22 - New Hope

54 7 1
                                    

Hari-hari berlalu. Setelah melewati masa-masa liburan, hari ini Saka, Hanafi, Eric dan juga Asya kembali menunaikan kewajibannya untuk bersekolah. Kini mereka tidak lagi bisa bermalas-malasan di pagi hari. Semester ini menjadi semester terakhir mereka di sekolah, dan tentunya akan ada banyak ujian-ujian yang harus mereka tuntaskan nantinya. Hanya tinggal menunggu waktu sebentar, hingga akhirnya mereka melepas status sebagai siswa kelas 12 dan lulus sekolah. Walaupun hari ini mereka sudah memasuki semester baru, jam pelajaran sekolah sepertinya belum aktif sepenuhnya.

Saat bel masuk berbunyi tadi, Pak Samsul mengawali kegiatan di kelas Hanafi dan Saka. Namun karena mereka baru saja masuk ke sekolah, Pak Samsul hanya membahas tentang kegiatan akhir dan memberikan siswanya arahan untuk bisa fokus dan semangat menghadapi ujian nanti. Beliau merupakan wali kelas Saka dan Hanafi, sekaligus guru Bahasa Indonesia di angkatan mereka. Makanya tidak heran jika Pak Samsul memberi banyak masukan serta wejangan untuk murid-muridnya, apalagi mengingat di kelasnya ada beberapa anak yang sering terlibat masalah. Waktu bergulir tanpa terasa, hingga akhirnya bel istirahat berdering. Pak Samsul lantas segera menuntaskan jam pelajaran dan meninggalkan kelas.

Saka meregangkan tubuhnya dari bangku tempatnya duduk. Badannya terasa kaku, karena duduk dalam waktu yang cukup lama. Apalagi sejak masuk sekolah pikirannya masih berada di rumah. Harus kembali bersekolah setelah masa liburan panjang memang hal yang berat. Makanya sejak Pak Samsul datang ke kelas tadi, Saka berusaha keras untuk menahan rasa bosan. "Aduh, pegel banget badan gue!"

"Ngantuk, nih." Hanafi menyahut dari bangkunya sambil mengucek kedua mata. "Apa gue ke perpustakaan aja ya buat numpang tidur? Biar kayak si Maudy."

"Halah, biasanya lo yang suka hujat dia abis-abisan karena kebiasaan molor di perpustakaan. Sekarang malah mau jilat ludah sendiri."

"Jangan salahin gue, tapi salahin mata gue. Siapa suruh nggak semangat buat melek."

"Ngeles aja lo." Saka mendengus sambil bangkit dari duduknya. Anak itu lalu menghampiri Hanafi dan menariknya paksa agar ikut berdiri juga. "Kita ke kantin aja. Nanti pas nyium bau bakso juga mata lo auto melotot."

"Nggak usah narik-narik, emang gue tambang!"

"Lagian lo lemes banget kayak cincau."

"Bacot."

Saka dan Hanafi baru saja ingin berjalan, hingga tiba-tiba sosok Eric muncul dari pintu kelas yang terbuka. Anak itu sibuk menoleh kanan-kiri untuk mencari Saka dan Hanafi, lalu ketika berhasil melihat mereka, ia langsung menyunggingkan sebuah senyum lebar. Eric sudah berniat menghampiri mereka, tetapi baru saja kakinya melangkah, tiba-tiba teman sekelas Saka dan Hanafi menghalangi Eric untuk bisa masuk ke dalam kelas.

"Wah, lo anak baru dari kelas unggulan, kan?!"

Eric yang tidak menyangka akan dilabrak secara terang-terangan jelas merasa terkejut mendengar seruan itu.

"Mau ngapain lo masuk-masuk kelas ini?!"

"Gue cuma mau nyamper Saka sama Hanafi. Emang nggak boleh?"

"NGGAK BOLEH!"

Eric langsung melotot. "GALAK BANGET, SIH!"

Orang yang sedang berdebat dengan Eric adalah Dias dan merupakan salah satu biang kerok di kelas IPA 5. Saka dan Hanafi tidak ingin ada keributan yang lebih lanjut, maka dari itu mereka langsung saja menghampiri keduanya. Saka berdeham, lalu berucap santai. "Ada apa gerangan sih kawan?"

"Gue cuma mau nyamper lo berdua, malah diomelin!"

"Masih jam segini udah mau bikin adegan duel aja." Hanafi geleng-geleng kepala. "Udah, Yas. Nggak usah lo ajak ribut si Eric. Dia bisa nyewa pasukan buat ributin lo balik soalnya."

UnfairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang