pemeriksaan dirangkum. Selang beberapa menit, mereka berdua dipanggil lagi oleh Dr. Mirzan.  mereka pun ke ruangan Dr. Mirzan untuk mendapatkan hasilnya dan nasehat Dr. Mirzan.

Dr. Mirzan menyerahkan hasilnya ke hadapan Dini dan Dwian. Dini menerimanya dan membuka map cokelat itu. Dini mengernyit keningnya, ia menatap Dr. Mirzan meminta penjelasan.

"Dari hasil USG, nggak ada masalah apapun sama rahim kamu, Din. Dari Dwian juga, nggak ada kendala apapun. Kemungkinan hanya karena stress dan pola makan tidak teratur."

"Oooh ... iya sih gue emang lagi diet ini, Mir," ucap Dini menyesal.

"Nah, itu. Ntar dulu lah kalau mau perfect soal penampilan. Lo kan mau punya anak, otomatis lo bakal mengandung, Din. Bakal buncit juga. Ahahahah."

Dwian tertawa mendengar sedikit candaan dari Dr. Mirzan. Benar juga apa yang dikatakan dokter itu, istrinya ada-ada saja.

"Tuh denger, kan? Besok-besok jangan diet lagi. Biarin aja gendut asal nggak berlebihan," kata Dwian pada Dini di sebelahnya.

"Iya-iya. Kamu juga!"

"Lah aku apa?"

"Kalau Anda Mas Dwi, jaga pola makan. Usahakan makan makanan yang bagus untuk kesempurnaan sperma. Saya catat deh semua yang bagus untuk kalian konsumsi," ujar Dr. Mirzan sembari menuliskan daftar makanan yang baik untuk mereka berdua.

"Terus masalah stress gimana, Mir? Emang stress bisa dihindarin? Setau gue nggak bisa ya kalau emang masalahnya rumit," tanya Dini lagi.

"Ya emang susah. Cuma kalau lo ingat tujuan awal yang pengin cepat punya momongan, lo bakal bisa kelola stress lo biar lebih adem. Kalian kan suami istri, cobalah masalah apa-apa tuh didiskusikan. Jangan sendiri-sendiri yang menyelesaikan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

99 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang