4

263 26 0
                                    

.












.









.













.

Jeongin menatap kosong pintu rumah di depan nya itu. Hidup nya akan benar-benar berubah mulai saat ini. Entah jadi baik maupun lebih buruk. Ia tak tau.










Yang ia rasa adalah ketakutan. Telinga nya berdenging tidak nyaman. Panas nya juga membuat nya gelisah. Ia ingin pergi. Tapi entah kenapa tubuh nya malah ngefrezee.










"Jeo.., kenapa gak masuk?" tanya Jisung keheranan melihat istri nya itu diam saja di luar.












"Apa aku harus tinggal di sini?" ucap Jeongin pada diri nya sendiri.













Namun suara lirihan itu masih terdengar oleh telinga Jisung. Alhasil pria itupun menyahut nya.











"Tentu saja. Memang nya kenapa? Kamu tidak suka dengan cat rumah nya yang mencolok ya? Kamu bisa mengganti nya kok sesuai selera mu." kata Jisung sedikit kikuk.











Ia menyadari cat tembok rumah nya mungkin bagi sebagian orang bikin iritasi mata, warna merah muda menyala. Dia belum mengganti nya sejak putus dari kekasih nya si pencinta warna pink itu. Bukan karena gagal move on.













Tetapi lebih ke dia nya yang sibuk dengan urusan pekerjaan dan kerewalan Mama nya yang sering memaksa tinggal di rumah mereka. Alhasil rumah nya sendiri jadi terabaikan. Nasib jadi anak bungsu yang jadi kesayangan Mama, Papa.












Mendapat respon yang seperti itu, Jeongin tersadar. Ia tidak boleh begini. Jika ia ingin hidup dengan tenang. Ia harus menurut. Tidak boleh banyak tingkah. Jika tak ingin merasakan dibuang untuk kedua kali nya.













Selesai merapikan pakaian nya di kamar. Jeongin bingung mau melakukan kegiatan apa lagi. Apa dia harus bersih bersih ya? Menyapu? Mengepel? Mengelap? Euhmm.., tapi semua sudut rumah ini bersih. Tidak ada noda ataupun debu. Jadi apa yang harus ia lakukan? Ia takut berbuat salah.











Hendak bertanya kepada Jisung, suami nya itu sama sekali tidak kelihatan sejak ia masuk ke dalam kamar tadi. Entah ke mana pergi nya pria itu.









"Apa nonton tv aja kali ya?" guman Jeongin berjalan ke ruang tengah.










Alhasil pagi menjelang siang itu Jeongin habiskan untuk menonton tanyangan televisi kesukaan nya. Ah.., rasa nya sudah lama sekali ya dia tidak menonton televisi. Di rumah dia selalu sibuk membantu pekerjaan Mama nya.











Berbeda dari kedua saudara nya yang acuh terhadap pekerjaan rumah. Jeongin cenderung merasa tidak nyaman melihat Mama nya kesusahan mengerjakan pekerjaan rumah sendirian.












"Nonton apa?" suara Jisung yang tiba-tiba terdengar di telinga kiri nya membuat Jeongin terperanjat kaget.












"Aku ngagetin ya?" kata Jisung lagi sambil menaruh beberapa camilan dan minuman di atas meja.












"Enggak kok, om." jawab Jeongin spontan. Merasa tidak enak hati.














"Eh..., tadi kamu manggil aku apa?" lirik Jisung dengan kerutan di dahi nya.













"O-om.., salah ya?" takut takut Jeongin menjawab.















Apa dia salah berkata ya?














"Panggil kakak aja, jangan om. Aku gak setua itu kali. Masih dua lima, masih muda, segar bugar." tolak Jisung merasa tersakiti dengan panggilan yang membuat nya terlihat tua itu.













"Tapi memang sudah cocok kok itu."
















"Cocok apa?"














"Dipanggil om." jawab Jeongin dengan polos nya.











"Jeo, aku tahu kamu emang belum lulus sekolah. Tapi jangan panggil aku om ya. Berasa nikah sama anak SMP aku." pinta Jisung dengan muka melas.













"Aku memang masih SMP, om." jawab Jeongin singkat















Seketika Jisung tersedak minuman nya mendengar jawaban sang istri.












"Heh., serius kamu?!" pelotot Jisung tidak percaya.












"Aku berkata jujur. Bulan depan baru mau ikut ujian kelulusan." jawab Jeongin kalem.













"Apa? Bukan nya kamu udah SMA? Kalau masih SMP, kenapa malah dinikahin sih? Kamu enggak mau lanjut sekolah ya? Rugi tau milih nikah muda daripada sekolah. Sekarang kamu umur berapa?" cerocos Jisung yang memang tidak tahu menahu latar belakang sang istri.













Yang ia tangkap dari perkataan orang tua nya dulu itu hanya calon istri nya itu masih sekolah. Dan dia pikir itu anak SMA. Secara memang terkadang ada yang baru lulus SMA saja minta nikah. Tapi ini apa?!!! Jeongin masih SMP. Gak wajar banget anak SMP kebelet nikah, pendapat nya.














"Lima belas."












"Lima belas?!" cengo Jisung.












Jeongin mengangguk kan kepala nya sebagai jawaban iya.













"Anjir..!! Ini jadi gue dijodohin ama bocil. Berasa jadi pedofil gue nya." pisuh Jisung lirih kepada diri nya sendiri.












Gini amat Mama nya nyariin istri untuk dia. Mentang mentang dia bilang suka yang kawai kek 2D kesayangan nya, aka si Anya. Maksud nya sih biar Mama nya gak riweuh jodoh jodohin dia. Eh.., malah dicariin istri yang bocil macam Anya.







Dah lah, kalau sampai pernikahan nya ini ketahuan komunitas perlindungan anak. Dia pasrah di penjara karena menikahi anak yang masih di bawah umur. Dia benar benar tidak tahu. Pasrah sudah, gak bisa ngelawan.








"Pendofil apaan, om?" tanya Jeongin polos.









TBC

Suka yang kawaii

Suka yang kawaii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Titipan Tuhan (JeongSung) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang