003: state

21 9 0
                                    

Jangan menyalahkan keadaan
Aku tau disini aku yang salah telah lancang menaruh perasaan
Aku sembrono mengartikan perhatian
Sampai akhirnya aku yang menelan kekecewaan

Dimatikannya lampu emergency yang telah menemani keluarga Satrio dari kegelapan semalam. Beruntungnya Satrio menyimpan lampu tersebut, awalnya benda rongsok itu ia temukan di depan warung Mang Aim dengan kondisi fisik masih bagus namun memang cahaya lampu yang sudah meredup.

"Mang ini kenapa di taruh di luar lampunya?". Tanya Satrio kepada Mang Aim
"Lampunya udah mau mati itu yo, mamang udah beli baru jadi mau dibuang aja". Ucap Mang Aim lalu menunjukkan lampu emergency yang baru saja ia beli.
"Kalo gitu yang ini Satrio ambil aja ya mang, buat di rumah kalo lagi pemadaman listrik". Satrio mencoba menawar kepada Mang Aim, syukur kalau boleh akan dia perbaiki lampunya sehingga bisa digunakan kembali.
"Ambil aja Yo, kamu kan pinter tu bener-benerin elektronik".
Ucap Mang Aim kepada Satrio. Memang keahliannya dalam mengotak-atik alat elektronik diketahui oleh tetangga sekitar, namun Satrio tidak sampai membuka usaha reparasi karena dia belum memiliki alat yang memadahi dan juga dia belum menguasai betul tentang hal tersebut.

Satrio bergegas melaksanakan rutinitas paginya. Sebelum bersiap untuk dirinya sendiri, Satrio mempersiapkan keperluan sekolah kedua adiknya dahulu. Hidup dengan kondisi ekonomi yang serba pas membuat Satrio harus berlapang dada kalau kehidupannya bukan hanya tentang dirinya sendiri, masih ada 2 adiknya yang masih bersekolah dan 1 adik yang baru menginjak usia 3 tahun.
Tak mudah bagi Satrio menerima keadaan ini, dia juga anak muda yang dalam angan-angannya bisa pergi jalan-jalan, bermain bersama teman, berpacaran dan hal yang dilakukan remaja pada umumnya.
Namun Satrio paham siapa dirinya dan bagaimana kondisinya, dia tidak memaksa untuk hal tersebut.

25 menit dia lalui untuk sampai ke sekolah yang ditempuh dengan berjalan kaki. Waktu tersebut ia lalui setiap hari dan pulang pergi.
Ia menghemat uang saku yang diberikan ibunya, meski tidak banyak namun ada baiknya untuk di simpan.

"Atribute lengkap semua?". Tanya salah satu anggota OSIS dengan rambut kuncir kuda bernametag Raline Kusuma.
"Lengkap Lin, lo udah boleh masuk". Harsa Dewa M. Nama salah satu anggota OSIS yang bertugas mengecek atribute yang dikenakan oleh siswa yang hendak masuk ke sekolah.

Saat berjalan menuju kelasnya, tiba-tiba Satrio dihadang oleh sekelompok siswa yang terdiri 2 laki-laki dan 1 perempuan.
"Lo anak beasiswa itu kan? Yang masuk kelas IPA 1?".
Tanya salah satu dari mereka, tubuhnya tinggi, kulitnya putih dengan postur tubuh yang ideal layaknya model cover majalah pria, dengan baju dikeluarkan dan kancing baju yang tidak dikaitkan, nametagnya tertulis Gazi Veron A. Pasalnya memang baru kali ini Satrio bertemu dengan Gazi yang dikenal memang menjadi laki-laki paling tampan di sekolah dan juga merupakan kapten tim basket sekolah yang tidak diragukan lagi kepopulerannya.
"Iya, aku anak IPA yang dapet beasiswa, ada apa ya?". Karena memang hanya Satrio yang mendapat beasiswa dan masuk ke kelas IPA 1.
Teman-teman beasiswanya yang lain ditempatkan di kelas IPA 5, berhubung sekolah ini menggunakan sistem rangking maka kelas IPA 1 adalah kelas bagi siswa unggulan.

FAILURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang