Bab 3

686 70 7
                                    

Juan terus menolak untuk di obati sejak Eyangnya datang dan tidak lagi menyemangatinya seperti biasa. Papanya juga melakukan hal serupa, hanya mamanya yang masih sama seperti biasanya. Hangat dan penuh kasih sayang. Tapi karena itu Juan jadi sadar ia sudah tak bisa melindungi mamanya lagi, ia sudah tidak berguna lagi. Apa lagi ia sempat melihat memar bekas tamparan baru di wajah mamanya.

"Nak, Mas Juan. Makan ya, minum obatnya. Biar cepet sehat ya Nak... " bujuk Siwi dengan lembut.

Juan memalingkan wajahnya. Reaksinya lebih lembut dari pada ketika menolak suster yang memberinya obat.

"Kalo Mas Juan ga mau minum obat, kapan sembuhnya? Nanti jagoannya mama siapa dong? Yang nanti jagain adek-adek siapa?" bujuk Siwi.

"Ma, keluar. Pulang aja. Aku mau sendirian." Usir Juan sambil mengibaskan tangannya.

Mamanya adalah satu-satunya perempuan yang tak bisa ia lindungi haknya dan keselamatannya dari dulu, apa lagi sekarang. Juan juga sedih ia tak bisa menemukan Amira, tapi bila bertemu pun untuk apa? Ia cacat, dulu juga Amira yang memutuskan untuk meninggalkannya dan hilang begitu saja. Bertemu dengan Amira saat kondisinya memprihatinkan seperti sekarang bukan pilihan yang bagus. Juan juga tak mau kondisinya membuat Amira mengkasihaninya. Tidak, Juan tidak mau harga dirinya tercabik-cabik.

●●●

Hampir satu jam setelah kedatangannya kembali di rumah sakit Amira duduk mendengarkan penjelasan dokter soal kondisi Juan. Ali kembali ke ruang tunggu keluarga pasien yang terlihat seperti tempat pengungsian bersama Siwi. Siwi tampak sangat senang bisa mengurus cucu pertamanya itu meskipun terlambat. Sopir yang di utus Broto untuk mengantar Siwi ikut menunggu di depan.

"Besok Oma masak banyak, Mas Ali suka apa?" tanya Siwi.

"Lele goreng, pakek sambel yang manis, bundaku juga suka itu. Tapi kalo bunda masak itu aku makan nasinya banyak sekali segunung." Ali mulai bercerita.

"Nanti Oma masak lele goreng pakek sambel yang manis, sama bawa nasi yang banyak segunung. Kita nanti makan sama-sama ya, di taman. Sama ayah juga ya... " ucap Siwi lalu merangkul Ali.

"Iya! Aku mau! Aku mau! " seru Ali penuh semangat sambil mengacungkan jarinya meskipun ia tak harus berebut.

"Nanti Oma pulang, Oma belanja dulu pancing lelenya dulu..." Ali tertawa membayangkan Siwi memancing di empang seperti bapak-bapak tetangganya yang menganggur tiap sore hingga subuh. "Mas Ali mau apa lagi? Suka buah tidak?" tanya Siwi setelah Ali tertawa.

Ali mengangguk. "Aku suka buah semuanya. Kecuali pepaya. Pepaya bauk! " Ali mengibas-ngibaskan tangannya di wajah.

"Oke nanti Oma jadi petani dulu, Oma tanam pohon buah yang banyak buat Mas Ali... "  Ali kembali tertawa, kali ini lebih terbahak-bahak lagi karena Siwi menggelitikinya juga.

●●●

"Aku tidak mau minum obat! " teriak Juan begitu pintu ruangannya terbuka tanpa peduli siapa yang masuk.

"Mas..." ucap Amira lembut sambil melangkah masuk mendekat ke arah Juan.

Juan membelalakkan matanya begitu terkejut melihat siapa yang datang. Amira! Amiranya yang hilang selama lima tahun tiba-tiba muncul!

"K-kamu! A-am-amira?! " Juan begitu kaget hingga tergagap.

Amira mengangguk lalu menatap Juan dengan mata berkaca-kaca.

"Pergi! Aku tidak menginginkanmu! Pergilah seperti dulu! Tidak usah kemari hanya untuk menertawakanku, pergilah! Aku tidak butuh di kasihani orang sepertimu! " usir Juan sambil memalingkan wajah dan berusaha melemparkan barang terdekat yang bisa ia raih ke arah Amira.

Amira hanya diam, ia bingung harus mulai menjelaskan dari mana. Ia juga bingung harus meredakan amarah Juan yang meledak-ledak ini bagamana. Ini kali pertamanya melihat Juan marah dan sedepresi ini.

"Pergi Amira! Kalau kamu kemari hanya untuk kejelasan hubungan. Aku sudah menceraikanmu! Aku tidak menganggapmu istriku lagi! " Amira langsung tercekat.

Setelah lima tahun tak bertemu, setelah menemani Juan di ruang ICU saat koma, ini kalimat kalimat yang tak pernah Amira harapkan dan terpikir akan terucap dari mulut pria yang ia cintai selama ini.

Air mata Amira menetes begitu saja, Juan pun begitu. Keduanya diam membisu.

"Mas, kalo Mas ceraikan aku. Aku mengerti. Aku salah sudah meninggalkanmu lima tahun yang lalu. Aku minta maaf... "

"Yasudah pergilah kalau begitu!"

"Tapi aku mau mas ketemu seseorang dulu. Dia pengen banget ketemu Mas Juan. Habis ketemu dia, kalo Mas Juan masih mau aku sama dia pergi. Kita bakal pergi dan memulai hidup baru. Ga mengganggu Mas Juan sedikitpun lagi. Kita bakal sembunyi kayak sebelumnya lagi," ucap Amira dengan mata yang berlinangan airmata dan suara yang bergetar berusaha tegar.

Ketakutan tak dapat bertemu Amira lagi muncul di banyak Juan. Tapi ia terlanjur menceraikannya dan Juan rasa memang itu yang terbaik sekarang.

Amira keluar lalu buru-buru kembali di ikuti seorang bocah laki-laki yang membawa poster kampanyenya lima tahun lalu.

"Kita mau kemana sih Bunda... " keluh Ali begitu masuk ke ruangan Juan dan menatap pria berewokan yang terbaring di tempat tidurnya.

"I-ini ayah. Ayahnya Ali, ayahnya Ali yang sering kita liat di internet, di TV, di brosurnya Ali itu. Ini ayahnya Ali, namanya Juan," Amira menjelaskan sambil menahan tangisnya.

Juan begitu kaget mendengar penjelasan Amira barusan. Bocah dengan rambut ikal ini putranya!

"Namaku Ali umurku lima tahun," Ali memperkenalkan diri pada Juan lalu mendekat. "Ayah beda sama yang di gambar. Tapi aku senang bisa lihat ayah langsung." Ali menyentuh tangan Juan. "Aku senang ternyata aku beneran punya ayah! "

.
.
.

Kalo dah tembus 100 views 20 like aku baru up lagi 😂

Istri Rahasia Sang Pejabat ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang