9 - Unfair

58 8 1
                                    

Hari sudah beranjak malam dan Eric sudah pulang ke rumah belasan menit yang lalu. Setibanya di rumah Eric langsung bersih-bersih dan merapikan diri. Ia sudah sempat makan saat di Bangno tadi, sehingga Ia tidak perlu repot-repot berpikir tentang makanan apa yang harus Ia jadikan menu makan malam. Hari ini ada banyak kegiatan yang Eric lakukan, sehingga Ia merasa ingin lebih cepat beristirahat. Sebelum melanjutkan agenda mengurung diri di kamar, Eric memutuskan untuk minum terlebih dahulu. Ia berjalan keluar dari kamarnya untuk mengambil minum.

Saat Ia tiba di ruang makan ada beberapa makanan yang berada di atas meja. Mbak Laras pasti yang menyiapkan itu semua sebagai hidangan makan malam Mama dan juga Papa. Eric tidak ingin berlama-lama di sini, karena khawatir akan bertemu orang tuanya. Namun baru saja Ia selesai menuang air ke dalam gelas, Ia melihat Mama berjalan mendekat ke arah ruang makan. Wanita itu agak sedikit terkejut saat melihat Eric di sana. Ia lalu memutuskan untuk menghampiri anaknya.

Sementara di dekat meja makan, Eric sedang berusaha keras untuk menghindari tatapan mata Mama.

"Eric, kamu di sini?" Mama langsung bertanya saat sudah berada di dekat Eric. "Kamu mau makan malam?"

"Nggak."

"Kenapa nggak? Ayo, kita makan malam sama-sama. Sudah lama sejak kamu nggak makan bareng Mama sama Papa."

"Nggak."

"Eric."

"Aku bilang nggak ya nggak! Mama berharap apa sama aku?!" Eric membalas dengan ketus. "Aku nggak mau lagi makan sama kalian berdua."

Mama terdiam selama sejenak. Ia jelas merasa terkejut dengan apa yang Eric ucapkan. Terutama saat Ia menyadari bahwa Eric menatapnya dengan tatapan yang dingin. "Kamu.... semarah itu sama Mama?"

Mendengar apa yang Mama tanyakan padanya, Eric langsung tertawa sinis. "Kenapa Mama masih harus tanya segala? Apa selama ini sikap aku kurang nunjukin rasa marah aku sama Mama atau Papa?"

Pertanyaan Eric hanya disambut keheningan. Mama terdiam. Raut wajah yang semula dipenuhi senyuman langsung berubah dalam seketika. Apa yang Eric ucapkan adalah hal yang begitu menyakitkan baginya. Selama ini Eric tidak pernah berkata seperti itu. Eric adalah sosok yang tulus dan baik. Mama tidak pernah lupa bagaimana sebelumnya, Eric hampir tidak pernah kehilangan senyumannya saat sedang bersamanya. Matanya yang selalu berbinar seolah menunjukkan bahwa Ia adalah anak yang ceria dan bahagia.

Sekarang semuanya sudah benar-benar berubah. Tatapan lembut Eric seperti memudar. Wajahnya kini terlihat begitu dingin dan muram. Mama tidak bisa lagi melihat senyuman hangatnya. Anak itu benar-benar kehilangan semua keceriaan di dalam hidupnya.

Eric mendengus pelan. Ia berniat untuk segera meninggalkan dapur, karena merasa enggan terjebak dalam keheningan lebih lama bersama Mama. Baru saja Ia memegang gelas berisi air yang berada di atas meja makan, tiba-tiba Papa datang dan langsung berjalan menghampirinya. Eric yang terlalu terkejut dan bingung hanya bisa terdiam. Saat Papa tiba di dekat Eric, Papa langsung meraih salah satu lengannya dan menariknya dengan paksa. Tarikan itu sangat kasar, hingga membuat badan Eric seperti baru saja terlempar.

"Papa!"

Pekikan Mama adalah hal yang terdengar setelahnya. Wanita itu jelas terkejut dengan apa yang dilakukan suaminya terhadap Eric. Apalagi saat Ia melihat Eric yang hanya terdiam tanpa mampu bergerak sedikitpun.

"Sejak kapan kamu pindah sekolah?!" Papa langsung memburu Eric dengan pertanyaan. "Kamu sembunyikan itu semua di belakang Papa, bahkan kamu melarang Mama kamu untuk bilang sama Papa tentang hal itu. Apa yang mau kamu lakukan?!"

Eric tidak menjawab apa-apa.

"Kamu sudah berani melawan Papa?!"

"A—aku... aku..."

UnfairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang