Chapter 6 : Dia yang dianggap sampah (6)

679 99 5
                                    

Mahkluk kecil itu mengaung, berteriak dan memancarkan sinar kekuningan ke langit-langit, wajahnya tertekuk gusar, menunjuk jari ke udara.

《"Kalian mahkluk rendah! Beraninya menyentuh yang bukan haknya!"》 Bentaknya sekali lagi, mengeluarkan mantra-mantra kecil berefek besar.

Bayangan-bayangan hitam di udara tampak terganggu dengan silaunya cahaya, mereka bergeliut-liut kesana kemari, mencari cela untuk bersembunyi mengamankan diri. Mahkluk kecil itu melaksanakan mantra tingkat tiga, membuat mantra berbentuk lingkaran layaknya portal sihir ke arah langit dan bumi, lantas melepaskan ilmu sakti yang ia miliki.

Tcingg!

《"Kalian beraninya melakukan itu tadi padanya! Bahkan kekuasaan kalian tak akan setara denganku... Beraninya kalian..."》 Mahkluk itu melotot ke bayangan-bayangan yang kesal, nampaknya mereka mengelak untuk kalah.

Ia menjentikkan jarinya sendiri, membuat sinar yang tak tertandingi, cahayanya bergerak seperti sungai, terus mengucur ke cela-cela sempit, ia mengisi setiap sudut rumah dengan cahayanya, bahkan sampai ruang bawah tanah sekalipun. Dia tidak takut kalau harus menggunakan energi cukup banyak untuk membasmi mahkluk rendahan satu ini. Ia tidak takut. Ini sudah kodratnya. Karena dia adalah peri yang dikaruniai, dia tak akan takut dengan hal semacam ini.

《"Kalian tidak tau malu, manusia ini sudah bekerja membersihkan tempat ini untuk kalian tanpa bayaran sedikit pun. Tapi apa yang kalian lakukan? Melukainya? Gila ya?"》

Bayangan-bayangan itu mengaum, meneriakkan teriakan menyedihkan dengan suara serak tak menyenangkan. Sang peri menatap dingin,

《"Tak ada ampun untuk kalian."》

Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, melepaskan mantra tingkat empat setelah dirapal sekitar 15 detik. Bayangan itu habis dimakan cahaya. Langsung pecah berkeping-keping lantas dilahap mentah-mentah oleh kerakusan cahaya. Mereka berteriak kesakitan, meminta tolong. Sang peri berdecik,

《"Diam!"》

***

Gasp!

Aku terbangun dari kasurku. Ini masih kasur yang sama di kamar yang sama, aku segera duduk dan menemukan bahwa hari sudah pagi. Apa itu tadi?

Seluruh tubuhku berkeringat dan tubuhku bergetar aneh, membuatku memeluk diriku sendiri, merinding. Aku bermimpi buruk, rasanya seperti mau dimakan oleh kegelapan namun diselamatkan oleh cahaya yang buruk. Maksudku, cahaya itu sangat kasar padaku. Aku memeluk tubuhku erat-erat. Tidak apa-apa, sungguh tidak ada apa-apa disini. Semuanya sama seperti semula. Tak ada yang perlu dirisaukan perkara mimpi aneh itu. Aku sudah terbiasa... Bahkan kali ini juga, aku harus terbiasa.

"Agh, sial. Pantas saja rumah ini dijual murah."

Aku menggosok-gosok rambutku, menatap sekeliling sekali lagi. Oke, kita tetap harus berpikir positif sebanyak mungkin, karena pikiran itulah kita bisa bertahan di tempat perdampingan dimensi. Aku sudah pengalaman, dulu juga saat aku mengalami hal sama. Pikiran positif adalah cara paling ampuh untuk mengalahkan segala gangguan.

Yang terpenting kita tidak mengganggu mereka, meminta izin, dan jangan lupa untuk terus bersikap sopan. Yah, sebenarnya mau disini ada penjaganya atau tidak, sikap sopan itu sudah dasar, oke? Jangan sekali-kali kalian melupakan adab dimanapun tanah kalian pijak.

Saya berdiri, berniat untuk mandi dan ganti baju murah yang saya beli kemarin. Ini sudah pagi, saatnya bekerja kembali.

"Hah, pagi yang cerah... Saya membanggakannya." Ucap saya dengan penuh percaya diri.

Saya meregangkan seluruh tubuh dan masuk ke kamar mandi, kamar mandinya ada masih satu ruangan dengan kamar milik saya, jadi mudah untuk mandi dengan cepat. Tak perlu jalan terlalu jauh.

Lord Who is Considered TrashTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang