7 - Cotton Candy

56 5 0
                                    

Setelah menghabiskan beberapa waktu untuk bermain-main di pasar malam, Saka, Eric, Hanafi dan juga Asya akhirnya memutuskan untuk membeli makanan. Mereka merasa perlu beristirahat karena telah membuang banyak energi selama bermain. Hanafi juga sudah mulai mengeluh lapar dari tadi. Eric sebenarnya tidak begitu lapar, tetapi saat melihat ke arah deretan tukang makanan, mendadak perutnya keroncongan dan membutuhkan asupan makanan. Akhirnya mereka memilih untuk membeli makanan.

Eric tadi sudah diberitahu Saka dan Hanafi tentang jajanan apa saja yang ada di sana. Di antara beberapa makanan yang belum pernah Ia coba, Eric merasa tertarik untuk membeli sempol ayam. Asya bilang sempol ayam memiliki rasa yang mirip-mirip dengan chicken nugget, karena memiliki bahan dasar yang sama, yaitu tepung dan daging ayam. Eric sudah terlanjur penasaran, karena itu Ia langsung saja pergi ke stand penjual sempol ayam untuk membeli beberapa. Eric juga membeli sebuah kebab, sedangkan Asya memilih untuk membeli permen kapas berwarna pink dan satu twist potato.

Stand makanan yang Eric dan Asya beli tidak terlalu mengantri, sehingga mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan makanan. Berbeda dengan stand tujuan Saka dan Hanafi yang terlihat ramai dan sepertinya mereka berdua membutuhkan waktu lama untuk mengantri. Karena hal itu, Eric dan Asya memilih untuk menunggu Saka dan Hanafi di tempat lain. Asya mengajak Eric untuk duduk di tempat yang jauh dari keramaian. Ia merasa butuh suasana tenang dan Eric juga sudah terlalu lelah dengan berbagai kebisingan. Mereka lalu duduk di bangku besi panjang sambil memegang makanan masing-masing.

"Jadi gimana?"

Eric tersentak ketika suara Asya tiba-tiba memecah keheningan. "Eh?"

"Gimana rasanya pertama kali main ke pasar malam?"

"Gue nggak nyangka kalo bakal seseru ini, Sya. Apalagi waktu mainan lempar kaleng tadi. Gue kayak atlet baseball lagi tanding di kejuaraan nasional tau nggak? Rasanya hidup gue itu bergantung sama bola yang gue lempar. Kok bisa ya cuma hancurin tumpukan kaleng jadi game yang seseru itu?" Eric berbicara dengan penuh semangat. Matanya berbinar. Asya seperti melihat ada cahaya kecil berada di dalam bola mata Eric. Senyuman lebar juga tercetak di wajahnya. "Sebetulnya tadi gue agak takut buat naik wahana. Apalagi setelah naik kora-kora gue mual sampai badan gue lemes. Gue bahkan sempat nggak mau naik wahana lagi, tapi gue udah terlanjur penasaran. Sayang banget kan kalo gue udah main ke sini, tapi nggak coba wahana-wahana lain? Kalo dipikir-pikir, wahana di sini nggak semenakutkan itu juga. Seru banget malah. Apalagi waktu naik wahana apa tuh tadi namanya? Ombak asu?"

"Ombak banyu, anying!"

"Ah, iya. Ombak banyu. Gue lupa namanya." Eric terkekeh. "Tadi waktu naik bianglala sama Saka, dia bilang sama gue kalo di antara wahana lain, sebetulnya bianglala itu wahana yang paling dia suka. Meskipun nggak ekstrim kayak kora-kora atau nggak seseru ombak banyu. Katanya kalo naik bianglala kita jadi bisa nikmatin waktu sama suasana. Apalagi sambil ngobrol atau cerita. Waktu kita ada di posisi paling atas, kita juga bisa lihat pemandangan seluruh pasar malam. Ada banyak lampu warna-warni. Meskipun nggak sekeren pemandangan di Disneyland, tapi tetep bagus, kok. Gue suka."

Setelah berbicara begitu, Eric langsung menunduk. Menatap pada bungkusan jajanan yang dari tadi Ia pegang. Anak itu masih tidak berhenti tersenyum. Tanpa sadar Asya jadi memperhatikan Eric lebih jauh. Senyuman Eric sekarang adalah senyuman yang tidak pernah Asya lihat. Jenis senyuman yang entah mengapa membuat hati Asya jadi terasa hangat. Gadis itu masih terus memandangi Eric, hingga setelahnya Ia tersadar dan langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Gue harap lo nggak merasa nyesel habisin waktu bareng kita."

"Nggak, kok. Gue seneng bisa main sama kalian. Kita juga jadi lebih deket dari sebelumnya, kan?" Eric kembali menatap Asya. "Gue juga seneng bisa berteman sama kalian."

UnfairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang