4

778 152 28
                                    

"Dari mana, Ran?" Vino bertanya pada Aran yang baru saja menutup pintu rumah, tubuhnya bergeser sedikit ke samping memberi ruang untuk Aran duduk di sampingnya.

"Dari rumah Chika." Aran menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, memejamkan matanya ketika dirasa tubuhnya sangat lelah, padahal seharian ia tidak melakukan tugas yang berat.

"Kalian berhubungan dengan sangat baik, sepertinya Chika memang semenarik itu."

"Untuk saat ini memang baik, dan semoga seterusnya juga begitu." Aran meluruskan kakinya, mencari kenyamanan dari posisi duduknya.

Vino mengukir senyum tipis, matanya menelisik menatap mata Aran yang terpejam. Vino bisa melihat ketenangan di wajah itu, apa Aran sudah bener bener pulih dari patah hati? Apa akhirnya pria itu sudah terbebas dari masalalunya?

"Umur kamu berapa sekarang?" remote tv yang sebelumnya tergeletak distas meja sudah dalam genggaman Vino, dalam hitungan detik layar hitam televisi menyala, menayangkan saluran berita internasional.

"26, tumben nanya umur." Aran menjawab tanpa membuka matanya. Posisi duduk ini benar benar sangat nyaman.

"Berarti sekitar 19 tahun kita hidup bersama. Apa kamu bahagia tinggal sama aku dan Freya?"

Pejaman mata Aran terbuka ketika mendengar kalimat yang tidak biasa dari Vino, tubuhnya lantas menegak menghadap Vino yang masih fokus pada siaran di televisi itu. Ada apa dengan pria tua itu.

"Apa menurut Om Vino aku tidak bahagia?"

"Aku tidak tau karena aku tidak bisa merasakan apa yang kamu rasakan." Vino bersendekap dada, sorot matanya tampak serius menyimak berita kematian dari seorang pengusaha ternama di Prancis. Vino yakin berita kematian Flerick, pria berusia 73 tahun itu akan menjadi perbincangan hangat di berbagai negara. Mungkin banyak yang berduka namun tidak sedikit juga yang akan merayakannya.

"Om Vino membawa kehidupanku jauh lebih baik. Om Vino tidak hanya merawat tapi juga melatih dan mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Apa yang harus aku sekali dari ini?" Aran menatap wajah Vino lalu menggeleng, meski sering berbuat hal yang tidak terduga dan membuat jengkel, bersama Vino adalah keberuntungan yang sepatutnya ia syukuri. Seharusnya Vino tidak perlu menanyakan hal tidak penting seperti itu."Tanpa Om Vino mungkin aku tidak akan jadi seperti ini, aku merasa memiliki segalanya meski tanpa orang tua."

Satu helaan napas lolos dari mulut Vino, kepalanya menunduk, tanpa sepengetahuan Aran diam-diam Vino memejamkan matanya, menahan genangan air mata mendengar kalimat terakhir dari Aran. Benarkah dirinya sebaik itu?

Freya tiba tiba datang dan berdiri di depan Aran, tanganya terulur seperti meminta sesuatu. "Pinjam mobil bentar dong Ran, mau beli sesuatu di supermarket."

"Beli apa?" Aran mengeluarkan kunci mobil, "Titip beliin rokok ya, sama bir jangan lupa."

"Mabok terus, awasin tuh Om keponakanya, mau jadi apa kalau mabok terus." Freya merampas paksa kunci dari tangan Aran, "Jangan lupa transfer uangnya, sama titipan yang kemarin lo juga belum bayar."

"Gak sopan banget, gue kakak lo Freya." teriak Aran ketika Freya hendak melenggang pergi.

"Jangan mabuk terus, kamu harus lebih jaga kesehatan mulai sekarang." Vino menepuk pelan bahu Aran. "Sebentar lagi kamu akan faham dan mengerti kenapa kamu harus belajar bela diri."

"Aku tau, kerena kita tidak tau bahaya apa yang sedang mengancam kita di luar sana." Aran tersenyum untuk pamit ke kamarnya, belum terlalu malam memang namun ia ingin segera merebahkan tubuhnya di atas kasur yang tidak begitu empuk.

Vino memandang kepergian Aran di selingi embusan napasnya, entah apa yang sedang pria itu pikirkan yang jelas ada rasa bersalah yang tidak mungkin Vino utarakan. Aran tidak hanya seperti keponakanya, Aran lebih dari itu, dan rasanya Vino tidak sanggup bila harus kehilangan Aran suatu saat nanti.

OUR JOURNEY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang